Rabu, 06 Juli 2011

ETIKA DALAM ISLAM

ETIKA DALAM ISLAM

1. Syariat Islam

sebagaimana paparan yang telah disebutkan diatas, ketiga unsur pribadi yaitu Id, Ego dan Superego, merupakan fungsi kejiwaan yang ada pada diri seseorang. Id menghasilkan karsa, Ego mebuahkan cipta dan Superego melahirkan rasa.

Jadi pada diri orang tersebut terdapat pengertian tentang apa yang dirasakannya. Apa yang dimengerti bisa jadi dia dapatkan tanpa pengalaman terlebih dahulu atau mungkin dia dapatkan berdasarkan pengalaman praktis. Kedua macam ini jika telah mantap dalam hati dan tidak ada keraguan maka disebut sebuah kepercayaan, kepercayaan inipun terbagi dalam dua macam, yaitu:

1. kepercayaan terhadap benda ghaib

2. kepercayaan terhadap benda lahir

setiap orang mempunyia kepercayaan karean itu adalah suatau kenyataan yang tidak dapat ditolak. Kita ambil contoh ketika seseorang akan berangkat sesekolah dalam dirinya timbul kepercayaan bahwa dengan jalan tertentu ia pasti akan samapai kesekolah, bertemu dengan kawan-kawannya dan berhadapan dengan gurunya dan sebgainya. Tanpa kepercayaan dengan demikian, tak mungkin dia berangkat kesekolah. Namun satu kenyataan lagi tak boleh diabakan ialah bahwa orang condong berkepercayaan terhadap adanya barang ghaib, dimana belum pernah terbukti, tetapi malah diterimanya, sebagai contoh misalnya : animisme, agama-agama berhala, matahari, bulan, batu dan sebagainya. Yang semuanya itu justru tidak membawa kearah keluhuran budi, malah kearah sebaliknya yaitu kepada keruntuhan moral, dan mungkin malah lebih buruk lagi jadinya.

Nyatalah sudah bahwa setiap manusia pasti memiliki kenyataan sebagai jalan guna mengatur perikehidupannya dan guna mempermudah penerimaan hidayah yang datang dari tuhan yang maha Esa. Tanpa adanya kepercayaan (yang dihasilkan superego) memberikan peluang pada nafsu (Id) untuk mempengaruhi akal(Ego) yang menciptakan rencana secara lenih leluasa dengan tidak ada yang merintangi. Kalau seseorang menyatakan bahwa ia tidak berkepercayaan berarti memperpendek jarak, menggali lubang kesesatan untuk dirinya, dan menutup segala jalan kebahagiaan, seperti firman allah SAW (al-maidah: 41)

41. .mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

Manusia yang menyangkal kepercayaan sendiri jelas menampakan kesombongan sekaligus melahirkan kebodohan. Dia berkawan dengan hawa nafsunya, kawan-kawannya hanyalah yang serupa dengan setan-setan yang selalu mengerubutinya. Kepercayaan yang merupakan pelahiran dari superego adalah wadah, tempat berseminya benih iman yang pertama yaitu : fitrah, fitrah berisikan kepastian bahwa ia adalah mahluk tuhan.

Disini kami singggung istilah kepercayaan dan iman, karena pengertian dari keduanya itu berbeda/ mempunyai perbedaan. Percaya ataupun iman, adalah suatu pengertian yang tidak bisa disangsikan lagi terhadap ada-tidaknya sesuatu, hanya saja percaya merupakan pengertian umum, sedangkan iman adalah bersifay khusus, yaitu khusus dalam hubungan diri pribadi dengan tuhan dan rosul sebagai utusannya.

Fitrah berisikan hal demikian karena pernah disebut-sebut oleh nabi secara implisit dalam sunnahnya bahwa setiap anak yang terlahir akan membawa fitrah (maksudnya fitrah ketuhanan yang maha esa) kecuali bila orang tuanya menyelewengkan arah keagamaannya kepada yahudi, nasrani, atau majusi. Dalam sejarah manusia kita dapati berbagai macam kepercayaan kuno. Animisme, berhala, majusi dan sebagainya adalah penjelmaan dari tuntutan fitrah untuk mencari tuhan, hanya saja terjerumus oleh akal yang serba terbatas disertai nafsu-nafsu yang selalu mempengaruhinya, akhirnya menjasmanikan tuhan dalam bentuk yang beraneka ragam seperti kisahnya nabi ibrahim yang kaumnya banyak menyembah berhala dan sebagainya.

Lalu agam apakah yang diturunkan tuhan kepada manusia? Agama tersebut bukan majusi, yahudi bukan pula nasrani, tetapi ISLAM. Tegas telah disebutkan Allah dalm firmannya, surat al-imron: 19

19. Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Dengan itu maklumlah kita bahwa agama yang dibawa sejak dari yang pertama : nabi adam sampai dengan yang terakhir yaitu nabi Muhammad semuanya adalah islam. Sampai pada nabi musa pun bukan yahudi, dan nabi isa bukan pula nasrani/ kristen, tetapi isla. Dalam surat al-baqoroh : 136 disebutkan :

136. Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".

Islam yang dimaksudkan disini bukanlah identik isi dan bentuknya secara keseluruhan. Agama-agama yang dibawa sejak oleh nabi adam sampai nabi muhammad tidak sama sekali sama. Jika dikatakan sama maka apakah perlunya tuhan menurunkan kitab taurot, jabur, injil dan yang terakhir al-quran, yang jelas-jelas bahwa kesemuanya tidak tepat sama.

Apa yang dibawa nabi-nabi dari yang pertama sampai yang terakhir, nampak adanya perkembangan menuju kesempurnaan perkembangan dalam dalam pengertian intisarinya tidak berubah. Berdasarkan pada adanya perkembangan alam pikiran yang kemudian membawa pula perkembangan agama da silih bergantinya nabi, adakah suatu kemungkinan munculnya ajaran baru dengan nabi yang baru pula setelah muhammad? Firman Allah surat al-ahzab: 40

40. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Sebagai nabi terakhir berarti tidak ada lagi sesudahnya begitu pula dengan ajarannya. Untuk itu ajarannya harus lengkap/ sempurna yang mencakup segala masalah yang sudah dan akan terjadi. Demikianlah muhammad sebagai rosul, menempati posisi yang jauh lebih mulia dan lebih tinggi dibanding dengan rosul-rosul yang diutus sebelumnya.

Manfaat Dienul Islam diturunkan dan diajarkan kepada manusia ialah untuk membimbing manusia ke arah kebenaran dan untuk menutup segala sanggahan yang mungkin datang dari manusia ketika nanti mereka dihukum karena bersalah, sebab manusia suka berbantah.

Untuk tidak mengacaukan pikiran antara "Dienul Islam" dengan kenyataan tulisan "Syariat Islam". Perlu dijelaskan bahwa dalama rangka skrip ini tidak melihat Islam dari luar sebagai Dienul Islam, akan tetapi langsung kedalamnya, yakni ajarannya. Di antara sekian banyak masalah yang diajarkan hanya satu yang diperbincangkan, yaitu masalah moral.

Pokok Ajaran Islam

Bila kita rinci dari awal tentang karunia yang dilimpahkan Allah kepada kita, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nikmat-Nya demikian banyak tak terhitung jumlahnya. Jadi jelas mustahil orang bisa mengimbangi jasa Tuhan. "Balas budi" tak mungkin diberikan kepada Allah. Mengingat akan hal ini kita tidak bisa tinggal diam dengan tidak mengerjakan sesuatu untuk perwujudan sebagai timbal balik hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Bersyukur itulah yang diharapkan oleh Allah dari hambaNya. Bersyukur sendiri ada berbagai tingkatan, tingkatan terendah yaitu dengan memujiNya setiap kita sadar diberi nikmat, tetapi ini belum cukup. Imbalan yang sedemikian jauh lebih tidak seimbang, harus ditambah dengan kewajiban beribadah. Ibadah inilah tugas pokok hidup manusia, serta menjadi tujuan terakhirnya di dunia ini. Setiap kali berbuat, artinya bereksistensi, dalam kesadarannya ia wajib mempersembahkan perbuatannya untuk/ kepada Allah. Bagi Allah, kepercayaan manusia akan adanya Tuhan berhubung tergugah dengan fitrahnya. Di sini kita melihat ada 3 macam tingkatan: Iman sebagai dasar, Islam sebagai konsekuensi dan Ihsan sebagai penyempurna. Iman-Islam-Ihsan, jadi merupakan suatu kesatuan bulat yang saling melengkapi.

Ada suatu persyaratan lain agar Iman, Islam, Ihsan dapat diterima oleh Allah. Ada suatu dasar dari ketiga kategori itu dinilai kebenarannya oleh Allah. Dasar ini ialah suasana batin ketika hendak berbuat salah satu atau ketiga kategori di atas (niatan hati).

Moralitas Dasar Islam

Moralitas Islamiyah adalah mengatur pri-kehidupan manusia sesam di dunia untuk hidupnya di dunia dan akhirat. Perwujudan nilai moralitas sesuai dengan norma-norma Tuhan oleh islam disebut amal shaleh. Dapat dipersatukan bahwa dengan bertingkah laku yang baik terhadap Tuhan dan rasulNya, diri sendiri maupun sesama makhluk, akan terwujud suatu dunia perdamaian antara seluruh bangsa. Kita dapat mengerti bahwa suatu peristiwa moral (baik) adalah hasil pengaturan instink pribadi dengan baik, sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan masyarakatnya. Jadi, moralitas pada hakikatnya ialah keseimbangan instink dengan kehendak-kehendak superego yang menjelma dalam suara batin dan tata cara hidup masyarakat yang semuanya itu bersumber pada Al qur'an dan As sunnah.

Demikian sangat berpengaruh sekali moral terhadap keteraturan dan ketertiban hidup dengan segala seluk beluknya, secara timbal balik antara individu dan masyarakat. Diindividu, ia menunjuk keluhuran budi dan di masyrakat ia membimbing kepada kedamaian.

Moral Dasar

Moral dasar dalam beribadah dan muamalah ialah apa yang dikandung oleh fitrah ini di dalam melaksanakan ajaran ihsan.

Fitrah berisi keyakinan manusia bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Keyakinan ini mengandung berbagai konsekuensi :

  1. Jika fitrah dihadapkan kepada Tuhan (dalam masalah ibadah) nampak bahwa manusia tidak lebih daripada suatu benda milikNya. Dengan demikian, terserah kepada diri masing-masing untuk merawat, merusak atau menjaga dan suka atau tidak suka fitrah di sini mengajak manusia untuk taat, dan taat di sini merupakan moral dasar ibadah.
  2. Jikak Fitrah kita sasarkan kepada hubungan sesam manusia dalam masyarakat, ia akan menampakkan suatu konsekuensi lain. Manusia sebagai makhluk Tuhan, dia mampunyai derajat yang sama , mempunyai hak dan kewajiban yang sama, tidak dapat hidup individu dan harus bersosialisasi karena dengan sosialisasi akan menimbulkan rasa persaudaraan dan kasih sayang dalam sanubarinya. Inilah moral dasar dalam muamalah.

Islam Penyempurna Pribadi

Pendidikan pribadi sesungguhnya tidak lain adalah untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang sebenarnya dikarenakan manusia pada kenyataannya belum sampai pada tarafnya sendiri. Ia belum menempati tempatnya dan untuk itulah diadakannya pendidikan untuk meningkatkan menusia untuk dibawa kearah yang sewajarnya dalam artian bertujuan menyempurnakan pribadi kita masing-msaing.

Dengan ajaranNya, diharapkan tercetak "pribadi Muslim" yang hakiki. Kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspeknya menunujukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepadaNya.

Dalam Tasawuf, kehidupan terdapat empat fase, yaitu : Syariat, Tarikat, Hakikat dan Ma'rifat. Namun yang menjadi dasarnya dan harus dipenuhi atau dilewati dulu adalah Syariat yang mencukup seluruhnya dari kehidupan manusia yang harus dilaksanakan secara tertib seperti yang tertera dalam rukun Islam, dan setelah terpenuhi tahapan Syariat ini maka menjadi syarat dasar orang melakukan Thariqat dan begitu juga seterusnya sampai pada tahapan tinggi dalam kehidupan bertasawuf yaitu Me'rifat.

0 komentar:

Posting Komentar

Poll

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto Saya
sadamcenter
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Mengenai Saya

Foto Saya
solo n jogja tok, jateng ae, Indonesia
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras

About

Powered By Blogger