Kamis, 05 Januari 2012

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN KRITIS DI INDONESIA

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG PENDIDIKAN KRITIS
DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Problematika dalam meningkatkan kualitas hidup manusia sama artinya dengan problem fundamental pendidikan itu sendiri. Prof. Proopert menyatakan dengan lantang bahwa kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan. Antara pendidikan dan kehidupan hampir tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Para filosofis mengemukakan bahwa pendidikan dan kehidupan telah menyatu dalam satu kesatuan. Pendidikan tidak lain dari suatu proses bagaimana manusia menjalani proses kehidupan begitupula sebaliknya. Pemaknaan filosofis tersebut mengindentifikasikan bahwa pendidikan adalah suatu proses bagaimana manusia menggali segenap potensi (fithrah) yang ada pada dirinya dan menghadapkannya pada lingkungan realitas yang dihadapi secara kritis dan realities.
Dalam dunia pendidikan saat ini, dikenal istilah pendidikan kritis dan demokratis. Dalam pendidikan kritis, guru tidak dianggap sebagai pusat segalanya. Ia bukan satu-satunya sumber pemilik otoritas kebenaran dan pengetahuan. Ia juga bukan pemilik tunggal kelas. Hubungan guru dan murid bukanlah bersifat vertikal tetapi bersifat horizontal. Namun, pada faktanya dalam dunia pendidikan menunjukkan bahwa sekolah seringkali menampakkan wajahnya yang ambigu. Disatu sisi sekolah dilandaskan pada satu visi untuk membangun masyarakat demokratis dan kritis, namun terkadang pada prakteknya justru bertindak otoriter dan anti demokratis dengan tidak memberi ruang bagi tumbuhnya subjek yang kritis, toleran dan multicultural.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pada peserta didik agar tercipta suasana belajar yang kreatif dan inovatif. Pada dasarnya, pendidikan kritis sudah ada sejak abad ke-20 an. Pendidikan kritis juga telah sedikit diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia seperti di sekolah menengah atas ataupun di perguruan tinggi. Untuk lebih mengetahui tinjauan para filosofis tentang pendidikan kritis di Indonesia akan kami bahas dalam bab selanjutnya di makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapatlah kita kemukakan sebuah rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam pembahasan di bawah ini.
1. Bagaimana tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui tinjauan filosofis tentang pendidikan kritis secara umum serta pendidikan kritis di Indonesia.
2. Untuk mendapatkan pengetahuan secara teoritis berdasarkan penelitian literer terhadap pendidikan kritis yang ada di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Kritis
Sebelum kita membahas tentang masalah pendidikan kritis di Indonesia, maka alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai apa itu pendidikan kritis dan apa yang melandasi munculnya pendidikan kritis.
Dilihat dari sejarah perkembangan pendidikan, maka konsep pendidikan kritis lahir pada decade 20-an dan mulai berkembang pesat sekitar decade 70-an. Awalnya merupakan pemikiran pendidikan progressif dari George S. Counts. Beliau mengemukakan tiga masalah vital pada masa itu, dan kemudian dari masalah-masalah tersebut lahirlah yang dinamakan pendidikan kritis. Masalah tersebut adalah pertama, mengkritik masalah pendidikan konservatif, kedua, memberikan ruang terhadap peranan guru untuk menjadikan pendidikan sebagai agen dari perubahan social dan yang terakhir yaitu masalah penataan ekonomi sebagai salah satu syarat untuk perbaikan pendidikan.
Pendidikan kritis (critical pedagogy) adalah madzhab pendidikan yang meyakini adanya muatan politik dalam semua aktivitas pendidikan. Aliran ini dalam diskursus pendidikan disebut juga “aliran kiri” karena orientasi politiknya yang berlawanan dengan madzhab liberal dan konservatif. Pendidikan kritis adalah pendidikan yang dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan melalui pemberdayaan dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis peserta didik. Pendidikan kritis bukan pendidikan yang mengambil jarak dengan masyarakat, tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan memihak pada rakyat yang tertindas.
Suatu pendidikan dikatakan pendidikan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik ideologi yang berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan berada.
B. Konsep Pendidikan Kritis Menurut Paulo Freire
Selama ini kita dan dunia mengenal Paulo Freire sebagai tokoh pendidikan kritis. Dengan berbagai karyanya tentang pendidikan kritis, menjadikan kita semakin tidak ragu bahwa Freire benar-benar sebagai tokoh pendidikan kritis. Paulo Freire dikatakan sebagai tokoh pendidikan kritis karena pemikirannya yang menolak pendidikan sebagai media pengukuhan sistem ideologi, politik, dan ekonomi yang dominan dengan teori perlawanannya bahwa pendidikan yang ada adalah pendidikan model bank, dimana pendidikan hanya sebuah transfer ilmu pengetahuan. Bagi Freire pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menciptakan tatanan hidup yang baru, dinamis dan mensejahterakan semua lapisan masyarakat.
Berangkat dari konsep tentang manusia, Freire mengemukakan bahwa filsafat pendidikan bertumpu pada keyakinan bahwa manusia secara fithrah mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya. Dengan demikian, tugas utama pendidikan sebenarnya adalah mengantarkan peserta didik menjadi subjek. Untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua gerakan ganda: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik dan sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu berlangsung.
Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap “the dominant ideology” ke arah transformasi sosial. Dengan demikian tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, dekontruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Ini lahir karena adanya sistem dominan yang mengabaikan aspirasi rakyat kecil lagi tertindas sehingga tidak tercipta tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dalam bahasa Dr. Mansur Fakih pendidikan kritis bertugas “memanusiakan” kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil.
Dari uraian di atas kritis nampaknya lebih mengarah pada penolakan pada sistem dominan. Dengan cara-cara yang dianggapnya relevan pendidikan pun dibangun atas dasar penolakan dan keinginan baru yang tujuan akhirnya tercipta pemanusiaan manusia
Jadi sebagai mahasiswa harusnya kita tidak lagi hanya nyaman dengan semangat generasi muslim yang umumnya asyik berseminar, bersimposium namun tak bergerak di alam nyata. Maka harusnya seperti Abdullah said yang berani mendirikan Pesantren Hidayatullah dengan konsep pendidikan problem solver dan bukan sekedar pendidikan kritis dalam artian umum.
C. Analisis Pedagogik Kritis
Pertama-tama kita lihat prinsip utama dari pedagogik kritis ialah melihat proses pendidikan tidak terisolisasi dari kehidupan social masyarakat. Selanjutnya didalam kehidupan manusian abad ke-21 ini, pedagogik kritis tidak terlepas dari perubahan global yang telah melahirkan berbagai masalah krusial dalam bidang pendidikan. Pedagogic kritis mempunyai cirri-ciri khas didalam menyajikan pendidikan.
1. Analisis pedagogik kritis hendaknya mengandung suatu kesaksian negatif mengenai fakta pendidikan. Hal ini bukan berarti semata-mata untuk mengingkari atau meremehkan fakta-fakta yang tampak, melainksn fakta tersebut merupakan factor utama untuk menganalisis masalah pendidikan. Sikap negatif terutama bertujuan untuk memperjelas betapa praktik dan kebijakan pendidikan berkaitan dengan eksploitasi dan dominasi serta perjuangan untuk mematahkan dominasi tersebut didalam masyarakat. Berkaca dari hal tersebut bukan berarti bahwa pendidikan kritis adalah pendidikan yang mencari-cari kesalahan serta kekurangan suatu kebijakan dan praksis pendidikan namun bertujuan untuk mencari jalan yang lebih baik dari praktik yang berlaku.
2. Pedagogic kritis hanya akan dapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat demokratis dimana telah tumbuh secara sehat sikap toleransi dan menghargai pendapat-pendapat yang berbeda meskipun terkadang pendapat tersebut sangat pahit diterima oleh pemegang kekuasaan.
3. Didalam pemaparan analisis yang kritis, haruslah pula disertai pemaparan yang jelas serta membuka peluang untuk langkah-langkah yang mungkin dilaksanakan.serta perlu ditunjukkan melalui kajian yang mendalam tentang program yang sedang berjalan atau yang sedang direncanakan uintuk dijalankan,
4. Hal-hal yang akan digunakan sebagai penantang hegemoni yang sedang berjalan hendaknya dikemas seefektivitas mungkin agar tidak menjadi boomerang terhadap hasil-hasil dari pedagogik kritis.karena dalam suatu kekuasaan yang ditantang akan mencari banyak jalan untuk mempertahankan kekuasaan itu.

D. Pandangan Filosofis tentang Pendidikan Kritis di Indonesia
Kalau kita amati lebih seksama, sepertinya Indonesia tidak memiliki arah yang jelas mengenai pendidikan nasional; sebagai contoh setiap kali Negara kita ganti menteri pendidikan maka selalu diikuti pergantian kebijakan. Hal ini berarti pendidikan nasional semata-mata masih tunduk kepada kepentingan kekuasaan. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional indonesia tidak mempunyai arah yang jelas.
Sedangkan untuk masalah pendidikan kritis dalam arti yang sebenarnya belum ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Winarno yang melihat pembangunan pendidikan nasional tanpa strategi yang jelas sehingga menghasilkan manusia Indonesia yang tidak cerdas yang kemudian membawa manusia kepada suatu tragedi. Bahkan menurutnya ketiadaan relevansi pendidikan nasional dengan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan. Menurut beliau pendidikan agama lebih merupakan suatu pelajaran agama yang hanya perlu dihafal oleh peserta didik dan tidak untuk mewujudkannya didalam kehidupan sehari-hari. Jika diamati lebih mendalam hal ini mungkin disebabkan karena pendidikan nasional terlalu banyak dicampuri oleh pertimbangan-pertimbangan politik agamis dan bukan dititikberatkan pada pembentukan manusia Indonesia yang paripurna.
Meskipun dalam penerapannya di indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis, akan tetapi belum memenuhi arti kritis yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sudah mulai diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik. Di Indonesia, peserta didik sudah tidak dianggap lagi sebagai suatu bejana kosong yang harus diisi air. Artinya, peserta didik tidak hanya dijejali dengan ilmu-ilmu dan materi-materi pembelajaran tanpa memandangnya sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Namun sebaliknya peserta didik ditempatkan sebagai subjek yang penuh dengan potensi positif, aktif, kreatif, dan inovatif yang akan menumbuhkan jiwa kritis terhadap realita yang ada disekitarnya jika dikembangkan dengan maksimal.
Namun perlu diingat, bahwa dalam mengimplementasikan sikap kritis tersebut, tidaklah bebas nilai, dalam pengertian mengabaikan nilai-nilai etika mengenai tata cara berhubungan dan saling berdialog, baik antar murid maupun guru-murid. Sehingga bukan suatu pertentangan yang muncul tetapi sebaliknya, kasih sayang, saling menerima pendapat oarang lain, saling menghargai, saling melengkapi dan sebagainya.
Akan tetapi proses pembelajaran dengan sisten pendidikan kritis ini belum seutuhnya berjalan di Indonesia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu:
Pertama, masih banyaknya masyarakat yang beranggapan bahwa suatu sekolah atau perguruan tinggi itu identik untuk mencari suatu pekerjaan. Pertimbangan orang tua menyekolahkan anaknya agar mereka mendapatkan pekerjaan yang layak dan memadai setelah mereka lulus nantinya.
Kedua, proses pembelajaran masih bersifat tekstual belum faktual. Proses pembelajaran yang tekstual hanya akan melahirkan peserta didik yang bersifat statis, penghafal dan penjiplak ilmu pengetahuan yang meniadakan dimensi kreativitas. Sementara itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada faktual akan membimbing peserta didik menjadi kreatif pada permasalahan lokal dan kontekstual.
Ketiga, mengambil pendapat Djohar tentang “warung padang dan warung sate”. Pendidikan saat ini masih menerapkan seperti sistem warung sate yang tidak ada pilhan menunya. Pada pendidikan level S1 misalnya, mahasiswa telah disediakan kapling-kapling spesialisasi ilmu atau jurusan. Seharusnya, mahasiswa S1 dibawa pada “warung padang” yang disana banyak menu dan pilihan. Mahasiswa dapat mengakses disiplin ilmu yang ada, sehingga wawasan keilmuan akan samgat luas, walaupun sangat umum sekali.









BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pendapat filosofis, pendidikan kritis merupakan pendidikan yang memusatkan pembelajaran pada peserta didik. Seorang pendidik lebih diposisikan sebagai fasilitator bukan pemegang kekuasaan di dalam kelas, walaupun pada hakikatnya pendidik adalah orang yang harus tetap dihormati di dalam kelas. Secara praktis pendidikan kritis menghendaki pendidikan dan peserta didik untuk secara bebas berargumentasi tanpa merasa dibatasi oleh kedudukan masing-masing dan hanya nilai atau etikalah yang menjembatani proses ini.
Ketika pendidik mengungkapkan suatu pendapat, tidak layak peserta didik menyelanya. Begitupula sebaliknya, seorang pendidik hendaknya memberi ruang dan waktu bagi peserta didik untuk berekspresi, berargumentasi, dan berkreasi bahkan melakukan suatu inovasi. Proses pembelajaran yang seperti ini akan menumbuhkan mental kemandirian dan daya kritis peserta didik.
Para filosofis juga mengungkapkan bahwa di Indonesia ini telah menjalankan sistem pendidikan kritis. Hal ini dibuktikan pada model pembelajaran yang sering diterapkan pada sekolah-sekolah formal khususnya perguruan tinggi yang memusatkan proses pembelajarannya pada peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abdurrachman dan Suyadi. Pendidikan Islam Madzhab Kritis: Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Freire, Paulo. Tidak Ada Mengajar Tanpa Belajar dalam wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, 2003.
Nuryatno, M. Agus. 2008. Madzhab Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.
Tilaar, H.A.R. pedagogik kritis: Perkembangan, Substansi, dan perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Rinek Cipta, 2011.
Winarno Surahmad, Pendidikan Nasional, Strategi dan Traged. 2009

2 komentar:

  1. tolong daftar rujukannya disertakan.......

    BalasHapus
  2. tolong kutipan pakai kutipan yg baik dan benar :) cantumkan tahun jg. thx u bwt artikelnya

    BalasHapus

Poll

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto Saya
sadamcenter
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Mengenai Saya

Foto Saya
solo n jogja tok, jateng ae, Indonesia
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras

About

Powered By Blogger