A. Epistemologi pemikiran Fazlur Rohman
Epistemologi tumbuh di Yunani dan sampai sekarang lebih dominan berkembang di eropa dan barat, sedangkan epistemologi dalam dunia islam berbeda dengan yang tumbuh di eropa dan barat saat ini. Epistemologi yang tumbuh di yunani dan berkembang di eropa dan barat adalah Epistemologi idialisme, empirisme dan sedikit intusionisme, sedang yang tumbuh dalam dunia islam adalah Epistemologi bayani, irfani dan burhani.
Bayani, mengandung pengertian perbedaan, berbeda, jelas, dan penjelasan. Kalau disusun secara hirarkis atas dasar pemilihan antara metode dan visi maka dapat dikatakan bahwa bayani sebagai metode berarti perbedaan dan penjelasan. Irfani artinya pengetahuan, pengetahuan yang diperoleh melalui qolbun dan isyraq. Burhani dalam bahasa arab berarti argument yang jelas dalam perspektif logika al-burhan adalah aktifitas fikir yang menetapkan kebenaran sesuatu melalui metode penalaran dengan mengaitkan pada pengetahuan yang bukti-buktinya mendahului kebenaran.
Epistemologi pemikiran fazlurahman lebih mendekati pada Epistemologi burhani, karena metode berfikir rahman lebih holistic yang memiliki metode berfikir historis yang mendasarkan pada normatif. Ilmu pengetahuan menurut fazlur rahman, dapat diperoleh melalui penggunaan indra, intuisi, wahyu dan rasio serta dengan proses verifikasi dan falsifikasi. Manusia menurut fazlurahman memperoleh pengetahuan melalui daya berfikir, menghayal dan mengindra. Kemampuan mengindra adalah daya mengetahui yang peling rendah karena hadir demi dua kemampuan lainnya yaitu menghayal dan berfikir.
Pengertian pendidikan menurut fazlur rahman
Pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup maka pendidikan akan senantiasa berkembang dari masa ke masa sesuai dengan ketentuan zaman. Dalam pendahuluan karya monumentalnya islam, fazlur rahman menegaskan bahwa pembaharuan islam bagaimanapun harus dilakukan, mestilah dimulai dengan pendidikan. Lebih jauh ia mengatakan bahwa intelektualisme merupakan criteria untuk menilai kegagalan sebuah system pendidikan islam. Intelektualisme inilah yang dijadikan paradigma oleh fazlur rahman dalam memandang pendidikan islam yang bertolak belakang dengan kebanyakan pemikir konvensional yang memandang pendidikan islam hanya sebagai perlengkapan dan peralatan- peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperti buku-buku yang diajarkan maupun struktur eksternal pendidikan.
Tujuan pendidikan
Rahman berpendapat bahwa tujuan pendidikan harus berorientasi pada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus bersumber pada Al-Qur’an. Karena didalam Al-Qur’an menyuruh manusia mempelajari kejadian diri sendiri, alam semesta, dan sejarah umat islam dimuka bumi dengan cermat dan mendalam serta mengambil pelajaran darinya agar dapat menggunakan akal untuk mencari ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya rahman mempertegas bahwa yang terpenting adalah bukan menciptakan ilmu pengetahuan yang islami tetapi menciptakan pemikir besar yang berfikiran positif dan konstruktif.
Pengaruh pemikiran fazlur rahman terhadap pendidikan agama islam di Indonesia
Secara umum kita mengetahui bahwa pemikiran akan berkembang dalam masyarakat bila didukung dengan beberapa factor. Pertama, ketokohan orang yang membawa ide, kedua, kekuatan ide yang dikembangkan bersifat rasional dan argumentative, ketiga, momentum sejarah memberi peluang bagi berkembangnya ide tersebut atau dengan kata lain ide tersebut sesui dengan perkembangan zaman, keempat, literature yang memuat ide-ide yang dipasarkan secara meluas, kelima, para pengikut atau murid si pembawa ide yang banyak berguru dengannya yang secara langsung atau tidak langsung mengembangkan ide tersebut.
Pengeruh pemikiran fazlurrahman terhadap perkembangan pendidikan agama islam di Indonesia diantaranya melahirkan tokoh-tokoh pembaharuan yang mengadopsi pemikirannya seperti ahmad syafi’I ma’arif, nurkholid majid, taufik adnan amal.
Selain beberapa identifikasi diatas, realisasi dari keinginan-keinginan untuk menyempurnakan pendidikan islam terus dilaksanakan. Pendidikan islam disuro, langgar, dan masjid disempurnakan menjadi Madrasah dan pondok pesantren, jenjang kelas juga mulai dibagi menjadi kelas rendah, menengah dan tinggi. Dalam perkembangannya terutama pada sisitem madrasah dibedakan menjadi 2 macam, yaitu madrasah Diniyyah, Madrasah yang khusu memberikan pendidikan dan pengajaran agama, dan juga pengajaran umum. jenis madrasah yang disebut terakhir itu terdiri dari 3 angkatan yaitu, untuk tingkat pertama disebut Madrasah Ibtidaiyyah, untu tingkat menengah pertama disebut Madrsah Tsanawiyyah dan untuk tingkah menengah keatas disebut Madrasah Aliyyah.
Disamping system dan metode, gerakan pembaharuan islam juga mempengaruhi tujuan dan isi atau materi pendidikan islam. Bila sebelum ada gerakan pembaharuan titik berat pelajaran pada penggunaan bahasa arab secara fasih dan mengetahui ajaran islam maka gerakan pembaharuan ini menghendaki murid-murid dapat menggali ajaran islam dari sumbernya yang asli dan kemudian dapat mengembangkannya. Oleh karena itu dari pendidikan agama islam lebih di tekankan penguasaan secara aktif ilmu alat yaitu bahasa. Kemudian untuk memberikan bekal kepada anak didik agar dapat beradaptasi dengan suasana modern maka lembaga pendidikan Madrasah terdorong untuk memberikan ilmu agama dan juga ilmu pengetahuan umum.
Perlunya pemberian ilmu pengetahuan umum pada lembaga pendidikan agama itu semakin menjadi kebutuhan yang mendesak sejalan pembangunan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, agar para lulusan sekolah khususnya Madrasah dapat menyesuaikan diri dengan alam yang telah maju.
Dari beberapa uraian diatas jelas sekali bahwa fazlur rahman memiliki pengaruh yang kuat dalam proses transformasi perkembangan pendidikan agama islam di Indonesia. Beberapa kurikulum yang bekembang dalam sejarah pendidikan agama islam yang dibahas oleh fazlur rahman banyak diadopsi beberapa lembaga pendidikan yang disebutkan diatas. Tetapi penerapan metodologi dalam memahami Al-Qur’an seperti yang disampaikan fazlur rahman, belum membumi di berbagai lembaga pendidikan agama islam.
Kamis, 05 Januari 2012
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Published :
06.03
Author :
sadamcenter
A. Epistemologi Pendidikan
1. Pengertian Epistemologi Pendidikan
Epistemologi terdiri dari dua kata, “epistime” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Epistemologi sebagai satu kesatuan kata yang aktif berarti ilmu tentang pengetahuan. Ilmu tentang pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan tentang ilmu. Pengetahuan tentang ilmu cenderung menerangkan tentang metafisika atau sering kita sebut dengan filsafat. Sedangkan ilmu tentang pengetahuan (epistemologi) lebih bersifat sistematis, koheren, dan konsisten jika lebih disederhanakan lagi akan mengarah pada ilmu (sains).
Dalam arti khusus, konsep ilmu tentang pengetahuan bersifat konkret, sedangkan konsep pengetahuan tentang ilmu pendidikan bersifat abstrak dan meluas. Dalam hal ini, perlu pemahaman yang baik ketika kita memahami tentang epistemologi.
Istilah pendidikan juga mempunyai rumusan yang sama seperti konsep epistemologi. Merumuskan pengertian atau tanda khusus dalam konsep pendidikan harus membedakan posisinya, yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari suatu frase kalimat. Secara tata bahasa, konsep epistemologi pendidikan disusun menurut kaidah subyek-obyek. Epistemologi sebagai subyek dan pendidikan sebagai obyek. Konsep epistemologi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mencari tahu tentang asal-usul, jangkauan wilayah dan arah dari perkembangan ilmu pendidikan sebagai suatu obyek penelitian serta ditelaah secara sistematis, koheren dan konsisten dari awal sampai akhir.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan, dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan. Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini berhak disebut pengetahuan pendidikan.
Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas. Pendidikan sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia. Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu yang mengalami proses perubahan kearah yang lebih baik dari proses sebelumnya.
Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969) adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional mempunyai tujuan yanng jelas yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN.
Menurut Zahar Idris (1987) berpendapat bahwa Pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yan mepunyai hubungan fungsionl dlam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseoang sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik ndonesia Tahun 1945.
3. Fungsi Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan adalah memberikan bantuan, arahan bagi siswa untuk mengembangkan dan memunculkan potensi dalam dirinya. Selain itu, fungsi pendidikan secara mikro adalahmembantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik untuk mengolah potensi yang dimiliki siswa.
Di Indonesia, pendidikan nasional dikonsepsikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini secara nyata tertuang dalam UU No. Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan produk hukum lainnya.
Merujuk penjelasan diatas, fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusia yang beriman, cerdas kompetitif dan bermartabat. Beriman mengandung makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi tuhan dan mengikuti ajaran dan menjahui laranga-Nya. Kecerdasan intelektual tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang IPTEKS, serta insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
Untuk mencapai tujuan dan fungsi pendidikan di atas, pendidikan nasional harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip tertentu, yaitu: (1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (2) sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna; (3) sebagi suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan berlangsung sepanjang hayat; (4) memberi keteladanan, membangn kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
1. Pengertian Epistemologi Pendidikan
Epistemologi terdiri dari dua kata, “epistime” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang berarti ilmu. Epistemologi sebagai satu kesatuan kata yang aktif berarti ilmu tentang pengetahuan. Ilmu tentang pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan tentang ilmu. Pengetahuan tentang ilmu cenderung menerangkan tentang metafisika atau sering kita sebut dengan filsafat. Sedangkan ilmu tentang pengetahuan (epistemologi) lebih bersifat sistematis, koheren, dan konsisten jika lebih disederhanakan lagi akan mengarah pada ilmu (sains).
Dalam arti khusus, konsep ilmu tentang pengetahuan bersifat konkret, sedangkan konsep pengetahuan tentang ilmu pendidikan bersifat abstrak dan meluas. Dalam hal ini, perlu pemahaman yang baik ketika kita memahami tentang epistemologi.
Istilah pendidikan juga mempunyai rumusan yang sama seperti konsep epistemologi. Merumuskan pengertian atau tanda khusus dalam konsep pendidikan harus membedakan posisinya, yang berdiri sendiri atau sebagai bagian dari suatu frase kalimat. Secara tata bahasa, konsep epistemologi pendidikan disusun menurut kaidah subyek-obyek. Epistemologi sebagai subyek dan pendidikan sebagai obyek. Konsep epistemologi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha mencari tahu tentang asal-usul, jangkauan wilayah dan arah dari perkembangan ilmu pendidikan sebagai suatu obyek penelitian serta ditelaah secara sistematis, koheren dan konsisten dari awal sampai akhir.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional
Epistemologi memandang pendidikan sebagai ide, gagasan, dan pemikiran yang berdasarkan kaidah tertentu secara metodologis dan sistematis. Semakin ketat satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat tertinggi dalam sistem ilmu pendidikan. Bahasan seperti itu dapat disebut sebagai ilmu pendidikan. Apabila semakin toleran dan bebas satu sistem bahasan pendidikan dalam mematuhi persyaratan ilmiah maka ia menduduki peringkat terendah, bahasan seperti ini berhak disebut pengetahuan pendidikan.
Pandangan ilmu pengetahuan mengenai pengertian pendidikan yaitu bahwa pengertian pendidikan bersifat terbatas. Pendidikan sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan membentang luas ide, gagasan, dan pemikiran manusia. Akan tetapi, apabila kita kumpulkan dan ditarik sebuah pengertian umum maka kita dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya pendidikan adalah segala sesuatu yang mengalami proses perubahan kearah yang lebih baik dari proses sebelumnya.
Pengertian pendidikan nasional menurut Sunarya (1969) adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut. Sedangkam menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pengertian pendidikan nasional adalah suatu usaha untuk membimbing warga Indonesia menjadi manusia yang berjiwa pancasila, yang mempunyai kepribadian yang berdasarkan akan ketuhananan berkesadaran masyarakat dan mampu membudayakan lingkungan sekitar dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional mempunyai tujuan yanng jelas yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya (manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dilaksanakan proses pendidikan nasional, yaitu setiap lima tahun sekali biasanya ditetapkan tujuan pendidikan nasional itu dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dijelaskan dalam GBHN.
Menurut Zahar Idris (1987) berpendapat bahwa Pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yan mepunyai hubungan fungsionl dlam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseoang sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik ndonesia Tahun 1945.
3. Fungsi Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan adalah memberikan bantuan, arahan bagi siswa untuk mengembangkan dan memunculkan potensi dalam dirinya. Selain itu, fungsi pendidikan secara mikro adalahmembantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik untuk mengolah potensi yang dimiliki siswa.
Di Indonesia, pendidikan nasional dikonsepsikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini secara nyata tertuang dalam UU No. Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan produk hukum lainnya.
Merujuk penjelasan diatas, fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusia yang beriman, cerdas kompetitif dan bermartabat. Beriman mengandung makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi tuhan dan mengikuti ajaran dan menjahui laranga-Nya. Kecerdasan intelektual tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang IPTEKS, serta insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.
Untuk mencapai tujuan dan fungsi pendidikan di atas, pendidikan nasional harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip tertentu, yaitu: (1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (2) sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna; (3) sebagi suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan berlangsung sepanjang hayat; (4) memberi keteladanan, membangn kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Epistemologi multikulturalisme
Published :
06.03
Author :
sadamcenter
A. Epistemologi multikulturalisme
1. Pengertian multikulturalisme
Untuk beberapa saat lamanya, multikulturalisme adalah istilah yang samar. Di satu sisi, ada keinginan yang jelas untuk mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan lain adalah baik atau setidaknya mengandung kebaikan sehingga kita dapat belajar dari mereka. Terkadang kita menyadari, bahwa di masa lalu kita kerap memberikan penilaian yang salah terhadap kebudayaan-kebudayaan lain, suatu penilaian yang didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan pemahaman yang kurang memadai. Di sisi lain, ada pula keinginan untuk mengisolasi kebudayaan-kebudayaan lain tersebut dalam penilaian negatif kita. Penilaian negatif ini muncul dari pengalaman masa lampau dan juga sikap protektif terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan lain.
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Ada banyak ilmuwan dunia yang memberikan definisi kultur dan sangat beragam, walaupun demikian ada beberapa titik kesamaan yang mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak menjelaskan bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus, antara lain:
a. Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus.
b. Kultur adalah sesuatu yang dipelajari.
c. Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami.
d. Kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat.
Dari karakteristik ini, dapat dikembangkan pemahaman terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah pemahaman tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan pemahaman, saling pengertian, toleransi dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan.
Multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
Untuk memahami multikulturalisme, dibutuhkan alternatif pemaknaan tentang ideologi. Pandangan dua tokoh berikul ini yaitu Antonio Gramsci dan Michel Bahktin tampaknya penting untuk dilihat. Menurut mereka, ideologi lebih merupakan masalah “partisipasi” daripada dominasi atau manipulasi; dalam arti luas lebih merupakan persoalan “pandangan dunia” daripada propaganda partisan.
Intinya, multikulturalisme meyakini bahwa ketika orang-orang hidup saling berdekatan, ada keharusan interaksi antara kebudayaan-kebudayaan. Tak seorangpun dapat hidup terisolasi sepenuhnya. Yang kita butuhkan untuk saling mengenal keragaman budaya nusantara dan mancanegara adalah pendidikan.
2. Sejarah multikulturalisme
B. Pendidikan Multikultural
1. Pengertian pendidikan multikultural
Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Namun demikian, bukan berarti bahwa definisi pendidikan multikulturaltidak ada atau tidak jelas keberadaannya. Dalam menafsirkan pendidikan multikultural terdapat perbedaan antara satu pakar dengan pakar lainnya, semua itu tergantaung pendekatan yang digunakan oleh para pakar tersebut.
Meminjam pendapat andersen dan cusher (1994:320), bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian James Banks (1993:3), mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah tuhan/sunatullah). Kemudian, bagaimana kita mampu mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
Ada dua istilah yang penting berdekatan secara makna dan merupakan suatu perkembangan yang berkesinambungan, yakni pendidikan multietnik dan pendidikan multikultural. Pendidikan multuetnik sering digunakan di dunia pendidikan sebagi suatu usaha sistematik yang berjenjang dalam rangka menjembatani kelompok-kelompok rasial dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan memiliki potensi untuk melahirkan ketegangan dan konflik. Sementara itu, pendidikan multikultural memperluas payung pendidikan multietnik sehingga memasukkan isu-isu lain seperti gender, hubungan antar agama, dll.
2. Konsep pendidikan multikultural
3. Pendekatan pendidikan multikultural
1. Pengertian multikulturalisme
Untuk beberapa saat lamanya, multikulturalisme adalah istilah yang samar. Di satu sisi, ada keinginan yang jelas untuk mengatakan bahwa kebudayaan-kebudayaan lain adalah baik atau setidaknya mengandung kebaikan sehingga kita dapat belajar dari mereka. Terkadang kita menyadari, bahwa di masa lalu kita kerap memberikan penilaian yang salah terhadap kebudayaan-kebudayaan lain, suatu penilaian yang didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan pemahaman yang kurang memadai. Di sisi lain, ada pula keinginan untuk mengisolasi kebudayaan-kebudayaan lain tersebut dalam penilaian negatif kita. Penilaian negatif ini muncul dari pengalaman masa lampau dan juga sikap protektif terhadap pengaruh kebudayaan-kebudayaan lain.
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Ada banyak ilmuwan dunia yang memberikan definisi kultur dan sangat beragam, walaupun demikian ada beberapa titik kesamaan yang mempertemukan keragaman definisi yang ada tersebut. Salah satunya dapat dilakukan lewat pengidentifikasian karakteristiknya. Conrad P. Kottak menjelaskan bahwa kultur memiliki beberapa karakter khusus, antara lain:
a. Kultur adalah sesuatu yang general dan spesifik sekaligus.
b. Kultur adalah sesuatu yang dipelajari.
c. Kultur dapat membentuk dan melengkapi sesuatu yang alami.
d. Kultur adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama yang menjadi atribut bagi individu sebagai anggota dari kelompok masyarakat.
Dari karakteristik ini, dapat dikembangkan pemahaman terhadap multikulturalisme, yaitu sebuah pemahaman tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan pemahaman, saling pengertian, toleransi dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan.
Multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
Untuk memahami multikulturalisme, dibutuhkan alternatif pemaknaan tentang ideologi. Pandangan dua tokoh berikul ini yaitu Antonio Gramsci dan Michel Bahktin tampaknya penting untuk dilihat. Menurut mereka, ideologi lebih merupakan masalah “partisipasi” daripada dominasi atau manipulasi; dalam arti luas lebih merupakan persoalan “pandangan dunia” daripada propaganda partisan.
Intinya, multikulturalisme meyakini bahwa ketika orang-orang hidup saling berdekatan, ada keharusan interaksi antara kebudayaan-kebudayaan. Tak seorangpun dapat hidup terisolasi sepenuhnya. Yang kita butuhkan untuk saling mengenal keragaman budaya nusantara dan mancanegara adalah pendidikan.
2. Sejarah multikulturalisme
B. Pendidikan Multikultural
1. Pengertian pendidikan multikultural
Sebagai sebuah wacana baru, pengertian pendidikan multikultural sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Namun demikian, bukan berarti bahwa definisi pendidikan multikulturaltidak ada atau tidak jelas keberadaannya. Dalam menafsirkan pendidikan multikultural terdapat perbedaan antara satu pakar dengan pakar lainnya, semua itu tergantaung pendekatan yang digunakan oleh para pakar tersebut.
Meminjam pendapat andersen dan cusher (1994:320), bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian James Banks (1993:3), mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah tuhan/sunatullah). Kemudian, bagaimana kita mampu mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
Ada dua istilah yang penting berdekatan secara makna dan merupakan suatu perkembangan yang berkesinambungan, yakni pendidikan multietnik dan pendidikan multikultural. Pendidikan multuetnik sering digunakan di dunia pendidikan sebagi suatu usaha sistematik yang berjenjang dalam rangka menjembatani kelompok-kelompok rasial dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan memiliki potensi untuk melahirkan ketegangan dan konflik. Sementara itu, pendidikan multikultural memperluas payung pendidikan multietnik sehingga memasukkan isu-isu lain seperti gender, hubungan antar agama, dll.
2. Konsep pendidikan multikultural
3. Pendekatan pendidikan multikultural
PERKEMBANGAN RASA AGAMA PADA REMAJA
Published :
05.59
Author :
sadamcenter
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu ciri masyarakat Indonesia di mana sebagian besar remaja kita bertempat tinggal adalah masyarakat transisi yang sedang beranjak dari keadaan yang tradisional menuju kepada kondisi yang lebih modern. Hanya sebagian kecil remaja, yaitu yang tinggal di masyarakat yang belum terjangkau prasarana komunikasi, yang masih hidup di alam yang benar-benar masih tradisional.
Banyak permasalahan yang muncul pada diri seorang remaja, baik yang muncul dari dalam diri pribadinya sendiri sampai ke dalam lingkup masyarakat luas. Permasalahan yang muncul semenjak masuk usia remaja hingga berakhirnya masa remaja yaitu antara usia 18 tahun sampai 24 tahun. Begitu banyaknya problem yang ada pada remaja sehingga membutuhkan pembahasan yang khusus, sehingga akan menemukan jawaban-jawaban terhadap problem yang ada pada remaja tersebut.
Untuk itu, tak luput jaga perlunya peran pendidikan dalam menyelesaikan persoalan yang ada pada remaja tersebut, dan yang lebih khusus lagi adalah perlunya peran serta pendidikan agama di dalamnya. Untuk pembahasan lebih lanjut akan kami bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan rasa agama pada usia remaja dan implikasinya terhadap PAI?
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasandan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tujuan pendidikan agama Islam adalah mencapai pertumbuhan yang seimbang dalamkepribadian manusia secara total melalui palatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan panca indra. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya menjadi pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu, maupun secara kolektif dan memotifasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan.
Untuk menelaah tugas-tugas pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga pendekatan, yaitu: (1) pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi; (2) pendidikan dipandang sebagi pewarisan budaya; (3) pendidikan dipandang sebagai interaksi antara pengembangan potensi dan pewarisan budaya.
Tugas pendidikan Islam ini merupakan realisasi dari pengertian menumbuhkan dan mengembangkan potensi. Asumsi tugas iniadalah bahwa manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut. Pendidikan berusaha untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi-potensi laten yang ada pada diri peserta didik.
B. Masalah atau Problema Remaja
1. Pengertian Remaja
Sebenarnya sampai sekarang belum ada kata sepakat antara para ahli ilmu pengetahuan tentang batas umur remaja. Karena hal itu tergantung kepada keadaan yang berlaku di daerah dimana orang tersebut tinggal. Dari segi pandang masyarakat, jika suatu daerah itu sudah lebih berkembang maka masa remajanya juga panjang, begitu juga sebaliknya.
Jika kita berbicara masalah psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan dimana remaja itu tinggal. Yang dapat dtentukan adalah permulaannya yaitu sekitar akhir umur 12 tahun atau 13 tahun, dan masa remaja akhir yaitu antara umur 18 tahun sampai umur 21 tahun.
Remaja adalah suatu masa dari umur manusia, yang paling banyak mengalami perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa anak-anak menuju kepada masa dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi segala segi kehidupan manusia, yaitu: jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial.
2. Masalah Remaja
Yang dimaksud dengan problema remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan. Masalah yang dihadapi para remaja sangatlah banyak. Problema tersebut ada yang mudah dan dapat dipecahkan sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang timbul sulit dipecahkannya, dalam hal ini agar tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Diantara ahli jiwa ada yang berpendapat, bahwa remaja dan problemanya tak lain dari hasil akibat kemajuan zaman yang berarti bahwa kemajuan zaman yang kompeks itulah yang menyebabkan timbulnya fase remaja yang panjang itu, yang berlangsung kira-kira dari umur 13 tahun sampai umur 21 tahun.
Dalam masa yang panjang itu renaja mempersiapkan dirinya dengan bekal ilmu pengetahuan dan kecakapan, serta ketrampilan yang memungkinkan masuk kedalam masyarakat orang dewasadan sanggup berintegrasa dan serasi dengan mereka.
Untuk itu, secara garis besar ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para remaja adalah sebagai berikut: (1) masalah yang menyangkut jasmani, (2) masalah hubungan dengan orang tua, (3) masalah agama, (4) masalah hari depan, (5) masalah sosial, dan (6) masalah akhlak. Dari berbagai permasalahn yang telah disebutkan diatas, maka disini akan dibahas secara singkat dengan mengerucutkan permasalahan pada permasalahan remaja terhadap agama.
Perubahan cepat yang terjadi pada tubuh remaja itu disertai oleh dorongan-dorongan yang terkadang berlawanan dengan nilai-nilai yang pernah didapatinya, baik itu dari lingkungan keluarga atau yang lebih spesifiknya orang tua maupun dari lingkunagn luar, baik itu dari pendidikan maupun masyarakat sekitarnya. Misalnya, ia mulai merasakan getaran-getaran cinta pada lawan jenis, tidak puas dengan apa yang diperintahkan orang tua, guru, sehingga menyebabkan perasaan tidak tenang, gelisah, cemas, marah sedih dan sebagainya itu berkecamuk dalam dirinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut menambah suramnya keadaan, karena tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Di samping itu karena perubahan nilai dalam bidang ekonomi dan sosial telah menyebabkan orang-orang tua semakin lama hidup di luar rumah dan keluarganya.
Akibatnya perhatian dan pengarahan serta bimbingan terhadap perkembangan psikis-mental anak-anaknya menjadi terabaikan dan gersang. Mereka berkembang dalam kondisi kering dan pragmatis dan tidak jarang membuat kelompok-kelompok yang asosial dan cenderung hedonistis. Penghargaan terhadap nilai-nilai agama menjadi memudar dan berkurang, dan pada saatnya akan menghilang sama sekali.
Masa remaja adalah merupakan masa yang paling indah. Tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan dalam kehidupan dapat mengurangi bahka merenggut taraf kebahagiaannya. Salah satu salah satu yang menyebabkan mereka bingung dan menderita serta tidak tahu secara pasti tentang apa yang seharusnya dilakukannya, ialah permasalahan seks yang sedang muncul dan melanda kehidupannya.
Masalah seks pada masa remaja sebenarnya tidaklah perlu dirisaukan dan digelisahkan apalagi menjadi diri kehilangan bentuk dan salah tingkah.sebab keadaan yang demikian dapat menjadi dasar ketidakberuntungan di masa-masa mendatang. Dengan memperhatikan nilai-nilai sosial yang berlaku dan mentaati tuntunan agama yang diyakininya akan mampu mengeliminasi permasalahn tersebut hingga memasuki usia dewasa.
3. Usaha untuk memahami remaja
Kaum remaja adalah mereka yang sedang berada dalam jenjang usia menuju kedewasaan yang penuh tnggung jawab. Masa transisi yang ditandai oleh berbagai macam gejolak yang menimbulkan ketidakseimbangan pikiran dan perasaan.
Pendekatan manapun yang dilakukan oleh para pendidik, sebelum maupun setelah bersamaan dengan usaha konkrit dilakukan, sangat perlu adanya pengertian dan pemahaman para pendidikterhadap perkembangan remaja. Tanpa pengertian dan pemahaman dimaksud membuka kemungkinan timbulnya ekses-ekses yang tidak diharapkan.
Salah satu usaha usaha yang dapat dilakukan untuk memahami dan mengerti remaja adalah dengan mengetahui dan mengerti tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja, khususnya dalam mengantarkan remaja menuju kematangan psikis dan kematangan sosialnya.
C. Rasa Agama Pada Remaja dan implikasinya dalam PAI
Ada beberapa pengertian Psikologi agama yang dijelaskan oleh para psikolog agama. Salah satunya adalah seperti yang di jelaskan oleh Clark, Rasa agama adalah pengalaman batin seseorang ketika dia merasakan adanya Tuhan, khususnya bila efek dari pengalaman itu terbukti dalam bentuk perilaku, yaitu ketika dia secara aktif berusaha menyesuaikan hidupnya dengan Tuhan.
Selain pengartian di atas juga ada pengertian lain mengenai Rasa Agama adalah Kristal-kristal nilai agama yang berada pada diri manusia sebagai produk dari proses internalisasi nilai agama melalui pengalaman semenjak usia dini yang dilakukan secara kontinu, konsisten dan berkelanjutan.
Dimensi-dimensi rasa agama dapat diutarakan sebagai berikut; (1) Religious Belief untuk mengukur seberapa jauh seseorang mempercayai doktrin-doktrin agamanya; (2) Religious Practice untuk mengukur seberapa jauh seseorang melaksanakan kewajiban peribadatan agamanya; (3) Religious Feeling untuk mengukur seberapa dalam (intesif) rasa kebertuhanan seseorang; (4) Religious knowledge untuk mengukur intelektualitas keagamaan seseorang; (5) Religious effects untun mengukur tentang pengaruh ajaran agama terhadap perilaku sehari-hari yang tidak terkait dengan perilaku ritual; (6) Community mengukur seberapa jauh seseorang terlibat secara sosial pada komunitas agamanya.
Karakter rasa agama pada usia remaja adalah sebagai berikut religious awkening, individualistic, sintesis, konvensional, maknawi, reflektif, agama menjawab persoalan pribadi, agama dan kelompok sosial, religious doubt, dan conversi (religious secara cepat). Dari karakter tersebut masih bisa dispesifikan lagi kedalam hal-hal yang lebih rinci.
Kondisi kejiwaan pada usia remaja adalah penuh dengan keguncangan. Hal ini memerlukan agama dan membutuhkansuatu pegangan atau kekuatan dari luar yang mampu membantu mengatasi goncangan-goncangan tersebut yang sebelumnya belum pernah mereka alami.
Berbicara mengenai kegoncangan jiwa pada usia remaja, kita perlu meninjau akibatnya terhadap keyakinan agamanya. Karena perasaan memegang peranan penting dalam menentukan sikap dan tindak agama seseorang.
Studi Piaget dan Goldman menunjukan bahwa perkembangan kognitif selama remaja berubah dan membuat cara berfikir secara kualitatif berbeda dengan cara berfikir anak. Remaja memperkembangkan kemampuan untuk membangun teori dan menilai alasan–alasannya. Mereka dapat memperlakukan pemikiran dan perasaan sendiri sebagai objek yang ada di luar mereka dan berfikir tentangnnya.
Seseorang remaja yang sangat kecewa dalam hidupnya, dapat saja menentang Tuhan, hal itu terjadi karena dia merasa ditinggalkan oleh Tuhan dalam mengahadapi goncanagan-goncangan yang ia alami. Kekecewaan remaja tidak hanya bertumpu pada masalah pribadinya saja, bahkan ke hal-hal yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitarnya yang merasa bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarkat.
Sebenarnya kondisi perasaan Remaja terhadap Tuhan tidaklah menentu, kadang sangat cinta, dan terkadang menjadi acuh tak acuh atau menentang ketika ia merasa kecewa, menyesal, putus asa dan merasa dirinya ditinggalkan oleh Tuhan.
Dalam pembinaan moral, terutama bagi remaja, pendidikan agama sangat penting, pendidikan itu terjadi melalui pembiasaan yang dilakukan semenjak usia dini dan dilakukan pengalaman hidup yang baik yang dilakukan oleh orang tua maupun lembaga pendidikan agama serta lingkunagn yang harus mendukung kesemuaannya itu.
Dalam pendidikan moral itu tidaklah dapat dilakukan hanya dengan pengertian saja atau secara teoritis belaka, akan tetapi haruslah dilakukan dengan langkah-langkah konkrit yang diberikan atau dibimbing oleh orang tua maupun lembaga pendidikan. Pendidikian memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pendidikan atau pembinaan moral untuk para remaja.
Memang benar, bahwa remaja akan berusaha keras untuk mempertahankan harga dirinya dihadapan masyarakat, akan tetapi terkadang apa yang mereka lakukan kalah dengan dorongan-dorongan dan bujukan luar.
Suatu usaha penyelamat bagi remaja adalah ketekunan menjalankan agama dan jauh sama sekali dari perbuatan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat terutama dalam pelanggaran kesusilaan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana lembaga pendidikan agama mampu menjembatani pembinaan terhadap remaja yang mampu menjadikan remaja yang berkualitas untuk masa datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasa agama usia remaja merupakan salah satu aspek kejiwaan yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk dipelajari. Banyak hal yang terkandung dalam pribadi remaja yang banyak orang bilang sangat kontroversial, karena begitu banyaknya problem yang dialami oleh para remaja, karena terjadi pada remaja adalah masa dimana terjadi perubahan-perubahan atau masa transisi.
Dalam masa transisi tersebut perkembangan rasa agama usia remaja mengalami suasana transisi yaitu situasi keagamaan yang berada dalam perjalanan menuju kedewasaan rasa keagamaan, yang mampu mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab serta menjadikan agama sebagai dasar filsafat hidup.
Dinamika perkembangan keagamaan usia remaja mengalami berbagai situasi yang dipengaruhi oleh dinamika internal remaja itu sendiri, serta kreatifitas eksternal sebagi factor luar yang kondusif terhadap perkembangan keagamaan. Pertemuan kedua factor itu akan membentuk interaksi positif yang mengarahkan perkembangan keagamaan remaja menuju kedewasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M, Amin, Dkk. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Klijaga
Basri, Hasan. Remaja Berkualitas Problematika remaja dan solusinya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996
Daradjat, Zakiah. Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang. 1976
_____________. Problema Remaja di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Mappiare, Andi. Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional. 1982
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2006
Panuju,Panut & Umami, Ida. Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2005
W. Crapps, Robert. Perkembangan Kepribadian Dan Keagamaan, Yogyakarta: Kanisius. 1994
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu ciri masyarakat Indonesia di mana sebagian besar remaja kita bertempat tinggal adalah masyarakat transisi yang sedang beranjak dari keadaan yang tradisional menuju kepada kondisi yang lebih modern. Hanya sebagian kecil remaja, yaitu yang tinggal di masyarakat yang belum terjangkau prasarana komunikasi, yang masih hidup di alam yang benar-benar masih tradisional.
Banyak permasalahan yang muncul pada diri seorang remaja, baik yang muncul dari dalam diri pribadinya sendiri sampai ke dalam lingkup masyarakat luas. Permasalahan yang muncul semenjak masuk usia remaja hingga berakhirnya masa remaja yaitu antara usia 18 tahun sampai 24 tahun. Begitu banyaknya problem yang ada pada remaja sehingga membutuhkan pembahasan yang khusus, sehingga akan menemukan jawaban-jawaban terhadap problem yang ada pada remaja tersebut.
Untuk itu, tak luput jaga perlunya peran pendidikan dalam menyelesaikan persoalan yang ada pada remaja tersebut, dan yang lebih khusus lagi adalah perlunya peran serta pendidikan agama di dalamnya. Untuk pembahasan lebih lanjut akan kami bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perkembangan rasa agama pada usia remaja dan implikasinya terhadap PAI?
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensinya, guna mencapai keselarasandan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tujuan pendidikan agama Islam adalah mencapai pertumbuhan yang seimbang dalamkepribadian manusia secara total melalui palatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan panca indra. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya menjadi pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu, maupun secara kolektif dan memotifasi semua aspek tersebut ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan.
Untuk menelaah tugas-tugas pendidikan Islam dapat dilihat dari tiga pendekatan, yaitu: (1) pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi; (2) pendidikan dipandang sebagi pewarisan budaya; (3) pendidikan dipandang sebagai interaksi antara pengembangan potensi dan pewarisan budaya.
Tugas pendidikan Islam ini merupakan realisasi dari pengertian menumbuhkan dan mengembangkan potensi. Asumsi tugas iniadalah bahwa manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan merupakan proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut. Pendidikan berusaha untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi-potensi laten yang ada pada diri peserta didik.
B. Masalah atau Problema Remaja
1. Pengertian Remaja
Sebenarnya sampai sekarang belum ada kata sepakat antara para ahli ilmu pengetahuan tentang batas umur remaja. Karena hal itu tergantung kepada keadaan yang berlaku di daerah dimana orang tersebut tinggal. Dari segi pandang masyarakat, jika suatu daerah itu sudah lebih berkembang maka masa remajanya juga panjang, begitu juga sebaliknya.
Jika kita berbicara masalah psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan dimana remaja itu tinggal. Yang dapat dtentukan adalah permulaannya yaitu sekitar akhir umur 12 tahun atau 13 tahun, dan masa remaja akhir yaitu antara umur 18 tahun sampai umur 21 tahun.
Remaja adalah suatu masa dari umur manusia, yang paling banyak mengalami perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa anak-anak menuju kepada masa dewasa. Perubahan-perubahan yang terjadi itu, meliputi segala segi kehidupan manusia, yaitu: jasmani, rohani, pikiran, perasaan dan sosial.
2. Masalah Remaja
Yang dimaksud dengan problema remaja adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan. Masalah yang dihadapi para remaja sangatlah banyak. Problema tersebut ada yang mudah dan dapat dipecahkan sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang timbul sulit dipecahkannya, dalam hal ini agar tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Diantara ahli jiwa ada yang berpendapat, bahwa remaja dan problemanya tak lain dari hasil akibat kemajuan zaman yang berarti bahwa kemajuan zaman yang kompeks itulah yang menyebabkan timbulnya fase remaja yang panjang itu, yang berlangsung kira-kira dari umur 13 tahun sampai umur 21 tahun.
Dalam masa yang panjang itu renaja mempersiapkan dirinya dengan bekal ilmu pengetahuan dan kecakapan, serta ketrampilan yang memungkinkan masuk kedalam masyarakat orang dewasadan sanggup berintegrasa dan serasi dengan mereka.
Untuk itu, secara garis besar ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para remaja adalah sebagai berikut: (1) masalah yang menyangkut jasmani, (2) masalah hubungan dengan orang tua, (3) masalah agama, (4) masalah hari depan, (5) masalah sosial, dan (6) masalah akhlak. Dari berbagai permasalahn yang telah disebutkan diatas, maka disini akan dibahas secara singkat dengan mengerucutkan permasalahan pada permasalahan remaja terhadap agama.
Perubahan cepat yang terjadi pada tubuh remaja itu disertai oleh dorongan-dorongan yang terkadang berlawanan dengan nilai-nilai yang pernah didapatinya, baik itu dari lingkungan keluarga atau yang lebih spesifiknya orang tua maupun dari lingkunagn luar, baik itu dari pendidikan maupun masyarakat sekitarnya. Misalnya, ia mulai merasakan getaran-getaran cinta pada lawan jenis, tidak puas dengan apa yang diperintahkan orang tua, guru, sehingga menyebabkan perasaan tidak tenang, gelisah, cemas, marah sedih dan sebagainya itu berkecamuk dalam dirinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut menambah suramnya keadaan, karena tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Di samping itu karena perubahan nilai dalam bidang ekonomi dan sosial telah menyebabkan orang-orang tua semakin lama hidup di luar rumah dan keluarganya.
Akibatnya perhatian dan pengarahan serta bimbingan terhadap perkembangan psikis-mental anak-anaknya menjadi terabaikan dan gersang. Mereka berkembang dalam kondisi kering dan pragmatis dan tidak jarang membuat kelompok-kelompok yang asosial dan cenderung hedonistis. Penghargaan terhadap nilai-nilai agama menjadi memudar dan berkurang, dan pada saatnya akan menghilang sama sekali.
Masa remaja adalah merupakan masa yang paling indah. Tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan dalam kehidupan dapat mengurangi bahka merenggut taraf kebahagiaannya. Salah satu salah satu yang menyebabkan mereka bingung dan menderita serta tidak tahu secara pasti tentang apa yang seharusnya dilakukannya, ialah permasalahan seks yang sedang muncul dan melanda kehidupannya.
Masalah seks pada masa remaja sebenarnya tidaklah perlu dirisaukan dan digelisahkan apalagi menjadi diri kehilangan bentuk dan salah tingkah.sebab keadaan yang demikian dapat menjadi dasar ketidakberuntungan di masa-masa mendatang. Dengan memperhatikan nilai-nilai sosial yang berlaku dan mentaati tuntunan agama yang diyakininya akan mampu mengeliminasi permasalahn tersebut hingga memasuki usia dewasa.
3. Usaha untuk memahami remaja
Kaum remaja adalah mereka yang sedang berada dalam jenjang usia menuju kedewasaan yang penuh tnggung jawab. Masa transisi yang ditandai oleh berbagai macam gejolak yang menimbulkan ketidakseimbangan pikiran dan perasaan.
Pendekatan manapun yang dilakukan oleh para pendidik, sebelum maupun setelah bersamaan dengan usaha konkrit dilakukan, sangat perlu adanya pengertian dan pemahaman para pendidikterhadap perkembangan remaja. Tanpa pengertian dan pemahaman dimaksud membuka kemungkinan timbulnya ekses-ekses yang tidak diharapkan.
Salah satu usaha usaha yang dapat dilakukan untuk memahami dan mengerti remaja adalah dengan mengetahui dan mengerti tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja, khususnya dalam mengantarkan remaja menuju kematangan psikis dan kematangan sosialnya.
C. Rasa Agama Pada Remaja dan implikasinya dalam PAI
Ada beberapa pengertian Psikologi agama yang dijelaskan oleh para psikolog agama. Salah satunya adalah seperti yang di jelaskan oleh Clark, Rasa agama adalah pengalaman batin seseorang ketika dia merasakan adanya Tuhan, khususnya bila efek dari pengalaman itu terbukti dalam bentuk perilaku, yaitu ketika dia secara aktif berusaha menyesuaikan hidupnya dengan Tuhan.
Selain pengartian di atas juga ada pengertian lain mengenai Rasa Agama adalah Kristal-kristal nilai agama yang berada pada diri manusia sebagai produk dari proses internalisasi nilai agama melalui pengalaman semenjak usia dini yang dilakukan secara kontinu, konsisten dan berkelanjutan.
Dimensi-dimensi rasa agama dapat diutarakan sebagai berikut; (1) Religious Belief untuk mengukur seberapa jauh seseorang mempercayai doktrin-doktrin agamanya; (2) Religious Practice untuk mengukur seberapa jauh seseorang melaksanakan kewajiban peribadatan agamanya; (3) Religious Feeling untuk mengukur seberapa dalam (intesif) rasa kebertuhanan seseorang; (4) Religious knowledge untuk mengukur intelektualitas keagamaan seseorang; (5) Religious effects untun mengukur tentang pengaruh ajaran agama terhadap perilaku sehari-hari yang tidak terkait dengan perilaku ritual; (6) Community mengukur seberapa jauh seseorang terlibat secara sosial pada komunitas agamanya.
Karakter rasa agama pada usia remaja adalah sebagai berikut religious awkening, individualistic, sintesis, konvensional, maknawi, reflektif, agama menjawab persoalan pribadi, agama dan kelompok sosial, religious doubt, dan conversi (religious secara cepat). Dari karakter tersebut masih bisa dispesifikan lagi kedalam hal-hal yang lebih rinci.
Kondisi kejiwaan pada usia remaja adalah penuh dengan keguncangan. Hal ini memerlukan agama dan membutuhkansuatu pegangan atau kekuatan dari luar yang mampu membantu mengatasi goncangan-goncangan tersebut yang sebelumnya belum pernah mereka alami.
Berbicara mengenai kegoncangan jiwa pada usia remaja, kita perlu meninjau akibatnya terhadap keyakinan agamanya. Karena perasaan memegang peranan penting dalam menentukan sikap dan tindak agama seseorang.
Studi Piaget dan Goldman menunjukan bahwa perkembangan kognitif selama remaja berubah dan membuat cara berfikir secara kualitatif berbeda dengan cara berfikir anak. Remaja memperkembangkan kemampuan untuk membangun teori dan menilai alasan–alasannya. Mereka dapat memperlakukan pemikiran dan perasaan sendiri sebagai objek yang ada di luar mereka dan berfikir tentangnnya.
Seseorang remaja yang sangat kecewa dalam hidupnya, dapat saja menentang Tuhan, hal itu terjadi karena dia merasa ditinggalkan oleh Tuhan dalam mengahadapi goncanagan-goncangan yang ia alami. Kekecewaan remaja tidak hanya bertumpu pada masalah pribadinya saja, bahkan ke hal-hal yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitarnya yang merasa bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarkat.
Sebenarnya kondisi perasaan Remaja terhadap Tuhan tidaklah menentu, kadang sangat cinta, dan terkadang menjadi acuh tak acuh atau menentang ketika ia merasa kecewa, menyesal, putus asa dan merasa dirinya ditinggalkan oleh Tuhan.
Dalam pembinaan moral, terutama bagi remaja, pendidikan agama sangat penting, pendidikan itu terjadi melalui pembiasaan yang dilakukan semenjak usia dini dan dilakukan pengalaman hidup yang baik yang dilakukan oleh orang tua maupun lembaga pendidikan agama serta lingkunagn yang harus mendukung kesemuaannya itu.
Dalam pendidikan moral itu tidaklah dapat dilakukan hanya dengan pengertian saja atau secara teoritis belaka, akan tetapi haruslah dilakukan dengan langkah-langkah konkrit yang diberikan atau dibimbing oleh orang tua maupun lembaga pendidikan. Pendidikian memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pendidikan atau pembinaan moral untuk para remaja.
Memang benar, bahwa remaja akan berusaha keras untuk mempertahankan harga dirinya dihadapan masyarakat, akan tetapi terkadang apa yang mereka lakukan kalah dengan dorongan-dorongan dan bujukan luar.
Suatu usaha penyelamat bagi remaja adalah ketekunan menjalankan agama dan jauh sama sekali dari perbuatan yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat terutama dalam pelanggaran kesusilaan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana lembaga pendidikan agama mampu menjembatani pembinaan terhadap remaja yang mampu menjadikan remaja yang berkualitas untuk masa datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rasa agama usia remaja merupakan salah satu aspek kejiwaan yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk dipelajari. Banyak hal yang terkandung dalam pribadi remaja yang banyak orang bilang sangat kontroversial, karena begitu banyaknya problem yang dialami oleh para remaja, karena terjadi pada remaja adalah masa dimana terjadi perubahan-perubahan atau masa transisi.
Dalam masa transisi tersebut perkembangan rasa agama usia remaja mengalami suasana transisi yaitu situasi keagamaan yang berada dalam perjalanan menuju kedewasaan rasa keagamaan, yang mampu mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab serta menjadikan agama sebagai dasar filsafat hidup.
Dinamika perkembangan keagamaan usia remaja mengalami berbagai situasi yang dipengaruhi oleh dinamika internal remaja itu sendiri, serta kreatifitas eksternal sebagi factor luar yang kondusif terhadap perkembangan keagamaan. Pertemuan kedua factor itu akan membentuk interaksi positif yang mengarahkan perkembangan keagamaan remaja menuju kedewasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M, Amin, Dkk. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Klijaga
Basri, Hasan. Remaja Berkualitas Problematika remaja dan solusinya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996
Daradjat, Zakiah. Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang. 1976
_____________. Problema Remaja di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Mappiare, Andi. Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional. 1982
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2006
Panuju,Panut & Umami, Ida. Psikologi Remaja, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2005
W. Crapps, Robert. Perkembangan Kepribadian Dan Keagamaan, Yogyakarta: Kanisius. 1994
TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN KRITIS DI INDONESIA
Published :
05.57
Author :
sadamcenter
TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN KRITIS
DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Problematika dalam meningkatkan kualitas hidup manusia sama artinya dengan problem fundamental pendidikan itu sendiri. Prof. Proopert menyatakan dengan lantang bahwa kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan. Antara pendidikan dan kehidupan hampir tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Para filosofis mengemukakan bahwa pendidikan dan kehidupan telah menyatu dalam satu kesatuan. Pendidikan tidak lain dari suatu proses bagaimana manusia menjalani proses kehidupan begitupula sebaliknya. Pemaknaan filosofis tersebut mengindentifikasikan bahwa pendidikan adalah suatu proses bagaimana manusia menggali segenap potensi (fithrah) yang ada pada dirinya dan menghadapkannya pada lingkungan realitas yang dihadapi secara kritis dan realities.
Dalam dunia pendidikan saat ini, dikenal istilah pendidikan kritis dan demokratis. Dalam pendidikan kritis, guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Ia bukan satu-satunya sumber pemilik otoritas kebenaran dan pengetahuan. Ia juga bukan pemilik tunggal kelas. Hubungan guru dan murid bukanlah bersifat vertikal tetapi bersifat horizontal. Namun, pada faktanya dalam dunia pendidikan menunjukkan bahwa sekolah seringkali menampakkan wajahnya yang ambigu. Disatu sisi sekolah dilandaskan pada satu visi untuk membangun masyarakat demokratis dan kritis, namun terkadang pada prakteknya justru bertindak otoriter dan anti demokratis dengan tidak memberi ruang bagi tumbuhnya subjek yang kritis, toleran dan multicultural.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pada peserta didik agar tercipta suasana belajar yang kreatif dan inovatif. Pada dasarnya, pendidikan kritis sudah ada sejak abad ke-20 an. Pendidikan kritis juga telah sedikit diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia seperti di sekolah menengah atas ataupun di perguruan tinggi. Untuk lebih mengetahui tinjauan para filosofis tentang pendidikan kritis di Indonesia akan kami bahas dalam bab selanjutnya di makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapatlah kita kemukakan sebuah rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam pembahasan di bawah ini.
1. Bagaimana tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di Indonesia.
2. Untuk mendapatkan pengetahuan secara teoritis berdasarkan penelitian literer terhadap pendidikan kritis yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Kritis
Sebelum kita membahas tentang masalah pendidikan kritis di Indonesia, maka alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa itu pendidikan kritis dan apa yang melandasi munculnya pendidikan kritis.
Dilihat dari sejarah perkembangan pendidikan, maka konsep pendidikan kritis lahir pada decade 20-an dan mulai berkembang pesat sekitar decade 70-an. Awalnya merupakan pemikiran pendidikan progressif dari George S. Counts. Beliau mengemukakan tiga masalah vital pada masa itu, dan kemudian dari masalah-masalah tersebut lahirlah yang dinamakan pendidikan kritis. Masalah tersebut adalah pertama, mengkritik masalah pendidikan konservatif, kedua, memberikan ruang terhadap peranan guru untuk menjadikan pendidikan sebagai agen dari perubahan social dan yang terakhir yaitu masalah penataan ekonomi sebagai salah satu syarat untuk perbaikan pendidikan.
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah madzhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Aliran ini dalam diskursus pendidikan disebut juga “aliran kiri” karena orientasi politiknya yang berlawanan dengan madzhab liberal dan konservatif. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan melalui pemberdayaan dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis peserta didik. Pendidikan kritis bukan pendidikan yang mengambil jarak dengan masyarakat, tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan memihak pada rakyat yang tertindas.
Suatu pendidikan dikatakan pendidikan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik ideologi yang berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.
B. Konsep Pendidikan Kritis Menurut Paulo Freire
Selama ini kita dan dunia mengenal Paulo Freire sebagai tokoh pendidikan kritis. Dengan berbagai karyanya tentang pendidikan kritis, menjadikan kita semakin tidak ragu bahwa Freire benar-benar sebagai tokoh pendidikan kritis. Paulo Freire dikatakan sebagai tokoh pendidikan kritis karena pemikirannya yang menolak pendidikan sebagai media pengukuhan sistem ideologi, politik, dan ekonomi yang dominan dengan teori perlawanannya bahwa pendidikan yang ada adalah pendidikan model bank, dimana pendidikan hanya sebuah transfer ilmu pengetahuan. Bagi Freire pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menciptakan tatanan hidup yang baru, dinamis dan mensejahterakan semua lapisan masyarakat.
Berangkat dari konsep tentang manusia, Freire mengemukakan bahwa filsafat pendidikan bertumpu pada keyakinan bahwa manusia secara fithrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya. Dengan demikian, tugas utama pendidikan sebenarnya adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek. Untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua gerakan ganda: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik dan sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap “the dominant ideology” ke arah transformasi sosial. Dengan demikian tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, dekontruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Ini lahir karena adanya sistem dominan yang mengabaikan aspirasi rakyat kecil lagi tertindas sehingga tidak tercipta tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam bahasa Dr. Mansur Fakih pendidikan kritis bertugas “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil.
Dari uraian di atas kritis nampaknya lebih mengarah pada penolakan pada sistem dominan. Dengan cara-cara yang dianggapnya relevan pendidikan pun dibangun atas dasar penolakan dan keinginan baru yang tujuan akhirnya tercipta pemanusiaan manusia
Jadi sebagai mahasiswa harusnya kita tidak lagi hanya nyaman dengan semangat generasi muslim yang umumnya asyik berseminar, bersimposium namun tak bergerak di alam nyata. Maka harusnya seperti Abdullah said yang berani mendirikan Pesantren Hidayatullah dengan konsep pendidikan problem solver dan bukan sekedar pendidikan kritis dalam artian umum.
C. Analisis Pedagogik Kritis
Pertama-tama kita lihat prinsip utama dari pedagogik kritis ialah melihat proses pendidikan tidak terisolisasi dari kehidupan social masyarakat. Selanjutnya didalam kehidupan manusian abad ke-21 ini, pedagogik kritis tidak terlepas dari perubahan global yang telah melahirkan berbagai masalah krusial dalam bidang pendidikan. Pedagogic kritis mempunyai cirri-ciri khas didalam menyajikan pendidikan.
1. Analisis pedagogik kritis hendaknya mengandung suatu kesaksian negatif mengenai fakta pendidikan. Hal ini bukan berarti semata-mata untuk mengingkari atau meremehkan fakta-fakta yang tampak, melainksn fakta tersebut merupakan factor utama untuk menganalisis masalah pendidikan. Sikap negatif terutama bertujuan untuk memperjelas betapa praktik dan kebijakan pendidikan berkaitan dengan eksploitasi dan dominasi serta perjuangan untuk mematahkan dominasi tersebut didalam masyarakat. Berkaca dari hal tersebut bukan berarti bahwa pendidikan kritis adalah pendidikan yang mencari-cari kesalahan serta kekurangan suatu kebijakan dan praksis pendidikan namun bertujuan untuk mencari jalan yang lebih baik dari praktik yang berlaku.
2. Pedagogic kritis hanya akan dapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat demokratis dimana telah tumbuh secara sehat sikap toleransi dan menghargai pendapat-pendapat yang berbeda meskipun terkadang pendapat tersebut sangat pahit diterima oleh pemegang kekuasaan.
3. Didalam pemaparan analisis yang kritis, haruslah pula disertai pemaparan yang jelas serta membuka peluang untuk langkah-langkah yang mungkin dilaksanakan.serta perlu ditunjukkan melalui kajian yang mendalam tentang program yang sedang berjalan atau yang sedang direncanakan uintuk dijalankan,
4. Hal-hal yang akan digunakan sebagai penantang hegemoni yang sedang berjalan hendaknya dikemas seefektivitas mungkin agar tidak menjadi boomerang terhadap hasil-hasil dari pedagogik kritis.karena dalam suatu kekuasaan yang ditantang akan mencari banyak jalan untuk mempertahankan kekuasaan itu.
D. Pandangan Filosofis tentang Pendidikan Kritis di Indonesia
Kalau kita amati lebih seksama, sepertinya Indonesia tidak memiliki arah yang jelas mengenai pendidikan nasional; sebagai contoh setiap kali Negara kita ganti menteri pendidikan maka selalu diikuti pergantian kebijakan. Hal ini berarti pendidikan nasional semata-mata masih tunduk kepada kepentingan kekuasaan. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional indonesia tidak mempunyai arah yang jelas.
Sedangkan untuk masalah pendidikan kritis dalam arti yang sebenarnya belum ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Winarno yang melihat pembangunan pendidikan nasional tanpa strategi yang jelas sehingga menghasilkan manusia Indonesia yang tidak cerdas yang kemudian membawa manusia kepada suatu tragedi. Bahkan menurutnya ketiadaan relevansi pendidikan nasional dengan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan. Menurut beliau pendidikan agama lebih merupakan suatu pelajaran agama yang hanya perlu dihafal oleh peserta didik dan tidak untuk mewujudkannya didalam kehidupan sehari-hari. Jika diamati lebih mendalam hal ini mungkin disebabkan karena pendidikan nasional terlalu banyak dicampuri oleh pertimbangan-pertimbangan politik agamis dan bukan dititikberatkan pada pembentukan manusia Indonesia yang paripurna.
Meskipun dalam penerapannya di indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis, akan tetapi belum memenuhi arti kritis yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sudah mulai diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik. Di Indonesia, peserta didik sudah tidak dianggap lagi sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi air. Artinya, peserta didik tidak hanya dijejali dengan ilmu-ilmu dan materi-materi pembelajaran tanpa memandangnya sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Namun sebaliknya peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang penuh dengan potensi positif, aktif, kreatif, dan inovatif yang akan menumbuhkan jiwa kritis terhadap realita yang ada disekitarnya jika dikembangkan dengan maksimal.
Namun perlu diingat, bahwa dalam mengimplementasikan sikap kritis tersebut, tidaklah bebas nilai, dalam pengertian mengabaikan nilai-nilai etika mengenai tata cara berhubungan dan saling berdialog, baik antar murid maupun guru-murid. Sehingga bukan suatu pertentangan yang muncul tetapi sebaliknya, kasih sayang, saling menerima pendapat oarang lain, saling menghargai, saling melengkapi dan sebagainya.
Akan tetapi proses pembelajaran dengan sisten pendidikan kritis ini belum seutuhnya berjalan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu:
Pertama, masih banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa suatu sekolah atau perguruan tinggi itu identik untuk mencari suatu pekerjaan. Pertimbangan orang tua menyekolahkan anaknya agar mereka mendapatkan pekerjaan yang layak dan memadai setelah mereka lulus nantinya.
Kedua, proses pembelajaran masih bersifat tekstual belum faktual. Proses pembelajaran yang tekstual hanya akan melahirkan peserta didik yang bersifat statis, penghafal dan penjiplak ilmu pengetahuan yang meniadakan dimensi kreativitas. Sementara itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada faktual akan membimbing peserta didik menjadi kreatif pada permasalahan lokal dan kontekstual.
Ketiga, mengambil pendapat Djohar tentang “warung padang dan warung sate”. Pendidikan saat ini masih menerapkan seperti sistem warung sate yang tidak ada pilhan menunya. Pada pendidikan level S1 misalnya, mahasiswa telah disediakan kapling-kapling spesialisasi ilmu atau jurusan. Seharusnya, mahasiswa S1 dibawa pada “warung padang” yang disana banyak menu dan pilihan. Mahasiswa dapat mengakses disiplin ilmu yang ada, sehingga wawasan keilmuan akan samgat luas, walaupun sangat umum sekali.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pendapat filosofis, pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pembelajaran pada peserta didik. Seorang pendidik lebih diposisikan sebagai fasilitator bukan pemegang kekuasaan di dalam kelas, walaupun pada hakikatnya pendidik adalah orang yang harus tetap dihormati di dalam kelas. Secara praktis pendidikan kritis menghendaki pendidikan dan peserta didik untuk secara bebas berargumentasi tanpa merasa dibatasi oleh kedudukan masing-masing dan hanya nilai atau etikalah yang menjembatani proses ini.
Ketika pendidik mengungkapkan suatu pendapat, tidak layak peserta didik menyelanya. Begitupula sebaliknya, seorang pendidik hendaknya memberi ruang dan waktu bagi peserta didik untuk berekspresi, berargumentasi, dan berkreasi bahkan melakukan suatu inovasi. Proses pembelajaran yang seperti ini akan menumbuhkan mental kemandirian dan daya kritis peserta didik.
Para filosofis juga mengungkapkan bahwa di Indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sering diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abdurrachman dan Suyadi. Pendidikan Islam Madzhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Freire, Paulo. Tidak Ada Mengajar Tanpa Belajar dalam wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, 2003.
Nuryatno, M. Agus. 2008. Madzhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.
Tilaar, H.A.R. pedagogik kritis: Perkembangan, Substansi, dan perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Rinek Cipta, 2011.
Winarno Surahmad, Pendidikan Nasional, Strategi dan Traged. 2009
DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Problematika dalam meningkatkan kualitas hidup manusia sama artinya dengan problem fundamental pendidikan itu sendiri. Prof. Proopert menyatakan dengan lantang bahwa kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan. Antara pendidikan dan kehidupan hampir tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Para filosofis mengemukakan bahwa pendidikan dan kehidupan telah menyatu dalam satu kesatuan. Pendidikan tidak lain dari suatu proses bagaimana manusia menjalani proses kehidupan begitupula sebaliknya. Pemaknaan filosofis tersebut mengindentifikasikan bahwa pendidikan adalah suatu proses bagaimana manusia menggali segenap potensi (fithrah) yang ada pada dirinya dan menghadapkannya pada lingkungan realitas yang dihadapi secara kritis dan realities.
Dalam dunia pendidikan saat ini, dikenal istilah pendidikan kritis dan demokratis. Dalam pendidikan kritis, guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Ia bukan satu-satunya sumber pemilik otoritas kebenaran dan pengetahuan. Ia juga bukan pemilik tunggal kelas. Hubungan guru dan murid bukanlah bersifat vertikal tetapi bersifat horizontal. Namun, pada faktanya dalam dunia pendidikan menunjukkan bahwa sekolah seringkali menampakkan wajahnya yang ambigu. Disatu sisi sekolah dilandaskan pada satu visi untuk membangun masyarakat demokratis dan kritis, namun terkadang pada prakteknya justru bertindak otoriter dan anti demokratis dengan tidak memberi ruang bagi tumbuhnya subjek yang kritis, toleran dan multicultural.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pada peserta didik agar tercipta suasana belajar yang kreatif dan inovatif. Pada dasarnya, pendidikan kritis sudah ada sejak abad ke-20 an. Pendidikan kritis juga telah sedikit diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia seperti di sekolah menengah atas ataupun di perguruan tinggi. Untuk lebih mengetahui tinjauan para filosofis tentang pendidikan kritis di Indonesia akan kami bahas dalam bab selanjutnya di makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapatlah kita kemukakan sebuah rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam pembahasan di bawah ini.
1. Bagaimana tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di Indonesia.
2. Untuk mendapatkan pengetahuan secara teoritis berdasarkan penelitian literer terhadap pendidikan kritis yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Kritis
Sebelum kita membahas tentang masalah pendidikan kritis di Indonesia, maka alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa itu pendidikan kritis dan apa yang melandasi munculnya pendidikan kritis.
Dilihat dari sejarah perkembangan pendidikan, maka konsep pendidikan kritis lahir pada decade 20-an dan mulai berkembang pesat sekitar decade 70-an. Awalnya merupakan pemikiran pendidikan progressif dari George S. Counts. Beliau mengemukakan tiga masalah vital pada masa itu, dan kemudian dari masalah-masalah tersebut lahirlah yang dinamakan pendidikan kritis. Masalah tersebut adalah pertama, mengkritik masalah pendidikan konservatif, kedua, memberikan ruang terhadap peranan guru untuk menjadikan pendidikan sebagai agen dari perubahan social dan yang terakhir yaitu masalah penataan ekonomi sebagai salah satu syarat untuk perbaikan pendidikan.
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah madzhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Aliran ini dalam diskursus pendidikan disebut juga “aliran kiri” karena orientasi politiknya yang berlawanan dengan madzhab liberal dan konservatif. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan melalui pemberdayaan dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis peserta didik. Pendidikan kritis bukan pendidikan yang mengambil jarak dengan masyarakat, tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan memihak pada rakyat yang tertindas.
Suatu pendidikan dikatakan pendidikan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik ideologi yang berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.
B. Konsep Pendidikan Kritis Menurut Paulo Freire
Selama ini kita dan dunia mengenal Paulo Freire sebagai tokoh pendidikan kritis. Dengan berbagai karyanya tentang pendidikan kritis, menjadikan kita semakin tidak ragu bahwa Freire benar-benar sebagai tokoh pendidikan kritis. Paulo Freire dikatakan sebagai tokoh pendidikan kritis karena pemikirannya yang menolak pendidikan sebagai media pengukuhan sistem ideologi, politik, dan ekonomi yang dominan dengan teori perlawanannya bahwa pendidikan yang ada adalah pendidikan model bank, dimana pendidikan hanya sebuah transfer ilmu pengetahuan. Bagi Freire pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menciptakan tatanan hidup yang baru, dinamis dan mensejahterakan semua lapisan masyarakat.
Berangkat dari konsep tentang manusia, Freire mengemukakan bahwa filsafat pendidikan bertumpu pada keyakinan bahwa manusia secara fithrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya. Dengan demikian, tugas utama pendidikan sebenarnya adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek. Untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua gerakan ganda: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik dan sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap “the dominant ideology” ke arah transformasi sosial. Dengan demikian tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, dekontruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Ini lahir karena adanya sistem dominan yang mengabaikan aspirasi rakyat kecil lagi tertindas sehingga tidak tercipta tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam bahasa Dr. Mansur Fakih pendidikan kritis bertugas “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil.
Dari uraian di atas kritis nampaknya lebih mengarah pada penolakan pada sistem dominan. Dengan cara-cara yang dianggapnya relevan pendidikan pun dibangun atas dasar penolakan dan keinginan baru yang tujuan akhirnya tercipta pemanusiaan manusia
Jadi sebagai mahasiswa harusnya kita tidak lagi hanya nyaman dengan semangat generasi muslim yang umumnya asyik berseminar, bersimposium namun tak bergerak di alam nyata. Maka harusnya seperti Abdullah said yang berani mendirikan Pesantren Hidayatullah dengan konsep pendidikan problem solver dan bukan sekedar pendidikan kritis dalam artian umum.
C. Analisis Pedagogik Kritis
Pertama-tama kita lihat prinsip utama dari pedagogik kritis ialah melihat proses pendidikan tidak terisolisasi dari kehidupan social masyarakat. Selanjutnya didalam kehidupan manusian abad ke-21 ini, pedagogik kritis tidak terlepas dari perubahan global yang telah melahirkan berbagai masalah krusial dalam bidang pendidikan. Pedagogic kritis mempunyai cirri-ciri khas didalam menyajikan pendidikan.
1. Analisis pedagogik kritis hendaknya mengandung suatu kesaksian negatif mengenai fakta pendidikan. Hal ini bukan berarti semata-mata untuk mengingkari atau meremehkan fakta-fakta yang tampak, melainksn fakta tersebut merupakan factor utama untuk menganalisis masalah pendidikan. Sikap negatif terutama bertujuan untuk memperjelas betapa praktik dan kebijakan pendidikan berkaitan dengan eksploitasi dan dominasi serta perjuangan untuk mematahkan dominasi tersebut didalam masyarakat. Berkaca dari hal tersebut bukan berarti bahwa pendidikan kritis adalah pendidikan yang mencari-cari kesalahan serta kekurangan suatu kebijakan dan praksis pendidikan namun bertujuan untuk mencari jalan yang lebih baik dari praktik yang berlaku.
2. Pedagogic kritis hanya akan dapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat demokratis dimana telah tumbuh secara sehat sikap toleransi dan menghargai pendapat-pendapat yang berbeda meskipun terkadang pendapat tersebut sangat pahit diterima oleh pemegang kekuasaan.
3. Didalam pemaparan analisis yang kritis, haruslah pula disertai pemaparan yang jelas serta membuka peluang untuk langkah-langkah yang mungkin dilaksanakan.serta perlu ditunjukkan melalui kajian yang mendalam tentang program yang sedang berjalan atau yang sedang direncanakan uintuk dijalankan,
4. Hal-hal yang akan digunakan sebagai penantang hegemoni yang sedang berjalan hendaknya dikemas seefektivitas mungkin agar tidak menjadi boomerang terhadap hasil-hasil dari pedagogik kritis.karena dalam suatu kekuasaan yang ditantang akan mencari banyak jalan untuk mempertahankan kekuasaan itu.
D. Pandangan Filosofis tentang Pendidikan Kritis di Indonesia
Kalau kita amati lebih seksama, sepertinya Indonesia tidak memiliki arah yang jelas mengenai pendidikan nasional; sebagai contoh setiap kali Negara kita ganti menteri pendidikan maka selalu diikuti pergantian kebijakan. Hal ini berarti pendidikan nasional semata-mata masih tunduk kepada kepentingan kekuasaan. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional indonesia tidak mempunyai arah yang jelas.
Sedangkan untuk masalah pendidikan kritis dalam arti yang sebenarnya belum ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Winarno yang melihat pembangunan pendidikan nasional tanpa strategi yang jelas sehingga menghasilkan manusia Indonesia yang tidak cerdas yang kemudian membawa manusia kepada suatu tragedi. Bahkan menurutnya ketiadaan relevansi pendidikan nasional dengan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan. Menurut beliau pendidikan agama lebih merupakan suatu pelajaran agama yang hanya perlu dihafal oleh peserta didik dan tidak untuk mewujudkannya didalam kehidupan sehari-hari. Jika diamati lebih mendalam hal ini mungkin disebabkan karena pendidikan nasional terlalu banyak dicampuri oleh pertimbangan-pertimbangan politik agamis dan bukan dititikberatkan pada pembentukan manusia Indonesia yang paripurna.
Meskipun dalam penerapannya di indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis, akan tetapi belum memenuhi arti kritis yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sudah mulai diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik. Di Indonesia, peserta didik sudah tidak dianggap lagi sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi air. Artinya, peserta didik tidak hanya dijejali dengan ilmu-ilmu dan materi-materi pembelajaran tanpa memandangnya sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Namun sebaliknya peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang penuh dengan potensi positif, aktif, kreatif, dan inovatif yang akan menumbuhkan jiwa kritis terhadap realita yang ada disekitarnya jika dikembangkan dengan maksimal.
Namun perlu diingat, bahwa dalam mengimplementasikan sikap kritis tersebut, tidaklah bebas nilai, dalam pengertian mengabaikan nilai-nilai etika mengenai tata cara berhubungan dan saling berdialog, baik antar murid maupun guru-murid. Sehingga bukan suatu pertentangan yang muncul tetapi sebaliknya, kasih sayang, saling menerima pendapat oarang lain, saling menghargai, saling melengkapi dan sebagainya.
Akan tetapi proses pembelajaran dengan sisten pendidikan kritis ini belum seutuhnya berjalan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu:
Pertama, masih banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa suatu sekolah atau perguruan tinggi itu identik untuk mencari suatu pekerjaan. Pertimbangan orang tua menyekolahkan anaknya agar mereka mendapatkan pekerjaan yang layak dan memadai setelah mereka lulus nantinya.
Kedua, proses pembelajaran masih bersifat tekstual belum faktual. Proses pembelajaran yang tekstual hanya akan melahirkan peserta didik yang bersifat statis, penghafal dan penjiplak ilmu pengetahuan yang meniadakan dimensi kreativitas. Sementara itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada faktual akan membimbing peserta didik menjadi kreatif pada permasalahan lokal dan kontekstual.
Ketiga, mengambil pendapat Djohar tentang “warung padang dan warung sate”. Pendidikan saat ini masih menerapkan seperti sistem warung sate yang tidak ada pilhan menunya. Pada pendidikan level S1 misalnya, mahasiswa telah disediakan kapling-kapling spesialisasi ilmu atau jurusan. Seharusnya, mahasiswa S1 dibawa pada “warung padang” yang disana banyak menu dan pilihan. Mahasiswa dapat mengakses disiplin ilmu yang ada, sehingga wawasan keilmuan akan samgat luas, walaupun sangat umum sekali.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pendapat filosofis, pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pembelajaran pada peserta didik. Seorang pendidik lebih diposisikan sebagai fasilitator bukan pemegang kekuasaan di dalam kelas, walaupun pada hakikatnya pendidik adalah orang yang harus tetap dihormati di dalam kelas. Secara praktis pendidikan kritis menghendaki pendidikan dan peserta didik untuk secara bebas berargumentasi tanpa merasa dibatasi oleh kedudukan masing-masing dan hanya nilai atau etikalah yang menjembatani proses ini.
Ketika pendidik mengungkapkan suatu pendapat, tidak layak peserta didik menyelanya. Begitupula sebaliknya, seorang pendidik hendaknya memberi ruang dan waktu bagi peserta didik untuk berekspresi, berargumentasi, dan berkreasi bahkan melakukan suatu inovasi. Proses pembelajaran yang seperti ini akan menumbuhkan mental kemandirian dan daya kritis peserta didik.
Para filosofis juga mengungkapkan bahwa di Indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sering diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abdurrachman dan Suyadi. Pendidikan Islam Madzhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Freire, Paulo. Tidak Ada Mengajar Tanpa Belajar dalam wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, 2003.
Nuryatno, M. Agus. 2008. Madzhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.
Tilaar, H.A.R. pedagogik kritis: Perkembangan, Substansi, dan perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Rinek Cipta, 2011.
Winarno Surahmad, Pendidikan Nasional, Strategi dan Traged. 2009
PEMIKIRAN NUR KHOLIS MAJID
Published :
05.55
Author :
sadamcenter
Tema-tema pokok Pemikiran Nurcholis Madjid
Bidang Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata” budi” dan “daya”. Budi berarti potensi kemanusiaan, fitrah, dan hati nurani. Sedangkan daya berarti kekuatan dan perekayasaan. Kebudayaan adalah pendayagunaan segenap potensi kemanusiaan agar manusiawi. Budaya menurut Nurcholis Madjid adalah suatu hal yang mengunggulkan ikatan-ikatan keadaban (bond of civility) (Madjid, 1999:134) .
Menurut Nurcholis Madjid jika umat islam ingin maju maka harus mengambil peradaban Eropa dalam segala hal. Selain itu, Indonesia perlu belajar lebih jauh lagi tentang kebudayaan Jepang dan Turki. Jika umat islam di Indonesia ingin menyumbangkan nilai-nilai budayanya yang relevan dengan ke Indonesiaan modern, maka sangat penting untuk menyadari harus ada kesinambungan antara budaya keislaman dengan budaya masa lalunya.
Pluralitas kebudayaan juga sangat kompleks dan rumit, Indonesia terkenal dengan Negara yang paling kompleks dari segi budayanya.
Sembilan unsur subkultur di Indonesia menurut Nurcholis Madjid :
• Keislaman
• Kosmopolitisme
• Nativisme
• Kebaratan
• Kejawaan
• Keluarjawaan
• Keagamaaan.
• Ketidakagamaan
• Kekristenan
Umat islam sering kali mencela dan mendesak peradaban Barat, karena umat islam hanya memandang bangsa Barat dengan sebelah mata saja. Oleh karena itu disinilah gagasan dari Nurcholis Madjid di perlukan agar umat islam dapat memahami, dan memandang bangsa Barat dengan pandangan yang benar, serta evaluative terhadap bangsa barat.
Bidang Pendidikan
Peradaban Islam sejak awal telah menunjukkan prestasi dalam bidang pendidikan dan keilmuan. Namun, pendidikan di Indonesia masih ketinggalan jaman.
Faktor-faktor yang menyebabkan tertinggalnya pendidikan di Indonesia menurut Nurcholis Madjid:
1. Ketidakmampuan dalam menguasai bahasa inggris.
2. Pendidikan di Indonesia masih didekati secara navistik, yakni suatu orientasi yang hanya tertumpu pada bangsa sendiri.
3. Kurangnya kesadaran yang penuh dalam hal etos penelitian
4. Hal yang terkait dan sangat penting dibicarakan berkenaan dengan pendidikan adalah kebebasan.
5. Menonjolnya pendidikan verbalisme di Indonesia.
6. Pluralitas keagamaan harus diperkenalkan, bahwa bangsa Indonesia majemuk dari segi keyakinan dan ajaran agama.
7. Terkait dengan penghargaan terhadap peran dan posisi guru.
Kedudukan ilmu dalam pembangunan sebuah peradaban sangatlah penting. Oleh karena itu, umat islam harus menguasahakan alih ilmu pengetahuan walaupun yang menguasainya bukan orang muslim.
Bidang Politik
1. Pembaruan Negara dan Partai Islam
Pandangan politik Nurcholis Madjid tidak dapat dipisahkan dari konteks ssosial politik Orde Baru. Rekontruksi dasar dari modernisasi dan pembangunan ekonomi. Menurut Nurcholis Madjid sekularisasi dalam politik harus dilakukan mengingat situasi politik orde baru menuntut adanya perubahan dalam bidang tindakan dan perilaku emosi umat islam, selain itu umat islam juga belum bisa membedakan nilai-nilai islami yang bersifat transenden atau temporal.
2. Islam dan Negara dalam masyarakat Plural
Gerakan Nurcholis Madjid dimaksudkan untuk menerobos kebekuan berpikir umat islam dan menyegarkan paham keagamaan. Nurcholis Madjid menyatakan dirinya tidak anti islam sebagai agama, tapi anti politisasi Islam. Ia menolak tegas persamaan sekularisasi dengan sekularisme. Konsep sekularisasi dalam artian sosiologis, bukan filsafat. Sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Tapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya.
Bidang Agama
Teologi Nurcholis Madjid diawali dengan interpretasi Islam sebagai sikap pasrah terhadap Tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok semua agama yang benar. Dalam hal ini Nurcholis Madjid memandang perlu adanya elaborasi pengertian islam, bertujuan untuk dapat membuka tabir Islam yang sebenarnya yang tidak hanya mengandung pengertian secara umum yang dipahami oleh masyarakat, melainkan bisa mengandung makna universal. Yang menjadi sumber pijakan bahwa islam mengandung makna universal adalah pengertian dalam makna geriknya.
Gagasan-gagasan Pembaruan Pemikiran Nurcholis Madjid dalam Bidang Keislaman
Gagasan-gagasan Kontroversial
1. Sekularisasi dalam Islam
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang batasan pemahaman sekularisasi :
• Ajaran dasar dan bukan dasar
Dalam islam tedapat dua kelompok ajaran :
ajaran dasar (qat’I al-dalalah ) yaitu AL-Quran dan Hadis
ajaran bukan dasar (zhanni al-dalalah) yaitu ajaran berasal dari ijtihad para ulama yang bersifat relative, nisbi, bisa berubah, dan tidak harus dipanndang suci, sacral, atau mengikat.
• Konsep sekularisasi
Pembaharuan Nurcholis Madjid bersifat sosiologis, bukan ideologi. Proses sekularisasi tidak seperti sekularisme yang didasarkan pada penolakan atas nilai-nilai agama dalam masyarakat, melainkan sekularisasi disini berkeinginan untuk membedakan antara institusi-institusi yang dibangun berdasarkan akal pikiran dan kepentingan pragmatis (ijtihad) dengan institusi yang dibangun berdasarkan agama.
2. Negara Islam dan partai Islam
Sekularisasi Nurcholis Madjid mengandung semangat demokratisasi, dan pada gagasan konteks itu pula membaa implikasi penolakan terhadap partai islam. Nurcholis Madjid mrngidealkan sebuah tatanan sosial yang demokratis dan religius. Negara sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual dan substantif islam yaitu cita-cita keadilan, persamaan dan kemanusiaan universal..
3. Islam agama universal
Islam itu sesungguhnya universal karena substansi islam sebagai sikap pasrah kepada Tuhan, Sang Maha Pencipta adalah pola seluruh wujud alam semesta.Pemahaman ini mengindikasikan bahwa islam yang demikian adalah agama semua Nabi, meskipun pada kenyataannya Nabi-nabi dahulu tidak memakai nama Islam, karena Islam dari bahasa arab. Pandangan Nurcholis Madjid apabila umat Islam mengklaim bahwa agamanya adalah satu-satunya agama yang mutlak benar, maka klaim tersebut tidaklah harus dimutlakan oleh agama lain. Masing-masing pihak dapat melaksanakan dapat melaksanakan apa yang diyakininya benar tanpa memutlakan keyakinan tersebut kepada pihak lain, sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan absolute tersebut.
4. Pluralisme agama sebagai telaah kebebasan beragama
Pluralisme tidak hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Nurcholis Madjid menegaskan adanya masalah besar dalam kehidupan beragama yang ditandai oleh kenyataan pluralisme dewasa ini. Nurcholis Madjid memahami pluralism tidak hanya terbatas pada interpretasi manusia tentang agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw tetapi juga bagaimana memahami islam itu sendiri. Pengakuan terhadap kebenaran agama lain bukan berarti menafikan terhadap agama sendiri. Pluralisme agama hanya ada kalau ada sikap-sikap keterbukaan, saling menghargai dan toleransi .
Konsep ahlul kitab
Salah satu tema terpenting dalam pesan pluralism agama ialah konsepsi tentang ahl al-kitab. Menurut Nurcholis Madjid ide ahlul Kitab ini menunjukkan dampak keagamaan yang luar biasa, sehingga Islam benar-benar merupakan ajaran yang pertama kali memperkenalkan pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia. Konsep ini memberi dampak terhadap berdirinya kebebasan dan toleransi, karena masing-masing agama diakui absah dan hak-haknya dijamin untuk mendukung peradaban bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa islam mengakui pluralisme yang sebagian kalangan islam sendiri ingin ditiadakan dan berpijak pada komunalisme.
Teori Inklusif mendekonstruksikan kemapanan iman
Teori ini berpijak pada prinsip humanitas dan universalitas Islam. Menurut Nurcholis Madjid manusia akan semakin intim dan mendalam mengenal satu sama lainnya, tetapi juga sekaligus mudah terbawa kepada konfrontasi secara langsung. Salah satu cirri mendasar teologi inklusif adalah memberikan formulasi bahwa islam itu merupakan agama terbuka (open religion). Dalam perpektif ini, umat islam harus menjadi kelompok terbuka dengan rasa percaya diri tinggi.
Teologi inklusif member tempat pada pluralisme dan kebhinekaan. Pluralitas atau kemajemukan adalah kehendak Tuhan yang tidak mungkin ditolak. Kemajemukan ini memberikan niai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan. Secara teologis, pluralism bisa dipahami sebagai sumber daya dalam rangka mewujudkan tujuan utama al-Quran yakni membangun masyarakat adil, terbuka, dan demokratis.
Gagasan Nurcholis Madjid tentang demokrasi, oposisi
Gagasan Nurcholis Madjid tentang demokrasi, oposisi dan masyarakat madani di Indonesia tentang persepsinya atas islam adalah sebagai sebuah teologi inklusif. Nurcholis Madjid menempatkan kesadaran tauhid, pengakuan akan keesaan Tuhan sebagai landasan mutlak.
Secara substantive Nurcholis Madjid memandang demokrasi sebagai pandangan hidup (way of life).
Landasan orientasi bagi upaya tegaknya demokrasi :
a. Prinsip kesadaran kemajemukan
b. Prinsip musyawarah menuju langkah rasional untuk membangun keadaban politik dan memecahkan perbedaan pendapat melalui kemungkinan kompromi.
c. Cara yang dilakukan haruslah sesuai dengan tujuan.
d. Pemufakatan yang adil adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat.
e. Prinsip pemenuhan kehidupan ekonomi dan kebebasan nurani.
f. Perlunya pendidikan demokrasi.
Oposisi adalah setiap ucapan atau perbuatan yang meluruskan kekeliruan tetapi sambil menggaris bawahidan mendukung sesuatu yang sudah ada dijalan yang benar. Beroposisi dalam politik berarti melakukan pengawasan atas kekuasaan politik yang bisa keliru dan benar. Menurut Nurcholis Madjid oposisi dipahami dalam kerangka semangat loyal dan bertugas melakukan pengawasan dan perimbangan artinya berpijak pada inklisivistik Islam, manusia tidak mungkin selalu benar atau tak luput dari kesalahan.
Respons terhadap pandangan keislaman Nurcholis Madjid
Setiap gagasan yang baru lahir senantiasa mengundang respon bahkan polemic. Pembaruan Nurcholis Madjid menimbulkan sejumlah “optimisme” dan “kekhawatiran” berbagai pihak.
Bagi kelompok pertama Nurcholis Madjid dipandang sebagai sosok pembaru yang mampu mendongkrak kebekuan berpikir umat dengan menawarkan sejumlah konsep menyegarkan dan menjanjikan kedamaian dimasa depan. Sementara bagi kelompik kedua, Nurcholis Madjid dianggap sebagai pemicu yang membuat masalah dan mengacaukan strategi perjuangan umat islam yang telah menjadi konsesus diantara para aktivis gerakan islam atau partai islam. Nurcholis Madjid dicap sebagi tokoh yang radikal dan liberal. Al-Quran dan hadist dianggap tetap oleh Nurcholis Madjid, namun islam adalah penafsiran al-Quran dan Hadist yang berkembang sepanjang jaman.
Catatan kritis terhadap pemikiran Nurcholis Madjid :
1) Secara normative, baik al-Quran dan Hadist sebagaimana diakui Nurcholis Madjid tidak ditemukan perintah yang mutlak untuk mendirikan Negara islam.
2) Secara normative usaha untuk menjinakan islam politik, seperti yang dilakukan Nurcholis Madjid sebenarnya bukanlah keharusan mutlak, melainkan lebih merupakan hasil ijtihad dan berkat pembacaan yang cerdas dan jeli terhadap antropologi politik suatu masyarakat tertentu.
3) Setting sosio-kultural suatu masyarakat harus tetap dipertimbangkan, sebab dalam masyarakat yang tertindas, penuh gejolak politik dan pertarungan ideologis, paradigma politik menjadi pilihan sosial yang sadar dan rasional.
Latar belakang pemikiran nurcholis madjid
Teologi nurcholis madjid dengan interprstasi Al-islam sebagai sikap pasrah kehadirat tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok smua agama yang benar. Nurcholis Madjid berharap dengan mengelaborasi pengertian islam, dapat di buka tabir islam yg sebenarnya yang tidak hanya mengandung pengertian sebagaimana secara umum dipahami oleh kebanyakan masyarakat,tapi sebenernya bisa mengandung makna universal. Yang menjadi sumber pijakan bahwa islam mengndung makna universal adalah pengertian dalam makna generiknya.
Nurcholis madjid kemudian memberikan makna interpretasi terhadap “inna diina ‘inda Allah al islam’’ dengan “sikap tunduk yang benar yang diakui oleh yang maha benar yaitu tuhan, ialah sikap pasrah kepada kebenaran itu’’. Misalnya pada hakikatnya adalah system symbol. Perbedaan memang ada pada agama-agama, karena disetiap agama mempunyai perbedaan simbol-simbol.
Islam universal, pertama-tama karena islam sebagai sikap pasrah dan tunduk patuh kepada Allah, adalah pola wujud ( mode of existence ) seluruh alam semesta. Menurut penafsiran Nurcholis madjid atas ayat-ayat Al- Qur’an atau sejumlah konsep dasar dalam islam, terutama konsep “islam”,jelas bahwa term islam tidak hanya dapat ditafsirkan atau diterjemahkan sebagai nama identitas.tapi lebih dari pada sekedar identitas diperlukan untuk komunikasi hidup secara social.
Artinya islam dengan “ I ” besar dengan merujuk pada makna generiknya sebagai sikap pasrah kepada tuhan adalah Islam yang dapat menjadi universalisme ajaran,sebab secara historis dan sosiologis senantiasa menjadi tuntunan naluri manusia disemua tempat dan di sepanjang zaman. Sedangkan islam dengan “ i ” kecilyang secara teologis menjadi agama yang dibawa nabi Muhammad termuat dalam Al-Qur’an tidaklah kemudian menjadi term “Islam” memiliki makna simplisit, terbatasi oleh ruang dan waktu. Sebab yang sesungguhnya islam yang menjadi name proper bagi agama yang dibawa Muhammad adalah diri yang jelas dapat menangkap dan mengajarkan inti makna semua agama.
Bidang Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata” budi” dan “daya”. Budi berarti potensi kemanusiaan, fitrah, dan hati nurani. Sedangkan daya berarti kekuatan dan perekayasaan. Kebudayaan adalah pendayagunaan segenap potensi kemanusiaan agar manusiawi. Budaya menurut Nurcholis Madjid adalah suatu hal yang mengunggulkan ikatan-ikatan keadaban (bond of civility) (Madjid, 1999:134) .
Menurut Nurcholis Madjid jika umat islam ingin maju maka harus mengambil peradaban Eropa dalam segala hal. Selain itu, Indonesia perlu belajar lebih jauh lagi tentang kebudayaan Jepang dan Turki. Jika umat islam di Indonesia ingin menyumbangkan nilai-nilai budayanya yang relevan dengan ke Indonesiaan modern, maka sangat penting untuk menyadari harus ada kesinambungan antara budaya keislaman dengan budaya masa lalunya.
Pluralitas kebudayaan juga sangat kompleks dan rumit, Indonesia terkenal dengan Negara yang paling kompleks dari segi budayanya.
Sembilan unsur subkultur di Indonesia menurut Nurcholis Madjid :
• Keislaman
• Kosmopolitisme
• Nativisme
• Kebaratan
• Kejawaan
• Keluarjawaan
• Keagamaaan.
• Ketidakagamaan
• Kekristenan
Umat islam sering kali mencela dan mendesak peradaban Barat, karena umat islam hanya memandang bangsa Barat dengan sebelah mata saja. Oleh karena itu disinilah gagasan dari Nurcholis Madjid di perlukan agar umat islam dapat memahami, dan memandang bangsa Barat dengan pandangan yang benar, serta evaluative terhadap bangsa barat.
Bidang Pendidikan
Peradaban Islam sejak awal telah menunjukkan prestasi dalam bidang pendidikan dan keilmuan. Namun, pendidikan di Indonesia masih ketinggalan jaman.
Faktor-faktor yang menyebabkan tertinggalnya pendidikan di Indonesia menurut Nurcholis Madjid:
1. Ketidakmampuan dalam menguasai bahasa inggris.
2. Pendidikan di Indonesia masih didekati secara navistik, yakni suatu orientasi yang hanya tertumpu pada bangsa sendiri.
3. Kurangnya kesadaran yang penuh dalam hal etos penelitian
4. Hal yang terkait dan sangat penting dibicarakan berkenaan dengan pendidikan adalah kebebasan.
5. Menonjolnya pendidikan verbalisme di Indonesia.
6. Pluralitas keagamaan harus diperkenalkan, bahwa bangsa Indonesia majemuk dari segi keyakinan dan ajaran agama.
7. Terkait dengan penghargaan terhadap peran dan posisi guru.
Kedudukan ilmu dalam pembangunan sebuah peradaban sangatlah penting. Oleh karena itu, umat islam harus menguasahakan alih ilmu pengetahuan walaupun yang menguasainya bukan orang muslim.
Bidang Politik
1. Pembaruan Negara dan Partai Islam
Pandangan politik Nurcholis Madjid tidak dapat dipisahkan dari konteks ssosial politik Orde Baru. Rekontruksi dasar dari modernisasi dan pembangunan ekonomi. Menurut Nurcholis Madjid sekularisasi dalam politik harus dilakukan mengingat situasi politik orde baru menuntut adanya perubahan dalam bidang tindakan dan perilaku emosi umat islam, selain itu umat islam juga belum bisa membedakan nilai-nilai islami yang bersifat transenden atau temporal.
2. Islam dan Negara dalam masyarakat Plural
Gerakan Nurcholis Madjid dimaksudkan untuk menerobos kebekuan berpikir umat islam dan menyegarkan paham keagamaan. Nurcholis Madjid menyatakan dirinya tidak anti islam sebagai agama, tapi anti politisasi Islam. Ia menolak tegas persamaan sekularisasi dengan sekularisme. Konsep sekularisasi dalam artian sosiologis, bukan filsafat. Sekularisasi tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Tapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat islam dari kecenderungan untuk mengukhrawikannya.
Bidang Agama
Teologi Nurcholis Madjid diawali dengan interpretasi Islam sebagai sikap pasrah terhadap Tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok semua agama yang benar. Dalam hal ini Nurcholis Madjid memandang perlu adanya elaborasi pengertian islam, bertujuan untuk dapat membuka tabir Islam yang sebenarnya yang tidak hanya mengandung pengertian secara umum yang dipahami oleh masyarakat, melainkan bisa mengandung makna universal. Yang menjadi sumber pijakan bahwa islam mengandung makna universal adalah pengertian dalam makna geriknya.
Gagasan-gagasan Pembaruan Pemikiran Nurcholis Madjid dalam Bidang Keislaman
Gagasan-gagasan Kontroversial
1. Sekularisasi dalam Islam
Beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang batasan pemahaman sekularisasi :
• Ajaran dasar dan bukan dasar
Dalam islam tedapat dua kelompok ajaran :
ajaran dasar (qat’I al-dalalah ) yaitu AL-Quran dan Hadis
ajaran bukan dasar (zhanni al-dalalah) yaitu ajaran berasal dari ijtihad para ulama yang bersifat relative, nisbi, bisa berubah, dan tidak harus dipanndang suci, sacral, atau mengikat.
• Konsep sekularisasi
Pembaharuan Nurcholis Madjid bersifat sosiologis, bukan ideologi. Proses sekularisasi tidak seperti sekularisme yang didasarkan pada penolakan atas nilai-nilai agama dalam masyarakat, melainkan sekularisasi disini berkeinginan untuk membedakan antara institusi-institusi yang dibangun berdasarkan akal pikiran dan kepentingan pragmatis (ijtihad) dengan institusi yang dibangun berdasarkan agama.
2. Negara Islam dan partai Islam
Sekularisasi Nurcholis Madjid mengandung semangat demokratisasi, dan pada gagasan konteks itu pula membaa implikasi penolakan terhadap partai islam. Nurcholis Madjid mrngidealkan sebuah tatanan sosial yang demokratis dan religius. Negara sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual dan substantif islam yaitu cita-cita keadilan, persamaan dan kemanusiaan universal..
3. Islam agama universal
Islam itu sesungguhnya universal karena substansi islam sebagai sikap pasrah kepada Tuhan, Sang Maha Pencipta adalah pola seluruh wujud alam semesta.Pemahaman ini mengindikasikan bahwa islam yang demikian adalah agama semua Nabi, meskipun pada kenyataannya Nabi-nabi dahulu tidak memakai nama Islam, karena Islam dari bahasa arab. Pandangan Nurcholis Madjid apabila umat Islam mengklaim bahwa agamanya adalah satu-satunya agama yang mutlak benar, maka klaim tersebut tidaklah harus dimutlakan oleh agama lain. Masing-masing pihak dapat melaksanakan dapat melaksanakan apa yang diyakininya benar tanpa memutlakan keyakinan tersebut kepada pihak lain, sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan absolute tersebut.
4. Pluralisme agama sebagai telaah kebebasan beragama
Pluralisme tidak hanya dipahami dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Nurcholis Madjid menegaskan adanya masalah besar dalam kehidupan beragama yang ditandai oleh kenyataan pluralisme dewasa ini. Nurcholis Madjid memahami pluralism tidak hanya terbatas pada interpretasi manusia tentang agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw tetapi juga bagaimana memahami islam itu sendiri. Pengakuan terhadap kebenaran agama lain bukan berarti menafikan terhadap agama sendiri. Pluralisme agama hanya ada kalau ada sikap-sikap keterbukaan, saling menghargai dan toleransi .
Konsep ahlul kitab
Salah satu tema terpenting dalam pesan pluralism agama ialah konsepsi tentang ahl al-kitab. Menurut Nurcholis Madjid ide ahlul Kitab ini menunjukkan dampak keagamaan yang luar biasa, sehingga Islam benar-benar merupakan ajaran yang pertama kali memperkenalkan pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia. Konsep ini memberi dampak terhadap berdirinya kebebasan dan toleransi, karena masing-masing agama diakui absah dan hak-haknya dijamin untuk mendukung peradaban bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa islam mengakui pluralisme yang sebagian kalangan islam sendiri ingin ditiadakan dan berpijak pada komunalisme.
Teori Inklusif mendekonstruksikan kemapanan iman
Teori ini berpijak pada prinsip humanitas dan universalitas Islam. Menurut Nurcholis Madjid manusia akan semakin intim dan mendalam mengenal satu sama lainnya, tetapi juga sekaligus mudah terbawa kepada konfrontasi secara langsung. Salah satu cirri mendasar teologi inklusif adalah memberikan formulasi bahwa islam itu merupakan agama terbuka (open religion). Dalam perpektif ini, umat islam harus menjadi kelompok terbuka dengan rasa percaya diri tinggi.
Teologi inklusif member tempat pada pluralisme dan kebhinekaan. Pluralitas atau kemajemukan adalah kehendak Tuhan yang tidak mungkin ditolak. Kemajemukan ini memberikan niai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan. Secara teologis, pluralism bisa dipahami sebagai sumber daya dalam rangka mewujudkan tujuan utama al-Quran yakni membangun masyarakat adil, terbuka, dan demokratis.
Gagasan Nurcholis Madjid tentang demokrasi, oposisi
Gagasan Nurcholis Madjid tentang demokrasi, oposisi dan masyarakat madani di Indonesia tentang persepsinya atas islam adalah sebagai sebuah teologi inklusif. Nurcholis Madjid menempatkan kesadaran tauhid, pengakuan akan keesaan Tuhan sebagai landasan mutlak.
Secara substantive Nurcholis Madjid memandang demokrasi sebagai pandangan hidup (way of life).
Landasan orientasi bagi upaya tegaknya demokrasi :
a. Prinsip kesadaran kemajemukan
b. Prinsip musyawarah menuju langkah rasional untuk membangun keadaban politik dan memecahkan perbedaan pendapat melalui kemungkinan kompromi.
c. Cara yang dilakukan haruslah sesuai dengan tujuan.
d. Pemufakatan yang adil adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat.
e. Prinsip pemenuhan kehidupan ekonomi dan kebebasan nurani.
f. Perlunya pendidikan demokrasi.
Oposisi adalah setiap ucapan atau perbuatan yang meluruskan kekeliruan tetapi sambil menggaris bawahidan mendukung sesuatu yang sudah ada dijalan yang benar. Beroposisi dalam politik berarti melakukan pengawasan atas kekuasaan politik yang bisa keliru dan benar. Menurut Nurcholis Madjid oposisi dipahami dalam kerangka semangat loyal dan bertugas melakukan pengawasan dan perimbangan artinya berpijak pada inklisivistik Islam, manusia tidak mungkin selalu benar atau tak luput dari kesalahan.
Respons terhadap pandangan keislaman Nurcholis Madjid
Setiap gagasan yang baru lahir senantiasa mengundang respon bahkan polemic. Pembaruan Nurcholis Madjid menimbulkan sejumlah “optimisme” dan “kekhawatiran” berbagai pihak.
Bagi kelompok pertama Nurcholis Madjid dipandang sebagai sosok pembaru yang mampu mendongkrak kebekuan berpikir umat dengan menawarkan sejumlah konsep menyegarkan dan menjanjikan kedamaian dimasa depan. Sementara bagi kelompik kedua, Nurcholis Madjid dianggap sebagai pemicu yang membuat masalah dan mengacaukan strategi perjuangan umat islam yang telah menjadi konsesus diantara para aktivis gerakan islam atau partai islam. Nurcholis Madjid dicap sebagi tokoh yang radikal dan liberal. Al-Quran dan hadist dianggap tetap oleh Nurcholis Madjid, namun islam adalah penafsiran al-Quran dan Hadist yang berkembang sepanjang jaman.
Catatan kritis terhadap pemikiran Nurcholis Madjid :
1) Secara normative, baik al-Quran dan Hadist sebagaimana diakui Nurcholis Madjid tidak ditemukan perintah yang mutlak untuk mendirikan Negara islam.
2) Secara normative usaha untuk menjinakan islam politik, seperti yang dilakukan Nurcholis Madjid sebenarnya bukanlah keharusan mutlak, melainkan lebih merupakan hasil ijtihad dan berkat pembacaan yang cerdas dan jeli terhadap antropologi politik suatu masyarakat tertentu.
3) Setting sosio-kultural suatu masyarakat harus tetap dipertimbangkan, sebab dalam masyarakat yang tertindas, penuh gejolak politik dan pertarungan ideologis, paradigma politik menjadi pilihan sosial yang sadar dan rasional.
Latar belakang pemikiran nurcholis madjid
Teologi nurcholis madjid dengan interprstasi Al-islam sebagai sikap pasrah kehadirat tuhan. Kepasrahan merupakan karakteristik pokok smua agama yang benar. Nurcholis Madjid berharap dengan mengelaborasi pengertian islam, dapat di buka tabir islam yg sebenarnya yang tidak hanya mengandung pengertian sebagaimana secara umum dipahami oleh kebanyakan masyarakat,tapi sebenernya bisa mengandung makna universal. Yang menjadi sumber pijakan bahwa islam mengndung makna universal adalah pengertian dalam makna generiknya.
Nurcholis madjid kemudian memberikan makna interpretasi terhadap “inna diina ‘inda Allah al islam’’ dengan “sikap tunduk yang benar yang diakui oleh yang maha benar yaitu tuhan, ialah sikap pasrah kepada kebenaran itu’’. Misalnya pada hakikatnya adalah system symbol. Perbedaan memang ada pada agama-agama, karena disetiap agama mempunyai perbedaan simbol-simbol.
Islam universal, pertama-tama karena islam sebagai sikap pasrah dan tunduk patuh kepada Allah, adalah pola wujud ( mode of existence ) seluruh alam semesta. Menurut penafsiran Nurcholis madjid atas ayat-ayat Al- Qur’an atau sejumlah konsep dasar dalam islam, terutama konsep “islam”,jelas bahwa term islam tidak hanya dapat ditafsirkan atau diterjemahkan sebagai nama identitas.tapi lebih dari pada sekedar identitas diperlukan untuk komunikasi hidup secara social.
Artinya islam dengan “ I ” besar dengan merujuk pada makna generiknya sebagai sikap pasrah kepada tuhan adalah Islam yang dapat menjadi universalisme ajaran,sebab secara historis dan sosiologis senantiasa menjadi tuntunan naluri manusia disemua tempat dan di sepanjang zaman. Sedangkan islam dengan “ i ” kecilyang secara teologis menjadi agama yang dibawa nabi Muhammad termuat dalam Al-Qur’an tidaklah kemudian menjadi term “Islam” memiliki makna simplisit, terbatasi oleh ruang dan waktu. Sebab yang sesungguhnya islam yang menjadi name proper bagi agama yang dibawa Muhammad adalah diri yang jelas dapat menangkap dan mengajarkan inti makna semua agama.
PENDIDIKAN DAN AGAMA
Published :
05.50
Author :
sadamcenter
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya pendidikan merupakan suatu hal yang urgen dalam setiap kehidupan. Setiap agama mengajarkan perdamaian, kebersamaan sekaligus menebar misi kemaslahatan bagi lingkungan sekitarnya.
Dan kita sepakat bahwa untuk dapat membangun peradabanyang tinggi harus dimulai dengan memajukan pendidikan terlebih dahulu. Oleh karena itu maju tidaknya suatu Negara ditentuakanoleh tingkat kualitas pendidikan didalamnya. Semakin bagus mutu/kaulitas pendidikan suatu Negara maka semakin maju peradaban yang dibangunnya.
Pendidikan agama pun merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga menjadi tanggaung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Makalah ini akan menguraikan tentang pendidikan dan agama. Akan tetapi di dalam makalah ini hanya membahas tentang pendidikan dan agama islam saja.
B. Rumusan Masalah
1. Hubungan pendidikan dan Agama Islam?
2. Keterkaitan antara agama dengan Teroris?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi pendidikan dan Agama Islam
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Sedangkan Agama, Agama berasal dari bahasa sansekerta untuk menunjuk kepercayaan agama hindu dan Buddha. Dalam pekembangannya kata ini diserap kedalam bahasa Indonesia dan dipakai untuk menyebut kepercayaan yang ada di Indonesia secara umum. Agama berarti teks atau kitab suci. Pada umumnya agama-agama memiliki kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan. Inti agama adalah adanya seperangkat aturan. Oleh karena itu setiap agama membawa ajaran-ajaran yang akan menjadi tuntunan hidup para pemeluknya (Harun Nasution, 1979:9; Quraish Shihab, 2001:2). Agama berasal dari kata A dan Gama. A diartikan dengan “tidak” dan gama di artikan dengan kocar-kacir atau berantakan. Jadi agama secara harfiah tidak berantakan atau hidup teratur. Agama yang dimaksudkan dalam arti ini adalah bahwa agama memberikan serangkaian aturan kehidupan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama mengantarkan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur. Sedangkan Agama islam dalam bahasa arab adalah dinul islam tersusun dari dua kata din dan islam. Kata din berasal dari kata dana-yadinu yang berarti: adat istiadat, peraturan, undang-undang, taat, patuh, pembalasan, mengesakan Tuhan, dan lain-lain. Menurut Rasyid Ridla kata din dalam QS, Ali imran, 3:19.
Harun Nasution mendefinisikan Agama sebagai ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui para Rasul-Nya.
Dalam arti yang lain Agama islam berasal dari bahasa arab slm. Artinya antara lain damai, suci, patuh, dan taat. Dalam pengertian agama, islam berarti kepatuhan terhadap kehendak Tuhan dan taat terhadap hukum-nya.
- Teori Asal Usul Agama
Ada dua cara pandang mengenai keberagaman manusia yakni pertama, satu pihak mengatakan bahwa agama merupakan keinginan Tuhan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Karena kasih-Nya itu, manusia ditunjuki jalan menuju keselamatan hidup. Dipihak lain agama merupakan cara manusia untuk mencari keselamatan dengan menyadarkan kehidupannya kepada kehendak Tuhan. Kedua, adanya pendapat yang menyatakan bahwa benih yang melahirkan agama adalah karena rasa takut yang menyertai hidup manusia. Agama bermula dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya di dunia ini. Kebutuhan dasar manusia (primitive) adalah keamanan terhadap berbagai ancaman, apapun bentuknya baik lahiriah ataupun rohanniah (R.H. Thouless, 1992: 105).
Teori asal-usul menurut Edward B. Taylor (1832-1917) asal mula religi atau agama adalah kesadaran manusia akan faham jiwa. Kesadaran akan faham jiwa ini disebabkan karena dua hal, yaitu: pertama, perbedaan yang Nampak antara hal-hal yang hidup dan yang mati. Perbedaan ini menyadarkan manusia akan adanya jiwa. Kedua, peristiwa mimpi. Dalam mimpi manusia melihat dirinya sendiri berada di tempat lain dan memilki kekuatan yang luar biasa.
M. Crawel. Teori asal usul agama yang dikemukakan Crawel disebut dengan teori masa krisis dalam hidup individu (Koentjaraningrat, 1980:220-222). Menurut Crawel manusia banyak mengalami situasi kritis dalam hidupnya. Ada perasaan takut yang menyertai manusia ketika melewati masa-masa itu. Situasi kritis itu antara lain berupa bencana sakit dan maut. Kritis-kritis semacam itu tidak bias diatasi dengan kepandaian, kekuasaan, dan kekayaan.
- Unsur-unsur Pokok Agama
Joachim Wach mengungkapkan tentang tiga unsure pokok ungkapan pengalaman keagamaan yaitu, ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk pemikiran, tindakan, dan persekutuan. Penampakkan ungkapan pengalaman keagamaan yang bercorak tindakan terlihat dalam bentuk ritual atau peribadatan. Apa yang dipahami sebagai realitas tertinggi akan disembah melalui suatu tingkah laku pemujaan. Versi lain mengenai pokok-pokok agama adalah, meliputi:
a. Emosi keagamaan
Emosi keagamaan atau religious emotion merupakan suatu getaran jiwa yang muncul dalam diri seseorang sebagai respon terhadap kehadiran sesuatu yang luar biasa dalam dirinya. Emosi keagamaan mempuyai nilai suci atau sacred value.
b. System keyakinan
System keyakinan dalam suatu agama terwujud dalam pikiran dan gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang Tuhan. System keyakinan tersebut biasanya terkandung dalam kitab-kitab suci dan buku-buku keagamaan.
c. System ritus dan upacara keagamaan
Ritus atau upacara keagamaan biasanya berlangsung berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu yang telah ditentukan. Suatu ritus keagamaan terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan beberapa tindakan seperti berdo, bersujud, berkorban, makan bersama, puasa, dan lain-lain.
d. Peralatan dan tempat pelaksanaan ritus keagamaan
Dalam ritus dan upacara keagamaan biasanya dipergunakan macam-macam sarana dan peralatan, seperti tempat untuk pelaksanaan upacara (masjid, langgar, gereja, pagoda, dll) dan peralatan lainnya seperti edug, gong, gamelan suci, pakaian suci (jubah, mukena, dll). Tempat upacara merupakan tempat yang dikhususkan dan yang biasanya tidak boleh didatangi secara sembarangan.
e. Kelompok pemeluk
Kelompok pemeluk agama sering disebut umat. Pada kelompok pemeluk terlihat semua aktivitas keagamaan baik dari komponen yang berupa emosi keagamaan, keyakinan keagamaan, dan norma keagamaan, peribadatan atau ritul keagamaan, dan semua perlengkapan peribadatan. Dengan tidak adanya pemeluk agama atau penganut, suatu agama tidak ada artinya.
- Fitrah Manusia Beragama: Agama sebagai fenomena universal.
Dalam kenyataannya manusia membutuhkan agama dan agama mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia. Pada saat yang sama ketika realitas menunjukkan bahwa agama dipeluk oleh hampir seluruh umat manusia, dengan demikian agama merupakan fenomena yang bersifat universal. Menurut H.M. Rasyidi, bahwa agama adalah suatu hal yang disebut sebagai “problem of ultimate concern”, yaitu suatu problem mengenai kepentingan mutlak dari kehidupan manusia. Menurut Quraish Shihab keberagamaan adalah fitrah, yaitu sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya.
- Komponen Pendidikan
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Orang tua harus menyadari tanggung jawab terhadap anaknya, tanggung jawwab yang harus dilakukan orang tua antara lain:
- Memelihara dan membesarkannya
- Melindungi dan menjamin kesehatannya
- Mendidik dengan berbagai ilmu
- Membahagiakan kehidupan anak
Untuk melaksanakan berbagai tanggung jawab itu, dalam konsep pendidikan modern, orang tua seyogyanya bersikap demokratis terhadap anak. Artinya, orang tua mampu menciptakan suasana dialogis dengan anak, sehingga dapat menumbuhkan hubungan keluarga yang harmonis, saling menghormati, disiplin, dan tahu tanggung jawab masing-masing .
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja, da terarah yang dilakukan oleh pendidik professional. Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh di lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan informal yang telah dikenal anak sebelumnya. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap berlangsungnya proses pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
- Tanggung jawab formal
- Tanggung jawab keilmuan
- Tanggung jawab fungsional
Sekarang ini penyelenggaraan pendidikan di sekolah didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diartikan sebagai perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik. KBK dilaksanakan sesuai dengan jenjang pendidikannya, yaitu TK dan RA, SD dan MI, Sekolah Menengah, dan Lingkungan Masyarakat. Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik, dibutuhkan pendidikan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerjasama dengan baik, sehingga tujuan dari pendidikan secara utuh dapat dengan optimal.
c. Masyarakat
Ditinjau dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak.
Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik, dibutuhkan pendidikan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerjasama dengan baik, sehingga tujuan dari pendidikan secara utuh dapat dengan optimal.
2. Hubungan pendidikan dan Agama Islam
Sedangkan hubungannya dapat kita fahami dari pengertian pendidikan islam itu sendiri. Pendidikan Agama islam mempunyai berbagai pengertian yaitu, pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life). Agama mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia pancasila sebab agama merupakan motivasi hidup da kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting. Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar keperibadian sehingga ia dapat menjadi manusia yang utuh.
Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga menjadi tanggaung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Dan tujuan pendidikan Agama islam merupakan suatu upaya untuk membangkitakan intuisi agama dan kesiapan rohani dalam mencapai pengalaman transcendental. Dengan demikian tujuan utamanya bukanlah sekedar mengalihkan pengetahuan dan keterampilan (sebagai isi pendidikan), melainkan lebih merupakan suatu ikhtiar untuk menggugah fitroh insaniyah, sehingga peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk agama yang taat dan baik (muslim paripurna). Sedangkan pendidikan pada umunya, bertujuan lebih menitiberatkan pada pemberian pengetahuan dan keterampilan khusus dan secara ketat berhubungan dengan pertumbuhan serta pemilihan areal kerja yang diperlukan dalam masyarakat.
3. TERORISME
Menurut konfensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sedangkan US Department of Defense tahun 1990 mendefinisan terorisme sebagai perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, adama atau idiologi. TNI-AD, berdasarkan Bujuknik tentang anti teror tahun 2000 memandang terorisme sebagai cara berfikir dan bertindak yang menggunakan teror sebagai teknik untuk mencapai tujuan .
Persoalan lain ynag dikemukakan disini adalah bahwa fenomena atau gejala yang diidentifikasikan sebagai gerakan teroris itu muncul ditengah hegemoni Barat dalam hamper semua bidang. Sementara disisi lain kalau benar praktek tersebut dilakukan oleh kelompok islam militant, hal itu dilakukan oleh kelompok minorotas yang secara politis tertindas dan sedang memperjuangkan eksistensi diri dan kelompoknya.
Definisi diatas adalah definisi terorisme dalam perspektif penguasa dan melupakan bentuk” teror” yang bias jadi dilakukan oleh penguasa atau Negara itu sendiri terhadap rakyatnya. Eqbal Ahmad dalam bukunya terorism: Theirs and Ours (Toerorisme: Mereka dan kita), membagi terorisme menjadi lima tipe: terorisme Negara, terorisme agama, terorisme politik, terorisme oposisi dan terorisme criminal. Kelima terorisme ini bisa saling bertemu dan tumpang tindih satu sama lain.
Semua orang pasti akan sepakat untuk mengutuk setiap aksi terorisme yang dilakukan dengan menggunakan justifikasi apapun karena aksi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Akan tetapi, harus jelas dulu siapa yang dianggap teroris dan atas dasar apa seseorang melakukan kekerasan. Karena seseorang atau kelompok tertentu pada satu sisi dianggap teroris tapi disisi yang lain dianggap pahlawan, tergantung siapa yang mengatakannya. Aksi kekerasan pernah menjadi lembaran hitam sejarah agama-agama di dunia dan menegaskan bahwa aksi terorisme dalam sejarah peradaban islam adalah fakta historis yang merupakan “kecelakaan” sejarah dan harus diakui bahwa hal tersebut pernah terjadi. Namun aksi kekerasan tidak hanya dapat dilekatkan pada tradisi peradaban islam, karena hal tersebut juga pernah terjadi bahkan dilakukan hingga kini oleh dan terhadap agama-agama lain di dunia. Pada kenyataannya secara akademik aksi teror pertama yang tercatat juga bukan dilakukan oleh seorang muslim, tapi oleh kelompok Hindu-Tamil di Srilangka. Kegiatan teror dalam sejarah juga tak selalu melekat pada agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalati, Hammudah. 1981.Islam Dalam Sorotan. Surabaya: PT bina ilmu.
Abdul Ghofur,Waryono. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks Dan Konteks. Yogyakarta:eLSAQpress.2005
Cholil, Suhadi. 2008. Resonansi “Dialog Agama dan Budaya”. Yogyakarta: CRCS.
Daradjat, Zakiah, dkk..2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, Ajat, dkk.. 2008. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya pendidikan merupakan suatu hal yang urgen dalam setiap kehidupan. Setiap agama mengajarkan perdamaian, kebersamaan sekaligus menebar misi kemaslahatan bagi lingkungan sekitarnya.
Dan kita sepakat bahwa untuk dapat membangun peradabanyang tinggi harus dimulai dengan memajukan pendidikan terlebih dahulu. Oleh karena itu maju tidaknya suatu Negara ditentuakanoleh tingkat kualitas pendidikan didalamnya. Semakin bagus mutu/kaulitas pendidikan suatu Negara maka semakin maju peradaban yang dibangunnya.
Pendidikan agama pun merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga menjadi tanggaung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Makalah ini akan menguraikan tentang pendidikan dan agama. Akan tetapi di dalam makalah ini hanya membahas tentang pendidikan dan agama islam saja.
B. Rumusan Masalah
1. Hubungan pendidikan dan Agama Islam?
2. Keterkaitan antara agama dengan Teroris?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi pendidikan dan Agama Islam
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu masyarakat, di dalamnya berlangsung dan terjadi suatu proses pendidikan sebagai usaha manusia untuk melestarikan hidupnya.
Sedangkan Agama, Agama berasal dari bahasa sansekerta untuk menunjuk kepercayaan agama hindu dan Buddha. Dalam pekembangannya kata ini diserap kedalam bahasa Indonesia dan dipakai untuk menyebut kepercayaan yang ada di Indonesia secara umum. Agama berarti teks atau kitab suci. Pada umumnya agama-agama memiliki kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa gam berarti tuntunan. Inti agama adalah adanya seperangkat aturan. Oleh karena itu setiap agama membawa ajaran-ajaran yang akan menjadi tuntunan hidup para pemeluknya (Harun Nasution, 1979:9; Quraish Shihab, 2001:2). Agama berasal dari kata A dan Gama. A diartikan dengan “tidak” dan gama di artikan dengan kocar-kacir atau berantakan. Jadi agama secara harfiah tidak berantakan atau hidup teratur. Agama yang dimaksudkan dalam arti ini adalah bahwa agama memberikan serangkaian aturan kehidupan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak berantakan. Agama mengantarkan para pemeluknya kepada suatu cara hidup yang teratur. Sedangkan Agama islam dalam bahasa arab adalah dinul islam tersusun dari dua kata din dan islam. Kata din berasal dari kata dana-yadinu yang berarti: adat istiadat, peraturan, undang-undang, taat, patuh, pembalasan, mengesakan Tuhan, dan lain-lain. Menurut Rasyid Ridla kata din dalam QS, Ali imran, 3:19.
Harun Nasution mendefinisikan Agama sebagai ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui para Rasul-Nya.
Dalam arti yang lain Agama islam berasal dari bahasa arab slm. Artinya antara lain damai, suci, patuh, dan taat. Dalam pengertian agama, islam berarti kepatuhan terhadap kehendak Tuhan dan taat terhadap hukum-nya.
- Teori Asal Usul Agama
Ada dua cara pandang mengenai keberagaman manusia yakni pertama, satu pihak mengatakan bahwa agama merupakan keinginan Tuhan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Karena kasih-Nya itu, manusia ditunjuki jalan menuju keselamatan hidup. Dipihak lain agama merupakan cara manusia untuk mencari keselamatan dengan menyadarkan kehidupannya kepada kehendak Tuhan. Kedua, adanya pendapat yang menyatakan bahwa benih yang melahirkan agama adalah karena rasa takut yang menyertai hidup manusia. Agama bermula dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya di dunia ini. Kebutuhan dasar manusia (primitive) adalah keamanan terhadap berbagai ancaman, apapun bentuknya baik lahiriah ataupun rohanniah (R.H. Thouless, 1992: 105).
Teori asal-usul menurut Edward B. Taylor (1832-1917) asal mula religi atau agama adalah kesadaran manusia akan faham jiwa. Kesadaran akan faham jiwa ini disebabkan karena dua hal, yaitu: pertama, perbedaan yang Nampak antara hal-hal yang hidup dan yang mati. Perbedaan ini menyadarkan manusia akan adanya jiwa. Kedua, peristiwa mimpi. Dalam mimpi manusia melihat dirinya sendiri berada di tempat lain dan memilki kekuatan yang luar biasa.
M. Crawel. Teori asal usul agama yang dikemukakan Crawel disebut dengan teori masa krisis dalam hidup individu (Koentjaraningrat, 1980:220-222). Menurut Crawel manusia banyak mengalami situasi kritis dalam hidupnya. Ada perasaan takut yang menyertai manusia ketika melewati masa-masa itu. Situasi kritis itu antara lain berupa bencana sakit dan maut. Kritis-kritis semacam itu tidak bias diatasi dengan kepandaian, kekuasaan, dan kekayaan.
- Unsur-unsur Pokok Agama
Joachim Wach mengungkapkan tentang tiga unsure pokok ungkapan pengalaman keagamaan yaitu, ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk pemikiran, tindakan, dan persekutuan. Penampakkan ungkapan pengalaman keagamaan yang bercorak tindakan terlihat dalam bentuk ritual atau peribadatan. Apa yang dipahami sebagai realitas tertinggi akan disembah melalui suatu tingkah laku pemujaan. Versi lain mengenai pokok-pokok agama adalah, meliputi:
a. Emosi keagamaan
Emosi keagamaan atau religious emotion merupakan suatu getaran jiwa yang muncul dalam diri seseorang sebagai respon terhadap kehadiran sesuatu yang luar biasa dalam dirinya. Emosi keagamaan mempuyai nilai suci atau sacred value.
b. System keyakinan
System keyakinan dalam suatu agama terwujud dalam pikiran dan gagasan manusia, yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang Tuhan. System keyakinan tersebut biasanya terkandung dalam kitab-kitab suci dan buku-buku keagamaan.
c. System ritus dan upacara keagamaan
Ritus atau upacara keagamaan biasanya berlangsung berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu yang telah ditentukan. Suatu ritus keagamaan terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan beberapa tindakan seperti berdo, bersujud, berkorban, makan bersama, puasa, dan lain-lain.
d. Peralatan dan tempat pelaksanaan ritus keagamaan
Dalam ritus dan upacara keagamaan biasanya dipergunakan macam-macam sarana dan peralatan, seperti tempat untuk pelaksanaan upacara (masjid, langgar, gereja, pagoda, dll) dan peralatan lainnya seperti edug, gong, gamelan suci, pakaian suci (jubah, mukena, dll). Tempat upacara merupakan tempat yang dikhususkan dan yang biasanya tidak boleh didatangi secara sembarangan.
e. Kelompok pemeluk
Kelompok pemeluk agama sering disebut umat. Pada kelompok pemeluk terlihat semua aktivitas keagamaan baik dari komponen yang berupa emosi keagamaan, keyakinan keagamaan, dan norma keagamaan, peribadatan atau ritul keagamaan, dan semua perlengkapan peribadatan. Dengan tidak adanya pemeluk agama atau penganut, suatu agama tidak ada artinya.
- Fitrah Manusia Beragama: Agama sebagai fenomena universal.
Dalam kenyataannya manusia membutuhkan agama dan agama mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia. Pada saat yang sama ketika realitas menunjukkan bahwa agama dipeluk oleh hampir seluruh umat manusia, dengan demikian agama merupakan fenomena yang bersifat universal. Menurut H.M. Rasyidi, bahwa agama adalah suatu hal yang disebut sebagai “problem of ultimate concern”, yaitu suatu problem mengenai kepentingan mutlak dari kehidupan manusia. Menurut Quraish Shihab keberagamaan adalah fitrah, yaitu sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya.
- Komponen Pendidikan
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena sebagian besar kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk mengoptimalkan kemampuan dan kepribadian anak, orang tua harus menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini mungkin. Orang tua harus menyadari tanggung jawab terhadap anaknya, tanggung jawwab yang harus dilakukan orang tua antara lain:
- Memelihara dan membesarkannya
- Melindungi dan menjamin kesehatannya
- Mendidik dengan berbagai ilmu
- Membahagiakan kehidupan anak
Untuk melaksanakan berbagai tanggung jawab itu, dalam konsep pendidikan modern, orang tua seyogyanya bersikap demokratis terhadap anak. Artinya, orang tua mampu menciptakan suasana dialogis dengan anak, sehingga dapat menumbuhkan hubungan keluarga yang harmonis, saling menghormati, disiplin, dan tahu tanggung jawab masing-masing .
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja, da terarah yang dilakukan oleh pendidik professional. Sekolah hanya meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh di lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan informal yang telah dikenal anak sebelumnya. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap berlangsungnya proses pendidikan, yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
- Tanggung jawab formal
- Tanggung jawab keilmuan
- Tanggung jawab fungsional
Sekarang ini penyelenggaraan pendidikan di sekolah didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diartikan sebagai perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik. KBK dilaksanakan sesuai dengan jenjang pendidikannya, yaitu TK dan RA, SD dan MI, Sekolah Menengah, dan Lingkungan Masyarakat. Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik, dibutuhkan pendidikan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerjasama dengan baik, sehingga tujuan dari pendidikan secara utuh dapat dengan optimal.
c. Masyarakat
Ditinjau dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak.
Untuk mengoptimalkan kemampuan, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik, dibutuhkan pendidikan yang mendukung. Artinya, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus seimbang dan saling bekerjasama dengan baik, sehingga tujuan dari pendidikan secara utuh dapat dengan optimal.
2. Hubungan pendidikan dan Agama Islam
Sedangkan hubungannya dapat kita fahami dari pengertian pendidikan islam itu sendiri. Pendidikan Agama islam mempunyai berbagai pengertian yaitu, pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life). Agama mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia pancasila sebab agama merupakan motivasi hidup da kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat penting. Oleh karena itu agama perlu diketahui, dipahami, dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadi dasar keperibadian sehingga ia dapat menjadi manusia yang utuh.
Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang amat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga menjadi tanggaung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Dan tujuan pendidikan Agama islam merupakan suatu upaya untuk membangkitakan intuisi agama dan kesiapan rohani dalam mencapai pengalaman transcendental. Dengan demikian tujuan utamanya bukanlah sekedar mengalihkan pengetahuan dan keterampilan (sebagai isi pendidikan), melainkan lebih merupakan suatu ikhtiar untuk menggugah fitroh insaniyah, sehingga peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk agama yang taat dan baik (muslim paripurna). Sedangkan pendidikan pada umunya, bertujuan lebih menitiberatkan pada pemberian pengetahuan dan keterampilan khusus dan secara ketat berhubungan dengan pertumbuhan serta pemilihan areal kerja yang diperlukan dalam masyarakat.
3. TERORISME
Menurut konfensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Sedangkan US Department of Defense tahun 1990 mendefinisan terorisme sebagai perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, adama atau idiologi. TNI-AD, berdasarkan Bujuknik tentang anti teror tahun 2000 memandang terorisme sebagai cara berfikir dan bertindak yang menggunakan teror sebagai teknik untuk mencapai tujuan .
Persoalan lain ynag dikemukakan disini adalah bahwa fenomena atau gejala yang diidentifikasikan sebagai gerakan teroris itu muncul ditengah hegemoni Barat dalam hamper semua bidang. Sementara disisi lain kalau benar praktek tersebut dilakukan oleh kelompok islam militant, hal itu dilakukan oleh kelompok minorotas yang secara politis tertindas dan sedang memperjuangkan eksistensi diri dan kelompoknya.
Definisi diatas adalah definisi terorisme dalam perspektif penguasa dan melupakan bentuk” teror” yang bias jadi dilakukan oleh penguasa atau Negara itu sendiri terhadap rakyatnya. Eqbal Ahmad dalam bukunya terorism: Theirs and Ours (Toerorisme: Mereka dan kita), membagi terorisme menjadi lima tipe: terorisme Negara, terorisme agama, terorisme politik, terorisme oposisi dan terorisme criminal. Kelima terorisme ini bisa saling bertemu dan tumpang tindih satu sama lain.
Semua orang pasti akan sepakat untuk mengutuk setiap aksi terorisme yang dilakukan dengan menggunakan justifikasi apapun karena aksi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Akan tetapi, harus jelas dulu siapa yang dianggap teroris dan atas dasar apa seseorang melakukan kekerasan. Karena seseorang atau kelompok tertentu pada satu sisi dianggap teroris tapi disisi yang lain dianggap pahlawan, tergantung siapa yang mengatakannya. Aksi kekerasan pernah menjadi lembaran hitam sejarah agama-agama di dunia dan menegaskan bahwa aksi terorisme dalam sejarah peradaban islam adalah fakta historis yang merupakan “kecelakaan” sejarah dan harus diakui bahwa hal tersebut pernah terjadi. Namun aksi kekerasan tidak hanya dapat dilekatkan pada tradisi peradaban islam, karena hal tersebut juga pernah terjadi bahkan dilakukan hingga kini oleh dan terhadap agama-agama lain di dunia. Pada kenyataannya secara akademik aksi teror pertama yang tercatat juga bukan dilakukan oleh seorang muslim, tapi oleh kelompok Hindu-Tamil di Srilangka. Kegiatan teror dalam sejarah juga tak selalu melekat pada agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdalati, Hammudah. 1981.Islam Dalam Sorotan. Surabaya: PT bina ilmu.
Abdul Ghofur,Waryono. Tafsir Sosial Mendialogkan Teks Dan Konteks. Yogyakarta:eLSAQpress.2005
Cholil, Suhadi. 2008. Resonansi “Dialog Agama dan Budaya”. Yogyakarta: CRCS.
Daradjat, Zakiah, dkk..2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ihsan, Fuad. 2005. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, Ajat, dkk.. 2008. Din Al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
AKAL DAN WAHYU
Published :
05.49
Author :
sadamcenter
AKAL DAN WAHYU
Akal dan wahyu dalam ilmu Teologi digunakan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ke-Tuhanan dan kewajian manusia terhadap-Nya. Akal, sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika yang turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewaiban manusia terhadap-Nya.
Dalam buku-buku klasik tentang ilmu kalam persoalan akal dan wahyu ini dihubungkan dalam dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua, yaitu:
1. Masalah mengenai Tuhan
a. Mengetahui Tuhan dan
b. Kewajiban mengetahui Tuhan
2. Mengenai persoalan baik dan buruk.
a. Mengetahui baik dan jahat dan
b. Kewajiban mengerjakan perbuatan yang baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat.
Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi islam yang bersangkutan ialah yang manakah di antara ke empat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan yang mana melalui wahyu ? masing-masing aliran memberikan jawaban yang berlainan.
1.) Mu’tazilah
Berpendapat bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh melalui akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.Dengan demikian berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan buruk wajib diketahui melalui akal demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah pula wajib.(hal.80)
Dalam hubungan ini Abu al-Huzail dengan tegas mengatakan bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan dan jika ia tidak berterimakasih kepada Tuhan, orang sedemikian akan mendapat hukuman. Baik dan jahat menurutnya juga dapat diketehui melalui perantara akal.(ibid.,81)
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, jawaban kaum mu’tazilah atas pertanyaan di atas adalah “ke empat masalah pokok itu dapat diketahui oleh akal”.
2.) Asy-ariah
Aliran ini menolak sebagian besar dari pendapat mu’tazilah di atas.Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui dengan wahyu.Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterimakasih kepada-Nyya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan mendapat upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman.(ibid.,82)
Selanjutnya, penjelasannya dapat dicari dalam keterangan para pengikutnya, salah satunya adalah Al-Ghazali yang berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukn oleh wahyu.Dengan demikian kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Mengenai soal baik dan jahat ia menerangkan bahwa suatu dikatakn baik, jika perbuatan itu sesuai dengan tujuan si pembuat di masa depan (akhirat), dan disebut buruk jika tidak sesuai dengan tujuan si pembuat yang berlawanan dengan perbuatan yang baik. Adapun soal mengenai Tuhan, uraian Al-Gazali bahwa wujud Tuhan dapat diketahui dengan pemikiran tentang alam yang berifat dijadikan dalam artian dapat diketahui melalui akal.
Hal di atas diperkuat dengan keterangan Al-Gazali selanjutnya bahwa obyek pengetahuan itu terbagi tiga, yaitu:
1. Ada yang dapat diketahui dengan akal saja
2. Ada yang dapat diketahui degan wahyu saja dan
3. Ada yang dapat diketahui dengan akal dan wahyu.(hal., 83 dst)
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ariah akal tak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan.Akal dalam pada itu hanya dapat mengetahui wujud Tuhan.Untukketigasoal yang lainnya diperukan wahyu karena akal saja tak cukup untuk mengetahuinya.
3.) Al-Maturidi,
Al-Maturidi bertentangan dengan pendirian Asy-ariah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah, juga berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajian manusia berterimakasih kepada Tuhan, dengan demikian bagi al-Maturudi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok, sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu.(ibid., 87 dst.)
Paham di atas dapat diterima oleh para pengikutnya di Samarkand, tapi pengikutnya di Bukhara mempunyai sedikit paham yang berbeda mngenai persoalan kewajiban pada Tuhan.Dalam paham mereka akal tidak mampu menentukan kewajiban, akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban.Akibat dari pendapat demikian ialah bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterimakasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidak wajib bagi manusia.Alim ulama Bukhara, kata Abu Uzbah berpendapat bahwa sebelum adanya rasul-rasul, percaya kepada Tuhan tidaklah diwajibkan dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah merupakan dosa. Pendapat serupa juga diungkapkan al-Bazdawi dalam memberi komentar terhadap ayat :
Artinya: Dan Sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada Kami, lalu Kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum Kami menjadi hina dan rendah?"(Q.S Taha:134)
Ia mengatakan bahwa menurut ayat ini kewajiban-kewajiban belum ada sebelum pengiriman rasul-rasul dan dengan demikian percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib karena kewajiban-kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan itu tak dapat diketahui kecuali melalui wahyu.(ibid., 90 dst.)
Dari ke tiga aliran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal.Maturidiah Samarkand memberikan daya yang kurang besar dari Mu’tazilah dan Asy-Arialah yang memberikan daya terkecil pada akal karena lebih memproritaskan pada fungsi wahyu.
FUNGSI WAHYU
Mengenai soal fungsi wahyu terdapat beberapa pendapat dari para ahli dan golongan, diantarana:
1. Mu’tazilah
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelaasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat, wahyu mempunai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diktahui akal, berarti menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal. Jadi tidaklah selamanya wahyu yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal bagi Mu'tazil’h dapat mengetahui sebahagian dari yang baik dan sebahagian dari yang buruk.(hal., 98 dst.)
2. Al-Khayyat
Memberi fungsi lain selain fungsi yang di atas. Rasul-rasul di kirim untuk menguji manusia, dalam arti siapa yang patuh kepada Tuhan dan siapa yang tidak patuh kepada Tuhan. Tuhan telah menunjukkan jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan terserah kepada manusia jalan mana yang akan mereka lalui nantinya.(ibid., 99.)
3. Al-Syahrastani
Disebutkan oleh al-Syahrastani, fungsi wahyu ialah mengingatkan manusia akan kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk mengetahui Tuhan.(ibid.,99.)
4. Asy-ariah
Wahyu bagi mereka mempunyai fungsi yang banyak sekali. Wahyu boleh dikata menentukan segala hal. Sekiranya wahyu tak ada, manusia akan bebas berubat apa saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur manusia dan memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia.(ibid., 100)
5. Maturidiah
Bagi cabang Samarkand, berpendapat yang lebih kurangnya sama dengan pendapat pada wahyu dalam faham Bukhara. Wahyu bagi golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedang dalam pendapat golongan ke dua, wahyu perlu untuk mengtahui kewajiban-kewajiban manusia.(ibid.,101.)
Sebagai kesimpulan dari uaraian mengenai fungsi wahyu ini, dapat dikatakan bahwa wahyu mempunai kedudukan terpenting dalam aliran As-ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarakan kemerdekaan dan kekuasaan manusia.Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk mnolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
Akal dan wahyu dalam ilmu Teologi digunakan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ke-Tuhanan dan kewajian manusia terhadap-Nya. Akal, sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika yang turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewaiban manusia terhadap-Nya.
Dalam buku-buku klasik tentang ilmu kalam persoalan akal dan wahyu ini dihubungkan dalam dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua, yaitu:
1. Masalah mengenai Tuhan
a. Mengetahui Tuhan dan
b. Kewajiban mengetahui Tuhan
2. Mengenai persoalan baik dan buruk.
a. Mengetahui baik dan jahat dan
b. Kewajiban mengerjakan perbuatan yang baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat.
Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi islam yang bersangkutan ialah yang manakah di antara ke empat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan yang mana melalui wahyu ? masing-masing aliran memberikan jawaban yang berlainan.
1.) Mu’tazilah
Berpendapat bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh melalui akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.Dengan demikian berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan buruk wajib diketahui melalui akal demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah pula wajib.(hal.80)
Dalam hubungan ini Abu al-Huzail dengan tegas mengatakan bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan dan jika ia tidak berterimakasih kepada Tuhan, orang sedemikian akan mendapat hukuman. Baik dan jahat menurutnya juga dapat diketehui melalui perantara akal.(ibid.,81)
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, jawaban kaum mu’tazilah atas pertanyaan di atas adalah “ke empat masalah pokok itu dapat diketahui oleh akal”.
2.) Asy-ariah
Aliran ini menolak sebagian besar dari pendapat mu’tazilah di atas.Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui dengan wahyu.Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterimakasih kepada-Nyya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan mendapat upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman.(ibid.,82)
Selanjutnya, penjelasannya dapat dicari dalam keterangan para pengikutnya, salah satunya adalah Al-Ghazali yang berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukn oleh wahyu.Dengan demikian kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Mengenai soal baik dan jahat ia menerangkan bahwa suatu dikatakn baik, jika perbuatan itu sesuai dengan tujuan si pembuat di masa depan (akhirat), dan disebut buruk jika tidak sesuai dengan tujuan si pembuat yang berlawanan dengan perbuatan yang baik. Adapun soal mengenai Tuhan, uraian Al-Gazali bahwa wujud Tuhan dapat diketahui dengan pemikiran tentang alam yang berifat dijadikan dalam artian dapat diketahui melalui akal.
Hal di atas diperkuat dengan keterangan Al-Gazali selanjutnya bahwa obyek pengetahuan itu terbagi tiga, yaitu:
1. Ada yang dapat diketahui dengan akal saja
2. Ada yang dapat diketahui degan wahyu saja dan
3. Ada yang dapat diketahui dengan akal dan wahyu.(hal., 83 dst)
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ariah akal tak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan.Akal dalam pada itu hanya dapat mengetahui wujud Tuhan.Untukketigasoal yang lainnya diperukan wahyu karena akal saja tak cukup untuk mengetahuinya.
3.) Al-Maturidi,
Al-Maturidi bertentangan dengan pendirian Asy-ariah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah, juga berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajian manusia berterimakasih kepada Tuhan, dengan demikian bagi al-Maturudi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok, sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu.(ibid., 87 dst.)
Paham di atas dapat diterima oleh para pengikutnya di Samarkand, tapi pengikutnya di Bukhara mempunyai sedikit paham yang berbeda mngenai persoalan kewajiban pada Tuhan.Dalam paham mereka akal tidak mampu menentukan kewajiban, akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban.Akibat dari pendapat demikian ialah bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterimakasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidak wajib bagi manusia.Alim ulama Bukhara, kata Abu Uzbah berpendapat bahwa sebelum adanya rasul-rasul, percaya kepada Tuhan tidaklah diwajibkan dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah merupakan dosa. Pendapat serupa juga diungkapkan al-Bazdawi dalam memberi komentar terhadap ayat :
Artinya: Dan Sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada Kami, lalu Kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum Kami menjadi hina dan rendah?"(Q.S Taha:134)
Ia mengatakan bahwa menurut ayat ini kewajiban-kewajiban belum ada sebelum pengiriman rasul-rasul dan dengan demikian percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib karena kewajiban-kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan itu tak dapat diketahui kecuali melalui wahyu.(ibid., 90 dst.)
Dari ke tiga aliran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal.Maturidiah Samarkand memberikan daya yang kurang besar dari Mu’tazilah dan Asy-Arialah yang memberikan daya terkecil pada akal karena lebih memproritaskan pada fungsi wahyu.
FUNGSI WAHYU
Mengenai soal fungsi wahyu terdapat beberapa pendapat dari para ahli dan golongan, diantarana:
1. Mu’tazilah
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelaasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat, wahyu mempunai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diktahui akal, berarti menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal. Jadi tidaklah selamanya wahyu yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal bagi Mu'tazil’h dapat mengetahui sebahagian dari yang baik dan sebahagian dari yang buruk.(hal., 98 dst.)
2. Al-Khayyat
Memberi fungsi lain selain fungsi yang di atas. Rasul-rasul di kirim untuk menguji manusia, dalam arti siapa yang patuh kepada Tuhan dan siapa yang tidak patuh kepada Tuhan. Tuhan telah menunjukkan jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan terserah kepada manusia jalan mana yang akan mereka lalui nantinya.(ibid., 99.)
3. Al-Syahrastani
Disebutkan oleh al-Syahrastani, fungsi wahyu ialah mengingatkan manusia akan kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk mengetahui Tuhan.(ibid.,99.)
4. Asy-ariah
Wahyu bagi mereka mempunyai fungsi yang banyak sekali. Wahyu boleh dikata menentukan segala hal. Sekiranya wahyu tak ada, manusia akan bebas berubat apa saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur manusia dan memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia.(ibid., 100)
5. Maturidiah
Bagi cabang Samarkand, berpendapat yang lebih kurangnya sama dengan pendapat pada wahyu dalam faham Bukhara. Wahyu bagi golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedang dalam pendapat golongan ke dua, wahyu perlu untuk mengtahui kewajiban-kewajiban manusia.(ibid.,101.)
Sebagai kesimpulan dari uaraian mengenai fungsi wahyu ini, dapat dikatakan bahwa wahyu mempunai kedudukan terpenting dalam aliran As-ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarakan kemerdekaan dan kekuasaan manusia.Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk mnolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
PENGERTIAN TAUHID
Published :
05.48
Author :
sadamcenter
A. PENGERTIAN TAUHID
Tauhid secara estimologis berasal dari kata wahhada yuwahhidu tauhiidan yang berarti menjadikannya esa. Mentauhidkan Allah SWT berarti menjadikan, mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa. Sedangkan ilmu Tauhid berarti ilmu yang membahas mengenai bagaiman acara mengetahui, menjadikan, mengakui, dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa.
Secara terminologis, banyak ulama yang telah membahas dan mmendefinisikan Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah:
a. M. Yusuf musa mendefinisikan Ilmu tauhid sebagai ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan Yang Esa, Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya, Yang mengutus utusan-urusan untuk memberi petunjuk kepada alam dan manusia kepada jalan kebaikan, Yang meminta pertanggungjawaban seseorang di akhirat dan memberikan balasan kepadanya atas apa yang telah diperbuatnya.
b. Muhammad Abduh menyatakan bahwa Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh pada-Nya, sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya, membicarakan tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan keutusan mereka dan sifat-sifat yang bolehj dipertautkan kepada mereka dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.
c. Muhammad bin Jasat al-Tharabulisy menyatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang kepercayaan atau akidah agama islam dengan dalil-dalil yang meyakinkan.
d. Ibrahim bin Sa’dullah dalm kitabnya Idlah al Dalil fi Qitha’i Chiojaji Ahli al-Ta’thil menjelaskan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui apa yang wajib ada pada-Nya dan apa yang mustahil ada pada-Nya, dan segala sesuatu yang terkait dengan rukun iman yang enam.
Dari berbagai definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa ilimu tauhid adalah ilmu yang membahas mengenai wujud Allah SWT dan segala yang bertalian dengan-Nya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan, agar supaya dengan ilmu tersebut manusia dapat men-tauhid-kan Allah SWT.
Dalam istilah arab, ada beberapa padanan yang biasa digunakan untuk menyebut Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah Ilmu Kalam, yakni ilmu yang membahas tentang dzat dan sifat Allah SWT serta segala hal yanbg mungkin berdasarkan ajaran islam (Al-Qur’an dan Hadits) dalam kerangka logika dan filsafat. Dinamakan demikian karena fokus penbicaraannya tentang firman Tuhan (kalam Allah), apakah hal itu azali atau non azali. Sedangkan Ibnu Khaldun menyatakan bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakandalil-dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-keoercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmual ‘Aqaid karena fokus pembicaraannya adalah tentang kepercayaan atau keimanan atau credos. Dan juga ilmu tauhid disebut ilmu ushuluddin karena membahas tentang dasar-dasar kepercayaan agama, dengan menggunakan dasar-dasar nalar yang bisa mengantarkan manusia untuk membangun aqidahnya didalam akal pikirannya.
Hal pertama dan yang paling dasar harus dipercayai dalam agama adalah Tuhan. Dalam istilah modern, ilmu yang membahas mengenai Tuhan disebut teologi, yang dalam islam disebut Teologi Islam. Theology berasal dari kata theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi theology berarti ilmu tentang membahas Tuhan atau Ketuhanan. Teologi membahas tentang ajaran-ajaran dasar yang harus diyakini dan dipercayai dari suatu agama, yakni Tuhan. Sedangkan Teologi islam adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan(allah) sebagai hal yang paling dasar dan utama harus dipercayai. Oleh karenanya ilmu ini juga disebut ilmu ‘aqaid.
Jika kita memperhatikan istilah tauhid yang memiliki makna menjadikannya esa, dan jika hal ini dikaitkan dengan objeknya yaitu manusia yang diperintahkan oleh Allah agar mengEsakan-Nya, maka dalam perintah pemahaman bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk tidak meng-Esa-kan-Nya, sehingga perlu perintah untuk mentauhidkan Allah. Manusia dikatakan men-tauhid-kan allah apabila manusia bisa mengetahui dan menyatukan bahwa semua kekuatan yang ada di alam semesta ini bersumber dari Allah. Kekuatan segala sesuatu sangat terbatas, dan semua itu pun dari Allah, sedangkan kekuatan Allah adalah mutlak tak terbatas dan merupakan sumber dari segala kekuatan yang ada di alam semesta ini. Hal inilah yang ditunjukkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa adanya petunjuk dan rambu-rambu berupa Al-Qur’an maupun al-Hadits, manusia cenderung lupa dan tidak men-yauhid-kan-Nya karena akal manusia terbatas dan jika tidak didukung oleh petunjuk dari Allah, manusia kesulitan untuk bisa men-tauhid-kan Allah.
Hasan Hanafi menyatakan bahwa tauhid bisa sebagai ilmu (pengetahuan, teori) dan juga amal (tindakan). Ilmu tauhid adalah dasar teoritis bagi adanya tindakan tauhid(‘amal al-tauhid), sedangkan tindakan tauhid (‘amal al-tauhid) adalah penyatuan perasaan (tauhid al-mujtama’), kemudian penyatuan alam semesta (tauhid al-‘alam) dalam satu sistem, yaitu sistem wahyu nizham al-wahyi). Ini berarti bahwa untuk bisa men-tauhid-kan Allah, manusia harus berusaha memahami dan mengetahui dengan kemampuan akal yang telah diberikan oleh Allah kepadanya tanda-tanda Allah, baik berupa ayat-ayat Qur’aniyyah maupun Kauniyyah.
Tauhid secara estimologis berasal dari kata wahhada yuwahhidu tauhiidan yang berarti menjadikannya esa. Mentauhidkan Allah SWT berarti menjadikan, mengakui dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa. Sedangkan ilmu Tauhid berarti ilmu yang membahas mengenai bagaiman acara mengetahui, menjadikan, mengakui, dan meyakini bahwa Allah SWT itu Esa.
Secara terminologis, banyak ulama yang telah membahas dan mmendefinisikan Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah:
a. M. Yusuf musa mendefinisikan Ilmu tauhid sebagai ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan Yang Esa, Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya, Yang mengutus utusan-urusan untuk memberi petunjuk kepada alam dan manusia kepada jalan kebaikan, Yang meminta pertanggungjawaban seseorang di akhirat dan memberikan balasan kepadanya atas apa yang telah diperbuatnya.
b. Muhammad Abduh menyatakan bahwa Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh pada-Nya, sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya, membicarakan tentang Rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan keutusan mereka dan sifat-sifat yang bolehj dipertautkan kepada mereka dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.
c. Muhammad bin Jasat al-Tharabulisy menyatakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang kepercayaan atau akidah agama islam dengan dalil-dalil yang meyakinkan.
d. Ibrahim bin Sa’dullah dalm kitabnya Idlah al Dalil fi Qitha’i Chiojaji Ahli al-Ta’thil menjelaskan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui apa yang wajib ada pada-Nya dan apa yang mustahil ada pada-Nya, dan segala sesuatu yang terkait dengan rukun iman yang enam.
Dari berbagai definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa ilimu tauhid adalah ilmu yang membahas mengenai wujud Allah SWT dan segala yang bertalian dengan-Nya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan, agar supaya dengan ilmu tersebut manusia dapat men-tauhid-kan Allah SWT.
Dalam istilah arab, ada beberapa padanan yang biasa digunakan untuk menyebut Ilmu Tauhid. Di antaranya adalah Ilmu Kalam, yakni ilmu yang membahas tentang dzat dan sifat Allah SWT serta segala hal yanbg mungkin berdasarkan ajaran islam (Al-Qur’an dan Hadits) dalam kerangka logika dan filsafat. Dinamakan demikian karena fokus penbicaraannya tentang firman Tuhan (kalam Allah), apakah hal itu azali atau non azali. Sedangkan Ibnu Khaldun menyatakan bahwa Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakandalil-dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-keoercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah.
Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmual ‘Aqaid karena fokus pembicaraannya adalah tentang kepercayaan atau keimanan atau credos. Dan juga ilmu tauhid disebut ilmu ushuluddin karena membahas tentang dasar-dasar kepercayaan agama, dengan menggunakan dasar-dasar nalar yang bisa mengantarkan manusia untuk membangun aqidahnya didalam akal pikirannya.
Hal pertama dan yang paling dasar harus dipercayai dalam agama adalah Tuhan. Dalam istilah modern, ilmu yang membahas mengenai Tuhan disebut teologi, yang dalam islam disebut Teologi Islam. Theology berasal dari kata theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi theology berarti ilmu tentang membahas Tuhan atau Ketuhanan. Teologi membahas tentang ajaran-ajaran dasar yang harus diyakini dan dipercayai dari suatu agama, yakni Tuhan. Sedangkan Teologi islam adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan(allah) sebagai hal yang paling dasar dan utama harus dipercayai. Oleh karenanya ilmu ini juga disebut ilmu ‘aqaid.
Jika kita memperhatikan istilah tauhid yang memiliki makna menjadikannya esa, dan jika hal ini dikaitkan dengan objeknya yaitu manusia yang diperintahkan oleh Allah agar mengEsakan-Nya, maka dalam perintah pemahaman bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk tidak meng-Esa-kan-Nya, sehingga perlu perintah untuk mentauhidkan Allah. Manusia dikatakan men-tauhid-kan allah apabila manusia bisa mengetahui dan menyatukan bahwa semua kekuatan yang ada di alam semesta ini bersumber dari Allah. Kekuatan segala sesuatu sangat terbatas, dan semua itu pun dari Allah, sedangkan kekuatan Allah adalah mutlak tak terbatas dan merupakan sumber dari segala kekuatan yang ada di alam semesta ini. Hal inilah yang ditunjukkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa adanya petunjuk dan rambu-rambu berupa Al-Qur’an maupun al-Hadits, manusia cenderung lupa dan tidak men-yauhid-kan-Nya karena akal manusia terbatas dan jika tidak didukung oleh petunjuk dari Allah, manusia kesulitan untuk bisa men-tauhid-kan Allah.
Hasan Hanafi menyatakan bahwa tauhid bisa sebagai ilmu (pengetahuan, teori) dan juga amal (tindakan). Ilmu tauhid adalah dasar teoritis bagi adanya tindakan tauhid(‘amal al-tauhid), sedangkan tindakan tauhid (‘amal al-tauhid) adalah penyatuan perasaan (tauhid al-mujtama’), kemudian penyatuan alam semesta (tauhid al-‘alam) dalam satu sistem, yaitu sistem wahyu nizham al-wahyi). Ini berarti bahwa untuk bisa men-tauhid-kan Allah, manusia harus berusaha memahami dan mengetahui dengan kemampuan akal yang telah diberikan oleh Allah kepadanya tanda-tanda Allah, baik berupa ayat-ayat Qur’aniyyah maupun Kauniyyah.
TURKI USMANI
Published :
05.47
Author :
sadamcenter
TURKI USMANI
A. Asal asul turki utsmani
Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawidi Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani, adalah yang terbesar dan terlama. Turki Utsmani runtuh dan berubah menjadi Republik Turki pada tahun 1924M.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkis¬tan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke¬13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orangTurki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota .
Artogrol meninggal pada tahun 1281, atas persetujuan sultan alauddin, maka utsman putra artogrol naik tahta. Pada tahun 699 h = 1299 M, daulat saljuki di taklukkan oleh tentara mongol dan pada tahun itu sultan Alauddin meninggal dunia. Dengan demikian utsman segera memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya, dengan nama “kesultanan utsmani”.
Perluasan wilayah turki utsmani di asia kecil. Setelah utsman wafat ( 1326 M ). Urkhan naik tahta. Dimasa pemerintahannya ia berhasil menaklukkan kota Bruessa azzmir. Dan Thanasyanly ( 1330 ), ankara ( 1354 ). Daulat turki utsmani merambah ke Eropa, Urkhan wafat pada tahun 1359 M kemudian putranya Murad I, naik tahta. Pada tahun 1362 turki utsmani dapat menaklukkan kota Adrionapel. Kemudian sejak tahun 1360 M. Kota tersebut dijadikan ibukota pemerintahan utsmani yang baru sampai kota konstantinapel dapat mereka taklukkan. Pada maa itu macedonia, shopia, salonika, dan seluruh wilayah utara yunani dapat dikuasai pula. Pada tahun 1389 M sultan Murad gugur ketika berperang melawan tentara sekutu kristen yang terdiri dari pasukan tentara Serbia, bisynak, maghyar ( hongaria ) Bulgaria, dan Albania.
B. Sistem Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin Turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus, yaitu Khalifah dan Sultan. Sultan bergerak dalam bidang atau urusan duniawi, sedangkan Khalifah berkuasa dibidang agama dan spiritual. Dalam menjalankan roda pemerintahan Sultan atau Khalifah dibantu oleh seorang mufti atau Syaikh Al-Alawiyah yang mempunyai wewenang untuk mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual. Dan Sadr Al-A’zam atau perdana menteri yang membantu tugas Sultan dalam menguruh hal duniawi.
Wilayah Turki Usmani dibagi menjadi beberapa propinsi yang masing-masing propinsi dipimpin oleh seorang gubernur yang bergelar Pasha. Seorang gubernur dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh seorang Zanaqiq atau Al-Alawiyah yaitu seorang bupati. Propinsi-propinsi tersebut adalah :
a. Iraq, terdiri atas 4 propinsi yaitu : Baghdad, Basra, Mosul, Shahrizur.
b. Syria, terdiri dari 4 propinsi yaitu : Aleppo, Damaskus, Tripoli, Sudan.
c. Arab, terdiri dari 2 propinsi yaitu : Hijaz dan Yaman.
d. Afrika terdiri dari 4 propinsi yaitu : Mesir, Tripoli, Tunis, Aljazair.
C. Zaman Keemasan dan Kemajuan Peradaban yang di Bangun
1. Penaklukkan konstantinapel
Pada tahun 1453 M, bertepatan dengan masa pemeritahan muhammad Al – fatih atau muhammad II, pasukan tentara utsmani berhasil menaklukkan kontantinapel. Kemudian sultan muhammad memasuki konstantinapel dan merubah gerejaaya shopia menjadi masjid Aya sopia. Sesudah penaklukkan konsatantinapel sultan Muhammad al – fatih melakukan penataan hal ikhwal orang – orang yunani (romawi). Dalam penataan tersebut sultan tetap memberi kebebasan pihak gereja seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya mengakui sesuia dengan ajaran islam yang menghormati keyakinan suatu agama.
2. Penaklukan syiria dan mesir
Perekonomian daulat mamalik di mesir dan disyiria di penghujung abad xv M mengalami kemunduran dikarenakan portugis berhasil menemukan jalan laut tanjung harapan. Dengan demikian terjalinlah hubungan dagang langsung antarA EROPA dengan india eropa tanpa harus melintasi pelabuhan2 mesir dan Arab. Tekanan ekonomi yangmelanda pemerintah mamalik adalah salah satu faktor yang mendorong turki utsmani berambisi untuk menaklukkan mesir dan syiria. t rki utsmani berhasil menaklukkansyiria pada tahun 1516 M dan menaklukkan mesir pada tahun 1517 M.
3. Penaklukan pada masa Sultan sulaiman di eropa dan di asia
Puncak zaman keemasan turki utsmani terjadi pada masa sultan sulaiman al – qanuni sultan sulaiman agung. Pada masa sultan sulaiman wilayah imperium turki utsmani membentang meliputi wilayah yang sangat luas baik dieropa maupun di di benua asia dan benua afrika. Pada masa sulatan sulaiman, belgrado, dan puau rhodes dapat diduduki (1522 M). Pada tahun 1526 M, perang mohawks yang pertama antara pasukan utsmani dengan pasukan kerajaan hongaria meletus. Pihak utsmani dapat mengalahkan pihak musuh dan rajanya louis terbunuh. Kemudian ketika pangeran translavia dan raja austria berselisih mengenai tahta kerajaan hmgaria,sultan sulaiman membawa pangeran translavia. Selanjutnya iaberhasil menduduki budapest .
4. Perkembangan Peradaban di Turki
a. Perkembangan Ilmu pengetahuan : gerakan Wahabi yang didalangi oleh Muhammad Bin Abdulwahab (1116-1206 H)diantara karangan-karangan beliau adalah Lam’Usy Syhab fi sirah Muhammad Bin Abdulwahab wa Mazhibih, At Tauhid, Tafsir Al Fatihah, Tafsir Asy syahadah wa ma’rifatullah, At Taudlih ‘an Tauhidil Akhlaq. Perkembangan tarikh : diantaranya adalah As sirah asy syamsiyah (Syamsuddin Syamsi), al kanzul Asma (Quthbuddin Naahrawaly). Munculnya para pengarang Ilmu : Abdurrauf Al Manawy seorang pengarang tentang hadis, tasawuf dll, Burhanuddin Al Halaby dengan kitabnya yang termasyhur adalah Multaqa Al Abhar fi Furu’il Fiqhl Hanafy.
b. Perkembangan Seni Budaya : seni bahasa : Puisi, beberapa penyair ya ng menonjol diantarannya adalah Aisyah Ba’uniyah, Ibnu Najamuddin,Saman Dimasyqy, Murad Mausily, Zamzamy. Prosa, adapun hasil karya para pujangga dalam bentuk prosa diantarannya adalah Safinah Nuh, Uyunul Akhbar, Ali Khan, Yusi Marakisyi. Ilmu Bahasa, yang bergelimang dibidang ilmu bahasa antara lain adalah Syahabuddin Khafaji, Badi’y, Abdulqadir Baghdady, Ash Shaban.
D. Kemunduran turki usmani
keruntuhan imperium turki merupakan peristiwa yang kompleks bagi sebuah transformasi masyarakat islam dari sebuah kerjaan menuju negara modern. Pada proses keruntuhannya, imperium turki usmani merupakan wilayah yang amat luas dan meliputi semenanjung balkan, asia kecil, arab timur tengah, mesir, dan afrika utara. Pengaruhnya menjangkau asia tengah, laut merah, dan gurun sahara. Pada abad ketujuh belas hingga delapan belas, situasi politik turki usmani diwarnai dengan kebijakan desentralisasi yang member peluang para musuh kerajaan untuk menyusun kekuatan guna bersaing dalam bidang politik dan ekonomi. Hingga terjadi perubahan yang amat penting dalam sejarah yakni berakhirnya ekpansi kerajaan turki usmani, lembaga pemerintahan seringkali kehilangan kemampuan dan administrasinya, kerajaan dalam posisi tertekan dengan regresi ekonomi, pemberontakan rakyat, dan beberapa kekalahan militer. Perseteruan panjang antara pemerintah pusat dengan elit lokal untuk mengkontrol pendapat pajak dari rakyat muncul ke permukaan, dan kekuasaan dialihkan dari pemerintah pusat kepada kelompok janissary, ulama dan keluarga usmani yang telah mapan dalam masyarakat setempat.
Dan berikut hal – hal yang dipandang para pakar sejarawan sebagai penyebab kejatuhan turki usmani antara lain sebagai berikut:
- Sebab internal:
1. Lemahnya para sultan pasca sulaiman I dan sistem birokrasinya .
2. Tidak adanya aturan tentang suksesi kepemimpinan.
3. Wilayah terlalu luas dan kemerosotan di bidang ekonomi.
4. Pemberontakan jenissari
- Sebab eksternal:
1. Munculnya renaissance di eropa (abad 16 - 17).
2. Ditemukannya wilayah baru: amerika oleh columbus, dan tanjung harapan oleh vasco de gama.
3. Negara-negara eropa mulai kuat dan memisahkan diri dari turki.
- Tahun 1924 mustafa kemal memberhentikan system kekhilafahan dan mendirikan republik turki yang sekuler.
Demikian secara kronologis tentang proses kerntuhan imperium turki usmani yang dapat kita simpulkan bahwa keeksistensian suatu system birokrasi pemerintahan tidak akan terlepas dari tanggung jawab seorang penguasa yang diyakinkan dapat mengendalikan pemerintahan secara utuh, sehingga proses korosi pemerintahan tidak akan masuk dalam system birokrasi pemerintahan dan mampu menutup jalan bagi degadrasi politik.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Syalabi, Ahmad. 1998. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Ustmani. Jakarta : Kalam Mulia
Hasymy, A. 1975. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Mubarok, Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
www.google.com//turkiusmani//sejarahturkiusmani.co.id
A. Asal asul turki utsmani
Sejak mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawidi Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani, adalah yang terbesar dan terlama. Turki Utsmani runtuh dan berubah menjadi Republik Turki pada tahun 1924M.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkis¬tan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke¬13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orangTurki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota .
Artogrol meninggal pada tahun 1281, atas persetujuan sultan alauddin, maka utsman putra artogrol naik tahta. Pada tahun 699 h = 1299 M, daulat saljuki di taklukkan oleh tentara mongol dan pada tahun itu sultan Alauddin meninggal dunia. Dengan demikian utsman segera memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya, dengan nama “kesultanan utsmani”.
Perluasan wilayah turki utsmani di asia kecil. Setelah utsman wafat ( 1326 M ). Urkhan naik tahta. Dimasa pemerintahannya ia berhasil menaklukkan kota Bruessa azzmir. Dan Thanasyanly ( 1330 ), ankara ( 1354 ). Daulat turki utsmani merambah ke Eropa, Urkhan wafat pada tahun 1359 M kemudian putranya Murad I, naik tahta. Pada tahun 1362 turki utsmani dapat menaklukkan kota Adrionapel. Kemudian sejak tahun 1360 M. Kota tersebut dijadikan ibukota pemerintahan utsmani yang baru sampai kota konstantinapel dapat mereka taklukkan. Pada maa itu macedonia, shopia, salonika, dan seluruh wilayah utara yunani dapat dikuasai pula. Pada tahun 1389 M sultan Murad gugur ketika berperang melawan tentara sekutu kristen yang terdiri dari pasukan tentara Serbia, bisynak, maghyar ( hongaria ) Bulgaria, dan Albania.
B. Sistem Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin Turki Usmani menggunakan dua gelar sekaligus, yaitu Khalifah dan Sultan. Sultan bergerak dalam bidang atau urusan duniawi, sedangkan Khalifah berkuasa dibidang agama dan spiritual. Dalam menjalankan roda pemerintahan Sultan atau Khalifah dibantu oleh seorang mufti atau Syaikh Al-Alawiyah yang mempunyai wewenang untuk mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan wewenang spiritual. Dan Sadr Al-A’zam atau perdana menteri yang membantu tugas Sultan dalam menguruh hal duniawi.
Wilayah Turki Usmani dibagi menjadi beberapa propinsi yang masing-masing propinsi dipimpin oleh seorang gubernur yang bergelar Pasha. Seorang gubernur dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh seorang Zanaqiq atau Al-Alawiyah yaitu seorang bupati. Propinsi-propinsi tersebut adalah :
a. Iraq, terdiri atas 4 propinsi yaitu : Baghdad, Basra, Mosul, Shahrizur.
b. Syria, terdiri dari 4 propinsi yaitu : Aleppo, Damaskus, Tripoli, Sudan.
c. Arab, terdiri dari 2 propinsi yaitu : Hijaz dan Yaman.
d. Afrika terdiri dari 4 propinsi yaitu : Mesir, Tripoli, Tunis, Aljazair.
C. Zaman Keemasan dan Kemajuan Peradaban yang di Bangun
1. Penaklukkan konstantinapel
Pada tahun 1453 M, bertepatan dengan masa pemeritahan muhammad Al – fatih atau muhammad II, pasukan tentara utsmani berhasil menaklukkan kontantinapel. Kemudian sultan muhammad memasuki konstantinapel dan merubah gerejaaya shopia menjadi masjid Aya sopia. Sesudah penaklukkan konsatantinapel sultan Muhammad al – fatih melakukan penataan hal ikhwal orang – orang yunani (romawi). Dalam penataan tersebut sultan tetap memberi kebebasan pihak gereja seperti yang dilakukan oleh para pendahulunya mengakui sesuia dengan ajaran islam yang menghormati keyakinan suatu agama.
2. Penaklukan syiria dan mesir
Perekonomian daulat mamalik di mesir dan disyiria di penghujung abad xv M mengalami kemunduran dikarenakan portugis berhasil menemukan jalan laut tanjung harapan. Dengan demikian terjalinlah hubungan dagang langsung antarA EROPA dengan india eropa tanpa harus melintasi pelabuhan2 mesir dan Arab. Tekanan ekonomi yangmelanda pemerintah mamalik adalah salah satu faktor yang mendorong turki utsmani berambisi untuk menaklukkan mesir dan syiria. t rki utsmani berhasil menaklukkansyiria pada tahun 1516 M dan menaklukkan mesir pada tahun 1517 M.
3. Penaklukan pada masa Sultan sulaiman di eropa dan di asia
Puncak zaman keemasan turki utsmani terjadi pada masa sultan sulaiman al – qanuni sultan sulaiman agung. Pada masa sultan sulaiman wilayah imperium turki utsmani membentang meliputi wilayah yang sangat luas baik dieropa maupun di di benua asia dan benua afrika. Pada masa sulatan sulaiman, belgrado, dan puau rhodes dapat diduduki (1522 M). Pada tahun 1526 M, perang mohawks yang pertama antara pasukan utsmani dengan pasukan kerajaan hongaria meletus. Pihak utsmani dapat mengalahkan pihak musuh dan rajanya louis terbunuh. Kemudian ketika pangeran translavia dan raja austria berselisih mengenai tahta kerajaan hmgaria,sultan sulaiman membawa pangeran translavia. Selanjutnya iaberhasil menduduki budapest .
4. Perkembangan Peradaban di Turki
a. Perkembangan Ilmu pengetahuan : gerakan Wahabi yang didalangi oleh Muhammad Bin Abdulwahab (1116-1206 H)diantara karangan-karangan beliau adalah Lam’Usy Syhab fi sirah Muhammad Bin Abdulwahab wa Mazhibih, At Tauhid, Tafsir Al Fatihah, Tafsir Asy syahadah wa ma’rifatullah, At Taudlih ‘an Tauhidil Akhlaq. Perkembangan tarikh : diantaranya adalah As sirah asy syamsiyah (Syamsuddin Syamsi), al kanzul Asma (Quthbuddin Naahrawaly). Munculnya para pengarang Ilmu : Abdurrauf Al Manawy seorang pengarang tentang hadis, tasawuf dll, Burhanuddin Al Halaby dengan kitabnya yang termasyhur adalah Multaqa Al Abhar fi Furu’il Fiqhl Hanafy.
b. Perkembangan Seni Budaya : seni bahasa : Puisi, beberapa penyair ya ng menonjol diantarannya adalah Aisyah Ba’uniyah, Ibnu Najamuddin,Saman Dimasyqy, Murad Mausily, Zamzamy. Prosa, adapun hasil karya para pujangga dalam bentuk prosa diantarannya adalah Safinah Nuh, Uyunul Akhbar, Ali Khan, Yusi Marakisyi. Ilmu Bahasa, yang bergelimang dibidang ilmu bahasa antara lain adalah Syahabuddin Khafaji, Badi’y, Abdulqadir Baghdady, Ash Shaban.
D. Kemunduran turki usmani
keruntuhan imperium turki merupakan peristiwa yang kompleks bagi sebuah transformasi masyarakat islam dari sebuah kerjaan menuju negara modern. Pada proses keruntuhannya, imperium turki usmani merupakan wilayah yang amat luas dan meliputi semenanjung balkan, asia kecil, arab timur tengah, mesir, dan afrika utara. Pengaruhnya menjangkau asia tengah, laut merah, dan gurun sahara. Pada abad ketujuh belas hingga delapan belas, situasi politik turki usmani diwarnai dengan kebijakan desentralisasi yang member peluang para musuh kerajaan untuk menyusun kekuatan guna bersaing dalam bidang politik dan ekonomi. Hingga terjadi perubahan yang amat penting dalam sejarah yakni berakhirnya ekpansi kerajaan turki usmani, lembaga pemerintahan seringkali kehilangan kemampuan dan administrasinya, kerajaan dalam posisi tertekan dengan regresi ekonomi, pemberontakan rakyat, dan beberapa kekalahan militer. Perseteruan panjang antara pemerintah pusat dengan elit lokal untuk mengkontrol pendapat pajak dari rakyat muncul ke permukaan, dan kekuasaan dialihkan dari pemerintah pusat kepada kelompok janissary, ulama dan keluarga usmani yang telah mapan dalam masyarakat setempat.
Dan berikut hal – hal yang dipandang para pakar sejarawan sebagai penyebab kejatuhan turki usmani antara lain sebagai berikut:
- Sebab internal:
1. Lemahnya para sultan pasca sulaiman I dan sistem birokrasinya .
2. Tidak adanya aturan tentang suksesi kepemimpinan.
3. Wilayah terlalu luas dan kemerosotan di bidang ekonomi.
4. Pemberontakan jenissari
- Sebab eksternal:
1. Munculnya renaissance di eropa (abad 16 - 17).
2. Ditemukannya wilayah baru: amerika oleh columbus, dan tanjung harapan oleh vasco de gama.
3. Negara-negara eropa mulai kuat dan memisahkan diri dari turki.
- Tahun 1924 mustafa kemal memberhentikan system kekhilafahan dan mendirikan republik turki yang sekuler.
Demikian secara kronologis tentang proses kerntuhan imperium turki usmani yang dapat kita simpulkan bahwa keeksistensian suatu system birokrasi pemerintahan tidak akan terlepas dari tanggung jawab seorang penguasa yang diyakinkan dapat mengendalikan pemerintahan secara utuh, sehingga proses korosi pemerintahan tidak akan masuk dalam system birokrasi pemerintahan dan mampu menutup jalan bagi degadrasi politik.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Syalabi, Ahmad. 1998. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Ustmani. Jakarta : Kalam Mulia
Hasymy, A. 1975. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Mubarok, Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
www.google.com//turkiusmani//sejarahturkiusmani.co.id
KOMPONEN KURIKULUM
Published :
05.46
Author :
sadamcenter
Pengertian Kurikulum dan Komponen-komponen dalam Kurikulum
Diskripsi Kurikulum Pembelajaran Secara Global
Dalam sistem pembelajaran, suatu lembaga haruslah mempunyai pedoman yang handal guna memodifikasi suatu proses belajar mengajar yang berkualitas dan menghasilkan out put yang bermanfaat bagi lingkungan nantinya. Patut kita sadari bahwa suatu pembelajaran hendaknya mempunyai sebuah program yang menunjang dimana dalam program tersebut mempunyai tujuan, metode, dan sistem yang aplikatif.
Oleh sebab itu, program tersebut adalah kurikulum, dalam pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapi tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi.
Disamping itu, kurikulum harus bisa memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga. Wajar apabila kurikulum pembelajaran selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang terjadi.
Kata kurikulum, bila ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere, yang berarti jarak tempuh lari. dalam perspektif lain disebutkan bahwa, kurikulum berasal dari kata curir yang artinya pelari, dan curere artinya tempat berpacu atau tempat lomba. Dalam bahasa Arab kata kurikulum identik dengan kata المنهج yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupannya (Al-Syaibany, 1997:478).
Dalam arti yang paling sederhana kurikulum berarti jadwal pelajaran. Dalam arti sempit kurikulum adalah semua pelajaran baik teori maupun praktek yang diberikan kepada siswa-siswa selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu.
Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada anak didik selama mengikuti pendidikan.
Dari penjelasan secara etimologi tersebut menuai banyak pespektif dan perbandingan maka untuk menemukan makna kurikulum secara terminologi maka perlu kita ketahui bahwa hakikat kurikulum adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu, dan dengan menguasainya seorang dapat dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah .
Menurut UU No. 2 tahun 1989 yang menjelaskan tentang pengertian kurikulum tentang Sisitem Pendidikan Nasional “ Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.”
Disisi lain terdapat perspektifitas, kurikulum secara terminologi yakni, pengertian kurikulum berdasarkan pemahamannya, dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum secara modern.
1. Kurikulum Menurut Perspektif Tradisional
Menurut Oemar Hamalik, kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini mempunyai implikasi bahwa mata pelajaran pada hakikatnya pengalaman masa lampau, tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah.
2. Kurikulum Menurut Perspektif Modern
1. Kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out7 comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
(Grayson 197)
2. Kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
(Harsono 2005)
3. Kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingan dan keperluan masyarakat.
(John Dewey 1902;5 dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’)
4. Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu ciri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkapi dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
(Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum’)
5. Kurikulum adalah Curriculum is, after all, a way of preparing young people to participate as productive members of our culturer, yaitu cara mempersiapkan manusia untuk berpartisipasi sebagai anggota produktif dari suatu budaya, yakni dengan lebih cenderung pada metodologi.
(Hilda Taba dalam buku Curriculum Development:10)
6. Kurikulum adalah A curriculum is an organized set of formal education and or training intentions. Maksudnya kurikulum yaitu seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat latihan.
(Pratt, dalam bukunya Curriculum, design and Devopment:4)
Komponen-komponen Kurikulum
Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat berarti, karena merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. untuk itu, komponen kurikulum pendidikan setidak-tidaknya mencakup empat klaster (kelompok) pokok , yaitu:
1. Klaster komponen dasar; mencakup konsep dasar tujuan dalam kurikulum pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan, orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi.
2. Klaster komponen pelaksana; mencakup materi pendidikan, sistem penjenjangan, sistem penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
3. Klaster komponen pelaksana dan pendukung; mencakup pendidik, peserta didik, bimbingan konseling, administrasi pendidikan, sarana-prasarana, dan biaya pendidikan.
4. Klaster komponen usaha-usaha pengembangan; yakni usaha-usaha pengembangan terhadap ketiga klaster tersebut dengan berbagai komponen yang tercakup didalamnya.
Dari uraian diatas, penulis akan membahas secara singkat mengenai komponen kurikulum dasar yaitu, tujuan, isi, metode atau cara belajar mengajar dan evaluasi pembelajaran.
1. Tujuan
Tujuan kurikulum tidaklah lepas dari visi dan misi sebuah pendidikan yang telah dirancang sesuai kompetensi anak didik dan pendidik yakni setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik. Rumusan tujuan haruslah disusun sebelum kita menyusun isi, metode, dan evaluasi pembelajaran karena tujuan kurikulum dapat mempengaruhi corak, menentukan arah suatu pembelajaran, dan menjadi pegangan dalam melakukan setiap tindakan oleh pendidik.
2. Isi kurikulum
Isi atau yang biasa disebut dengan materi kurikulum cenderung lebih menekankan pada ide-ide atau gagasan dasar dari berbagai disiplin ilmu. Ide-ide itu disebut dengan “struktur”ilmu pengetahuan.
Menurut Hilda Taba, dalam menentukan criteria dalam melakukan pemilihan isi atau materi kurikulum adalah sebagai berikut :
1) Isi kurikulum harus valid dan signifikan (sesuai).
2) Isi kurikulum berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial.
3) Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang.
4) Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
5) Isi kurikulum harus dapat dipelajaridan disesuaikan dengan pengalaman sisiwa.
6) Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.
3. Metode Pembelajaran
Secara harfiah: ‘cara’ yaitu cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan suatu kegiatan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis (umum). Cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta didik. cara yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran antara lain :
• Metode ceramah
• Metode diskusi
• Metode studi mandiri
• Metode studi kasus
• Metode pembelajaran terprogram
• Metode praktikum, dll
4. Evaluasi Pendidikan
Yakni proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
Diskripsi Kurikulum Pembelajaran Secara Global
Dalam sistem pembelajaran, suatu lembaga haruslah mempunyai pedoman yang handal guna memodifikasi suatu proses belajar mengajar yang berkualitas dan menghasilkan out put yang bermanfaat bagi lingkungan nantinya. Patut kita sadari bahwa suatu pembelajaran hendaknya mempunyai sebuah program yang menunjang dimana dalam program tersebut mempunyai tujuan, metode, dan sistem yang aplikatif.
Oleh sebab itu, program tersebut adalah kurikulum, dalam pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapi tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi.
Disamping itu, kurikulum harus bisa memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga. Wajar apabila kurikulum pembelajaran selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang terjadi.
Kata kurikulum, bila ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata currere, yang berarti jarak tempuh lari. dalam perspektif lain disebutkan bahwa, kurikulum berasal dari kata curir yang artinya pelari, dan curere artinya tempat berpacu atau tempat lomba. Dalam bahasa Arab kata kurikulum identik dengan kata المنهج yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupannya (Al-Syaibany, 1997:478).
Dalam arti yang paling sederhana kurikulum berarti jadwal pelajaran. Dalam arti sempit kurikulum adalah semua pelajaran baik teori maupun praktek yang diberikan kepada siswa-siswa selama mengikuti suatu proses pendidikan tertentu.
Dalam arti luas kurikulum dapat diartikan semua pengalaman yang diberikan oleh lembaga pendidikan kepada anak didik selama mengikuti pendidikan.
Dari penjelasan secara etimologi tersebut menuai banyak pespektif dan perbandingan maka untuk menemukan makna kurikulum secara terminologi maka perlu kita ketahui bahwa hakikat kurikulum adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu, dan dengan menguasainya seorang dapat dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah .
Menurut UU No. 2 tahun 1989 yang menjelaskan tentang pengertian kurikulum tentang Sisitem Pendidikan Nasional “ Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.”
Disisi lain terdapat perspektifitas, kurikulum secara terminologi yakni, pengertian kurikulum berdasarkan pemahamannya, dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum secara modern.
1. Kurikulum Menurut Perspektif Tradisional
Menurut Oemar Hamalik, kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini mempunyai implikasi bahwa mata pelajaran pada hakikatnya pengalaman masa lampau, tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah.
2. Kurikulum Menurut Perspektif Modern
1. Kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out7 comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
(Grayson 197)
2. Kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
(Harsono 2005)
3. Kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingan dan keperluan masyarakat.
(John Dewey 1902;5 dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’)
4. Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu ciri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkapi dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
(Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum’)
5. Kurikulum adalah Curriculum is, after all, a way of preparing young people to participate as productive members of our culturer, yaitu cara mempersiapkan manusia untuk berpartisipasi sebagai anggota produktif dari suatu budaya, yakni dengan lebih cenderung pada metodologi.
(Hilda Taba dalam buku Curriculum Development:10)
6. Kurikulum adalah A curriculum is an organized set of formal education and or training intentions. Maksudnya kurikulum yaitu seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat latihan.
(Pratt, dalam bukunya Curriculum, design and Devopment:4)
Komponen-komponen Kurikulum
Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat berarti, karena merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. untuk itu, komponen kurikulum pendidikan setidak-tidaknya mencakup empat klaster (kelompok) pokok , yaitu:
1. Klaster komponen dasar; mencakup konsep dasar tujuan dalam kurikulum pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan, orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi.
2. Klaster komponen pelaksana; mencakup materi pendidikan, sistem penjenjangan, sistem penyampaian, proses pelaksanaan, dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
3. Klaster komponen pelaksana dan pendukung; mencakup pendidik, peserta didik, bimbingan konseling, administrasi pendidikan, sarana-prasarana, dan biaya pendidikan.
4. Klaster komponen usaha-usaha pengembangan; yakni usaha-usaha pengembangan terhadap ketiga klaster tersebut dengan berbagai komponen yang tercakup didalamnya.
Dari uraian diatas, penulis akan membahas secara singkat mengenai komponen kurikulum dasar yaitu, tujuan, isi, metode atau cara belajar mengajar dan evaluasi pembelajaran.
1. Tujuan
Tujuan kurikulum tidaklah lepas dari visi dan misi sebuah pendidikan yang telah dirancang sesuai kompetensi anak didik dan pendidik yakni setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik. Rumusan tujuan haruslah disusun sebelum kita menyusun isi, metode, dan evaluasi pembelajaran karena tujuan kurikulum dapat mempengaruhi corak, menentukan arah suatu pembelajaran, dan menjadi pegangan dalam melakukan setiap tindakan oleh pendidik.
2. Isi kurikulum
Isi atau yang biasa disebut dengan materi kurikulum cenderung lebih menekankan pada ide-ide atau gagasan dasar dari berbagai disiplin ilmu. Ide-ide itu disebut dengan “struktur”ilmu pengetahuan.
Menurut Hilda Taba, dalam menentukan criteria dalam melakukan pemilihan isi atau materi kurikulum adalah sebagai berikut :
1) Isi kurikulum harus valid dan signifikan (sesuai).
2) Isi kurikulum berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial.
3) Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang.
4) Isi kurikulum menjangkau tujuan yang luas, meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
5) Isi kurikulum harus dapat dipelajaridan disesuaikan dengan pengalaman sisiwa.
6) Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa.
3. Metode Pembelajaran
Secara harfiah: ‘cara’ yaitu cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan suatu kegiatan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis (umum). Cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta didik. cara yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran antara lain :
• Metode ceramah
• Metode diskusi
• Metode studi mandiri
• Metode studi kasus
• Metode pembelajaran terprogram
• Metode praktikum, dll
4. Evaluasi Pendidikan
Yakni proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
Langganan:
Postingan (Atom)
Poll
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "
Labels
- BAHASA (1)
- BAHTSUL MASA’IL (1)
- BELAJAR DAN MEMORI (1)
- BERPIKIR (1)
- DAN INTELIGENSI (1)
- DASAR BIOLOGIS PERILAKU (1)
- Dasar moral (1)
- EMOSI DAN MOTIVASI (1)
- ETIKA BERTAMU (1)
- ETIKA DALAM ISLAM (1)
- Etika Orang yang Bertamu (1)
- filsafat (2)
- Good Governance dan Kebohongan publik (1)
- Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru (1)
- Hukum Islam di Era Reformasi (1)
- Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan (1945) (1)
- Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang (1)
- Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda (1)
- inovasi pendidikan (1)
- konseptualisasi pendidikan (1)
- KURIKULUM (1)
- MANUSIA DAN KEBUDAYAAN (1)
- masail fiqh (1)
- obyek etika (1)
- OPERASI KECANTIKAN DAN PEMASANGAN KAWAT GIGI (1)
- PENDIDIKAN (8)
- pendidikan islam (2)
- PENDIDIKAN MORAL DALAM ISLAM (1)
- pendidikan multikultural (1)
- pengertian etika (1)
- PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH ISLAM (3)
- SENSASI DAN PERSEPSI (1)
- SISTEM ENDOKRIN (1)
- TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND CLEAN GOVERNANCE) (1)
- TAUHID (2)
- tujuan moral (1)
- unsur dasar pendidikan (1)
- اللغة العربية (1)
About Me
- sadamcenter
- hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
Pengikut
Mengenai Saya
- sadamcenter
- solo n jogja tok, jateng ae, Indonesia
- hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
About
Bookmarks
Archive
-
▼
2012
(16)
-
▼
Januari
(16)
- PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN
- EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
- Epistemologi multikulturalisme
- PERKEMBANGAN RASA AGAMA PADA REMAJA
- TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN KRITIS DI IN...
- PEMIKIRAN NUR KHOLIS MAJID
- PENDIDIKAN DAN AGAMA
- AKAL DAN WAHYU
- PENGERTIAN TAUHID
- TURKI USMANI
- KOMPONEN KURIKULUM
- Perbandingan antara Filsafat, Agama dan Ilmu Agama
- KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
- PENDIDIKAN ISLAM
- PENDIDIKAN PADA MASA TURKI USMANI
- PERKEMBANGAN TURKI USMANI
-
▼
Januari
(16)
Categories
- BAHASA (1)
- BAHTSUL MASA’IL (1)
- BELAJAR DAN MEMORI (1)
- BERPIKIR (1)
- DAN INTELIGENSI (1)
- DASAR BIOLOGIS PERILAKU (1)
- Dasar moral (1)
- EMOSI DAN MOTIVASI (1)
- ETIKA BERTAMU (1)
- ETIKA DALAM ISLAM (1)
- Etika Orang yang Bertamu (1)
- filsafat (2)
- Good Governance dan Kebohongan publik (1)
- Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru (1)
- Hukum Islam di Era Reformasi (1)
- Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan (1945) (1)
- Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang (1)
- Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda (1)
- inovasi pendidikan (1)
- konseptualisasi pendidikan (1)
- KURIKULUM (1)
- MANUSIA DAN KEBUDAYAAN (1)
- masail fiqh (1)
- obyek etika (1)
- OPERASI KECANTIKAN DAN PEMASANGAN KAWAT GIGI (1)
- PENDIDIKAN (8)
- pendidikan islam (2)
- PENDIDIKAN MORAL DALAM ISLAM (1)
- pendidikan multikultural (1)
- pengertian etika (1)
- PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH ISLAM (3)
- SENSASI DAN PERSEPSI (1)
- SISTEM ENDOKRIN (1)
- TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND CLEAN GOVERNANCE) (1)
- TAUHID (2)
- tujuan moral (1)
- unsur dasar pendidikan (1)
- اللغة العربية (1)
Labels
- BAHASA (1)
- BAHTSUL MASA’IL (1)
- BELAJAR DAN MEMORI (1)
- BERPIKIR (1)
- DAN INTELIGENSI (1)
- DASAR BIOLOGIS PERILAKU (1)
- Dasar moral (1)
- EMOSI DAN MOTIVASI (1)
- ETIKA BERTAMU (1)
- ETIKA DALAM ISLAM (1)
- Etika Orang yang Bertamu (1)
- filsafat (2)
- Good Governance dan Kebohongan publik (1)
- Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru (1)
- Hukum Islam di Era Reformasi (1)
- Hukum Islam pada Masa Kemerdekaan (1945) (1)
- Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang (1)
- Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda (1)
- inovasi pendidikan (1)
- konseptualisasi pendidikan (1)
- KURIKULUM (1)
- MANUSIA DAN KEBUDAYAAN (1)
- masail fiqh (1)
- obyek etika (1)
- OPERASI KECANTIKAN DAN PEMASANGAN KAWAT GIGI (1)
- PENDIDIKAN (8)
- pendidikan islam (2)
- PENDIDIKAN MORAL DALAM ISLAM (1)
- pendidikan multikultural (1)
- pengertian etika (1)
- PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PSIKOLOGI (1)
- SEJARAH ISLAM (3)
- SENSASI DAN PERSEPSI (1)
- SISTEM ENDOKRIN (1)
- TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND CLEAN GOVERNANCE) (1)
- TAUHID (2)
- tujuan moral (1)
- unsur dasar pendidikan (1)
- اللغة العربية (1)