Kamis, 05 Januari 2012

AKAL DAN WAHYU

AKAL DAN WAHYU
Akal dan wahyu dalam ilmu Teologi digunakan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ke-Tuhanan dan kewajian manusia terhadap-Nya. Akal, sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika yang turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewaiban manusia terhadap-Nya.
Dalam buku-buku klasik tentang ilmu kalam persoalan akal dan wahyu ini dihubungkan dalam dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua, yaitu:
1. Masalah mengenai Tuhan
a. Mengetahui Tuhan dan
b. Kewajiban mengetahui Tuhan
2. Mengenai persoalan baik dan buruk.
a. Mengetahui baik dan jahat dan
b. Kewajiban mengerjakan perbuatan yang baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat.
Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teologi islam yang bersangkutan ialah yang manakah di antara ke empat masalah itu yang dapat diperoleh melalui akal dan yang mana melalui wahyu ? masing-masing aliran memberikan jawaban yang berlainan.
1.) Mu’tazilah
Berpendapat bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh melalui akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.Dengan demikian berterimakasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah wajib. Baik dan buruk wajib diketahui melalui akal demikian pula mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah pula wajib.(hal.80)
Dalam hubungan ini Abu al-Huzail dengan tegas mengatakan bahwa sebelum turunnya wahyu, orang telah berkewajiban mengetahui Tuhan dan jika ia tidak berterimakasih kepada Tuhan, orang sedemikian akan mendapat hukuman. Baik dan jahat menurutnya juga dapat diketehui melalui perantara akal.(ibid.,81)
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, jawaban kaum mu’tazilah atas pertanyaan di atas adalah “ke empat masalah pokok itu dapat diketahui oleh akal”.
2.) Asy-ariah
Aliran ini menolak sebagian besar dari pendapat mu’tazilah di atas.Dalam pendapatnya segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui dengan wahyu.Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia.Betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterimakasih kepada-Nyya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan mendapat upah dan yang tidak patuh kepada-Nya akan mendapat hukuman.(ibid.,82)
Selanjutnya, penjelasannya dapat dicari dalam keterangan para pengikutnya, salah satunya adalah Al-Ghazali yang berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukn oleh wahyu.Dengan demikian kewajiban mengetahui Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang jahat hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Mengenai soal baik dan jahat ia menerangkan bahwa suatu dikatakn baik, jika perbuatan itu sesuai dengan tujuan si pembuat di masa depan (akhirat), dan disebut buruk jika tidak sesuai dengan tujuan si pembuat yang berlawanan dengan perbuatan yang baik. Adapun soal mengenai Tuhan, uraian Al-Gazali bahwa wujud Tuhan dapat diketahui dengan pemikiran tentang alam yang berifat dijadikan dalam artian dapat diketahui melalui akal.
Hal di atas diperkuat dengan keterangan Al-Gazali selanjutnya bahwa obyek pengetahuan itu terbagi tiga, yaitu:
1. Ada yang dapat diketahui dengan akal saja
2. Ada yang dapat diketahui degan wahyu saja dan
3. Ada yang dapat diketahui dengan akal dan wahyu.(hal., 83 dst)
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat al-Asy’ariah akal tak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia. Untuk itulah wahyu diperlukan.Akal dalam pada itu hanya dapat mengetahui wujud Tuhan.Untukketigasoal yang lainnya diperukan wahyu karena akal saja tak cukup untuk mengetahuinya.
3.) Al-Maturidi,
Al-Maturidi bertentangan dengan pendirian Asy-ariah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah, juga berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajian manusia berterimakasih kepada Tuhan, dengan demikian bagi al-Maturudi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok, sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu.(ibid., 87 dst.)
Paham di atas dapat diterima oleh para pengikutnya di Samarkand, tapi pengikutnya di Bukhara mempunyai sedikit paham yang berbeda mngenai persoalan kewajiban pada Tuhan.Dalam paham mereka akal tidak mampu menentukan kewajiban, akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban.Akibat dari pendapat demikian ialah bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterimakasih kepada Tuhan, sebelum turunnya wahyu tidak wajib bagi manusia.Alim ulama Bukhara, kata Abu Uzbah berpendapat bahwa sebelum adanya rasul-rasul, percaya kepada Tuhan tidaklah diwajibkan dan tidak percaya kepada Tuhan bukanlah merupakan dosa. Pendapat serupa juga diungkapkan al-Bazdawi dalam memberi komentar terhadap ayat :
                   
Artinya: Dan Sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada Kami, lalu Kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum Kami menjadi hina dan rendah?"(Q.S Taha:134)
Ia mengatakan bahwa menurut ayat ini kewajiban-kewajiban belum ada sebelum pengiriman rasul-rasul dan dengan demikian percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib karena kewajiban-kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan-ketentuan Tuhan itu tak dapat diketahui kecuali melalui wahyu.(ibid., 90 dst.)
Dari ke tiga aliran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal.Maturidiah Samarkand memberikan daya yang kurang besar dari Mu’tazilah dan Asy-Arialah yang memberikan daya terkecil pada akal karena lebih memproritaskan pada fungsi wahyu.
FUNGSI WAHYU
Mengenai soal fungsi wahyu terdapat beberapa pendapat dari para ahli dan golongan, diantarana:
1. Mu’tazilah
Wahyu bagi kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelaasan tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat, wahyu mempunai fungsi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa-apa yang telah diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diktahui akal, berarti menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh akal. Jadi tidaklah selamanya wahyu yang menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, karena akal bagi Mu'tazil’h dapat mengetahui sebahagian dari yang baik dan sebahagian dari yang buruk.(hal., 98 dst.)

2. Al-Khayyat
Memberi fungsi lain selain fungsi yang di atas. Rasul-rasul di kirim untuk menguji manusia, dalam arti siapa yang patuh kepada Tuhan dan siapa yang tidak patuh kepada Tuhan. Tuhan telah menunjukkan jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan terserah kepada manusia jalan mana yang akan mereka lalui nantinya.(ibid., 99.)

3. Al-Syahrastani
Disebutkan oleh al-Syahrastani, fungsi wahyu ialah mengingatkan manusia akan kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk mengetahui Tuhan.(ibid.,99.)

4. Asy-ariah
Wahyu bagi mereka mempunyai fungsi yang banyak sekali. Wahyu boleh dikata menentukan segala hal. Sekiranya wahyu tak ada, manusia akan bebas berubat apa saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya masyarakat akan berada dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur manusia dan memberi tuntunan kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia.(ibid., 100)

5. Maturidiah
Bagi cabang Samarkand, berpendapat yang lebih kurangnya sama dengan pendapat pada wahyu dalam faham Bukhara. Wahyu bagi golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedang dalam pendapat golongan ke dua, wahyu perlu untuk mengtahui kewajiban-kewajiban manusia.(ibid.,101.)
Sebagai kesimpulan dari uaraian mengenai fungsi wahyu ini, dapat dikatakan bahwa wahyu mempunai kedudukan terpenting dalam aliran As-ariah dan fungsi terkecil dalam paham Mu’tazilah. Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarakan kemerdekaan dan kekuasaan manusia.Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk mnolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.

0 komentar:

Posting Komentar

Poll

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto Saya
sadamcenter
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Mengenai Saya

Foto Saya
solo n jogja tok, jateng ae, Indonesia
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras

About

Powered By Blogger