Selasa, 05 Juli 2011

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia baik sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu berkata “Saya menginginkan hidup tenang dan bahagia”. Entah mereka paham atau tidak dengan apa yang dikatakannya. Bahagia memang mengandung arti yang relatif sehingga banyak pengertian tentang kebahagiaan yang didefinisikan oleh para ahli. Bahagia identik dengan kepuasan dan kesenangan tetapi perlu digaris bawahi bahwa kepuasan dan kesenangan bukan merupakan kebahagiaan yang seutuhnya.

Kondisi bahagia akan selalu dikejar oleh manusia dalam kehidupannya. Banyak faktor yang dapat diperoleh untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Secara umumnya, seseorang akan bekerja keras untuk memperoleh harta kemudian dikumpulkan. Dia mengira bahwa dengan harta kekayaan dia bisa hidup tenang dan bahagia.

Masing-masing orang mempunyai penafsiran yang berbeda tentang kebahagiaan. Orang miskin mengira bahwa kebahagiaan terletak harta kekayaan. Orang kaya mengira bahwa kebahagiaan terletak pada kekuasaan karena menurutnya dengan kekasaan seseorang dapat berbuat banyak. Orang sakit mengira bahwa kebahagiaan terletak pada kesehatan. Dan masih ada perkiraan-perkiraan yang lainnya.

Sudah sedikit digambarkan tentang berbagai macam penafsiran orang tentang kebahagiaan serta ada berbagai cara utuk dapat menggenggam makna sebuah kebahagiaan. Di sini penulis akan sedikit membahas tentang konsep manusia dan kebahagiaan serta membahas tentang sesuatu yang berkaitan dengan kebahagiaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep tentang manusia dan kebahagiaan?

2. Apa sajakah sumber dari kebahagiaan?

3. Apa sajakah yang dapat menghalangi sebuah kebahagiaan?

4. Bagaimanakah kebahagiaan dalam perspektif Islam?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Manusia dan Kebahagiaan

Manusia dalam hidupnya tentu tidak akan menolak ketika sebuah kebahagiaan datang menghampirinya. Kebahagiaan akan datang jika seorang manusia telah mengalami dan menyelesaikan sebuah kesulitan, baik kesulitan yang kecil sampai kesulitan yang rumit untuk diselesaikan. Kebahagiaan hidup merupakan kesenangan yang sangat didambakan bagi setiap insan karena kebahagiaan menjadi sebuah cita-cita bagi manusia dalam hidupnya, ketika manusia tersebut mempunyai pandangan hidup yang positif yaitu pandangan hidup yang akan membawa manusia pada jalan yang benar sehingga menuju pada kesenangan atau kebahagiaan dunia.

Kebahagiaan dapat diartikan sebagai kesenangan dan jauh atau terhindar dari penderitaan. Ibnu khaldun mempunyai pendapat bahwasannya kebahagiaan itu tunduk dan patuh pada garis-garis yang ditentukan Allah. Bahagia dan tidaknya seseorang diawali dari bisa atau tidaknya manusia memenuhi kebutuhannya dalam hidup (dalam bentuk yang positif), berawal dari kata hatinya yang tulus. Manusia yang bahagia adalah manusia yang bisa menerima kenyataan hidupnya, bisa menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirinya. Tetapi kita harus tetap percaya bahwa di balik kepahitan pasti ada kesejahteraan.

Kebahagiaan dan kepuasaan mengandung pengertian yang berbeda. Kebahagiaan berangkat dari kata hati yang tulus sedangkan kepuasaan sering dimulai dengan perbuatan yang disukai oleh nafsu saja sebagai pelampiasaan rasa bimbang (mengandung unsur negatif). Kepuasaan hati tidak akan bertahan lama karena hanya dapat dirasakan saat itu saja. Seseorang yang puas belum tentu masalahnya menjadi hilang, biasanya suatu kesedihan hadir setelah kepuasaan hilang. Berbeda dengan kebahagiaan, bahagia dialami oleh manusia yang melakukan tindakan yang positif baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, sehingga manusia tersebut merasakan rasa damai dan tenang di hatinya.

Setiap manusia tentu sangat menginginkan dirinya bahagia, demi tercapainya hidup yang bahagia manusia mempunyai ambisi kepada kebahagiaan tetapi ia tidak tahu tentang bahagia itu sendiri serta jalan mana yang harus dilaluinya dengan jalan kebaikan atau kejahatan.

Bahagia hanya mudah diucapkan, dirasakan dan dibayangkan oleh orang-orang yang dirinya belum berada pada tempat penyebab kebahagiaan itu sendiri.[1] Contoh: Ahmad memandang Amir sebagai orang kaya, Ahmad mengatakan bahwa Amir orang yang bahagia, padahal Amir sendiri tidak merasakan bahagia dengan kekayaannya itu karena ada sebuah kesedihan yang dirasakannya.

Kebahagiaan dan kesejahteraan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat relatif, banyak orang akan berkomentar tidak sama tentang penyebab atau faktor bahagia dan apa bahagia itu. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa bahagia merupakan kekayaan, karena beranggapan dengan kekayaan segala kebutuhan dapat dipenuhi. Ketegaran dan keikhlasan pada diri manusia merupakan kekayaan yang dimilikinya. Tegar dan ikhlas dalam menghadapi segala apa yang ada di dunia. Bahagia merupakan sesuatu yang sangat berharga walau sulit untuk diraihnya, apa pun yang terjadi setiap orang menginginkan agar bahagia ada pada dirinya.[2] Dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram, jiwa menjadi bahagia, batin jauh dari gundah.

Sejak masa Nabi Adam hingga saat ini, berbagai cobaan dan tantangan datang dan harus dihadapi demi sebuah “kebahagiaan”. Semua aktivitas manusia di dunia pada prinsipnya tentu untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan, baik bahagia di dunia dan akhirat.

Kebahagiaan hendaklah harus digapai, hal ini sesuai dengan hadits Nabi dengan segala penafsirannya:

وان امرءيمسى ويصبح سليما من الناس الاما مضى لسعيد

“ jika petang dan pagi manusia telah mendapatkan aman sentosa dari gangguan manusia, itulah dia orang yang bahagia”.

Menurut Ibnu Maskawih (941-1030 M), seorang ahli sejarah dan ilmuah akhlak yang handal, dalam karyanya, “Tartibus Sa’adah“, mengatakan bahwa ada lima kebahagiaan yang ada pada diri manusia, antara lain:[3]

1. Kebahagiaan Materi

Kebahagiaan materi ini sangat diminati oleh setiap individu manusia, tanpa terkecuali. Seseorang akan merasa bahagia apabila ia sudah mendapatkan materi, karena dalam hidup ini tidak akan lepas dari apa yang namanya materi. Tanpa materi kita tidak akan bisa hidup “nyaman” dalam setiap harinya. Demi materi, kita tidak jarang peras keringat ke sana ke mari. Semua itu hanya untuk mendapat materi. Namun, perlu diingat bahwa materi bukanlah segala-galanya. Dan kebahagiaan materi ini tidaklah kekal adanya. Kebahagiaan materi ini hanya akan kita nikmati selagi kita masih hidup (duniawi) saja.

2. Kebahagiaan Mental

Kebahagian mental ini akan biasa dinikmati bagi mereka yang suka akan keindahan (baca: seniman). Seorang akan merasa bahagia ketika ia sudah mencipta atau melahirkan sebuah karya dari tangannya sendiri. Begitu juga seorang seniman akan merasa bahagia ketika ia mendapatkan hasil karya, baik milik sendiri ataupun milik orang lain. Ketika seperti itulah kebahagiaan mental menghampiri seorang (seniman).

3. Kebahagiaan Intelektual

Intelektual sesorang bisa dilihat dari bagaimana ia menggunakan akal pikirannya. Manusia lebih sempurna ketimbang makhluk yang lainnya tidak lain karena akanya. Kebahagiaan intelektual ini merupakan kebahagian akademisi yang tentunya di dambakan setiap orang, apalagi mereka segenap orangtua, yang semuanya ingin anak-cucunya mempunyai otak encer dengan daya guna tinggi.

4. Kebahagiaan Moral

Kebahagiaan moral ini ada pada seseorang yang bisa mengaplikasikan intelektualitasnya terhadap apa yang ia jalani. Kebagiaan intelektual tidak akan ada hitungannya tanpa diimbangi dengan kebahagiaan moral yang menentukan sikap seseorang dalam berinteraksi. Kecerdasan intelektual, tanpa adanya kecerdasan moral akan seperti halnya pepohonan yang tidak berbuah.

5. Kebahagiaan Spiritual

Kebahagiaan yang terakhir ini merupakan kebahagian penyempurna dari kebahagiaan-kebahagiaan sebelumnya. Kebahagiaan spritual sangat menentukan pada kwalitas lembut tidaknya kebahagiaan seseorang. Andaikan sebuah rutinitas kesehariaan, kebahagiaan spiritual ini berfungsi sebagai pendingin yang dibutuhkan setiap individu.

Manusia merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani (jasadnya) dan rohani (jiwa dan agamanya). Sesungguhnya manusia yang tidak mempunyai agama adalah manusia yang hidup tetapi dalam kondisi yang mati. Kebahagiaan tidak berkaitan dengan latar usia, jenis kelamin, harta, pedidikan, maupun kondisi lingkungan. Siapapun bisa hidup berbahagia dan manusia yang ingin hidup berbahagia maka hendaklah dia menggunakan otaknya untuk berfikir positif, matanya untuk melihat yang baik, telinganya untuk mendengar, dan mulutnya untuk berbicara yang baik. Kehidupan yang bahagia adalah kehidupan yang bermakna. Gagal memahami kehidupan itu berarti gagal juga untuk mendapatkan suatu kebahagiaan.

Manusia harus mempunyai cara yang tepat untuk mewujudkan sebuah kebahagiaan. Banyak jalan yang dapat dilalui untuk menuju sebuah kebahagiaan. Misalnya melalui jalan dalam bidang sosial dan politik, seperti berlaku adil, berbuat baik kepada sesama, menyayangi yatim piatu, bersahabat dengan fakir miskin, menyingkirkan duri di jalan, menyebar senyuman kepada saudara, amar ma’ruf nahi munkar, selalu bersyukur atas karunia Allah, dan lain-lain.[4]

Demikian juga jalan ritual ubudiah, seperti shalat, berpuasa baik wajib ataupun sunnah, menunaikan haji, dsb. Itu semua merupakan perintah Allah jika kita menjalankannya maka akan ada efek psikis terhadap ketenangan dan kebahagiaan yang dirasakan oleh pengamalnya. Hal ini diisyaratkan Allah dalam firman-Nya,

tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

(Ar-Ra’d: 28)

Jika kita senantiasa melakukan apa yang diperintahkan Allah, maka Allah akan selalu bersama kita saat suka dan duka atau saat kita sedang bahagia dan saat kita sedang menderita.

B. Sumber Kebahagiaan

Kebahagiaan dapat diperoleh kapanpun dan dimanapun karena kebahagiaan tidak mengenal ruang dan waktu. Kebahagiaan yang mutlak adalah kebahagiaan yang berasal dari Allah. Inti dari sebuah kebahagiaan bersumber dari akal dan hati. Peranan hati menyikapi arti sebuah kebahagiaan dan peranan akal yaitu lebih mengacu pada apa yang telah diarahkan dan disikapi oleh hati.

Menurut Imam al-Ghazali, sumber-sumber kebahagiaan bagi manusia, diantaranya:[5]

1. Akal Budi

a. Sempurna Akal

Akal dikatakan sempurna jika dibarengi dengan ilmu. Ilmu yang membuat manusia dapat memahami sesuatu. Orang yang mempunyai ilmu, berpotensi besar untuk mendapatkan kebahagiaan karena dengan ilmunya berkemungkinan besar dia dapat menggenggam dunia dan segala isinya.

b. Menjaga Kehormatan Diri

Orang yang selalu berusaha secara terus-menerus untuk memelihara kesucian hati maka ia akan tetap tegar dalam menghadapi segala ujian dan cobaan dalam hidupnya.

c. Berani

Kita harus berani untuk menegakkan kebaikan dan menyingkirkan keburukan dengan berbagai resiko dan konsekuensinya. Selain itu, kita harus berani mengakui kesalahan diri sendiri dan berani mengakui kelebihan orang lain, kita juga harus berani untuk tidak mengungkit-ungkit aib dan cacat cela orang lain serta kita harus berani memaafkan orang yang pernah berbuat salah kepada diri kita.

d. Keadilan

Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat dan porsinya. Keserasian dan keteraturan dalam memperlakukan sesuatu dapat menghadirkan kebahagiaan.

2. Tubuh manusia (jasmani)

Manusia akan merasa bahagia jika tubunya:

a. Sehat, yakni sehat secara fisik dan psikis

b. Kuat, yakni mempunyai kekuatan fisik dan ketahanan mental

c. Fisik yang gagah dan cantik

3. Luar Badan (diraih berdasarkan usaha manusia)

a. Kekayaan (harta benda)

Telah dijelaskan sedikit sebelumnya bahwa kekayaan boleh jadi menjadi sumber kebahagiaan jikalau ia digunakan sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun dapat mendatangkan penderitaan hidup jika ia diarahkan untuk menentanh kemauan Allah.

b. Keluarga

Silaturrahim yang hidup dan hubungan yang tetap terjalin akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Selain itu, keluarga akan menjadi tempat bersandar, jika sewaktu-waktu kita membutuhkannya ketika ada masalah. Keharmonisan hubungan akan mengurangi beban hidup baik materi maupun kejiwaan dan memungkinkan terjadi perpanjangan umur.

4. Hidayah atau Petunjuk dari Allah

Hidayah terdiri dari tiga macam, yaitu:

1). Memahami jalan yang baik dan yang buruk. Untuk mengetahui mana jalan yang baik dan yang tidak baik maka kita gunakanlah ilmu dan keimanan. Keimanan dan keilmuan merupakan ikhtiar dasar untuk mendapatkan hidayah.

2). Bertambahnya ilmu dan pengalaman. Apabila ilmu dan pengalaman kita bertambah, maka Allah tidak akan segan-segan memancarkan cahaya hidayah-Nya. Hal ini sejalan dengan QS. Muhammad: 17, yang berbunyi:

tûïÏ%©!$#ur (#÷rytG÷d$# óOèdyŠ#y Wèd öNßg9s?#uäur óOßg1uqø)s? ÇÊÐÈ

Artinya: “Dan oraang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.”

3). Ada hidayah yang merupakan cahaya yang khusus dipancarkan kepada para nabi dan rasul kesayangan-Nya. Bentuk hidayah ini yang jika diberikan kepada para nabi dan rasul sering di luar jangkauan nalar manusia.

D. Sebab Umum Penghalang Bahagia

a. Perceraian

Hampir segala sesuatu yang ada di dunia ini mengikuti hukum sebab akibat. Jika ada sebab-sebab yang menghantarkan bahagia, tentu ada sebab-sebab yang menghalangi datangnya bahagia, salah satunya yaitu perceraian. Perceraian dapat diartikan sebagai melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya ikatan perkawinan. Berlangsungnya kehidupan rumah tangga yang bahagia merupakan suatu harapan dan tujuan akhir dari sebuah pernikahan yang didukung oleh Islam. Kebahagiaan sebuah rumah tangga sudah barang tentu menjadi dambaan semua manusia, tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal demikian dapat digapai apabila sebuah rumah tangga mempunyai dasar serta mengerti tentang arti sebuah pernikahan dalam kehidupan

Bila orang tidak berusaha untuk menggapai bahagia, maka derita akan mengikuti dibelakangnya. Ketika ketegaran mulai goyah maka akan menimbulkan suatu masalah dalam keluarga itu. Jika permasalahan tersebut tidak bisa segera diatasi lama kelamaan masalahnya akan menjadi rumit, meruncing hingga tidak ada lagi kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangga tersebut. Akhirnya masing-masing pihak menimbulkan ide yang kurang baik yaitu perceraian. Saya yakin tidak ada pasangan suami istri yang mengharapkan sebuah perceraian, jika ada yang mau hanya unsur keterpaksaan dan bukan kerelaan.

b. Kemiskinan

Kemiskian merupakan ketidakmampuan usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri yang sesuai dengan taraf standar kehidupa kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun pikirannya dalam kehidupan kelompok tersebut. Dari kemiskinanlah tampak bagian kelompok yang tersisih dan menderita. Kemiskinan merupakan masalah kehidupan yang perlu dijadikan pemikiran serta dicarikan jalan penyelesaian atau solusinya. Pandangan umum orang miskin yaitu orang yang tidak mampu berbuat banyak yang selalu menderita, tidak pernah mengenyam bahagia.

c. Kejahatan

Kejahatan dapat timbul karena pelanggaran norma hukum dan budaya atau dapat juga dikarenakan seseorang mengalami penderitaan hidup, tekanan batin yang tidak hanya timbul dari dalam dirinya akan tetapi juga dari luar dirinya, seperti teman bergaul, teman sekantor, perusahaan, dsb. Kejahatan dapat dilakukan karena dua faktor, yang pertama: karena kurangnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok (kemiskinan). Kedua, karena ambisi negatif yang membabi buta untuk menambah kekayaannya (misal: korupsi).

Masalah kejahatan yang ada kaitannya dengan penghalang pencapaian kebahagiaan seseorang adalah karena tindak kejahatan itu sendiri pada umumnya tidak memberikan rasa aman, tentram, damai pada kehidupan seseorang. Dapat dikatakan demikian karena mungkin secara kejiwaan (moral) mereka terganggu.

C. Kebahagiaan Dalam Islam

Harapan untuk memperoleh kebahagiaan seperti tersirat dalam doa,

“Ya Tuhan kami, berikanlah kebaikan (kebahagiaan) untuk kami di dunia dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”.[6]

Kebaikan (kebahagiaan) di sini merupakan amal-amal positif yaitu kebaikan yang dapat membawa manusia kepada ketenangan batin. Kebahagiaan menurut perspektif Islam berupaya tidak kecewa dan berusaha penuh syukur dengan apa yang diterima dari Allah. Rasa penuh syukur dapat kita jalankan dengan sikap yang selalu qana’ah. Qana’ah terdiri dari lima aspek yang terkit langsung dengan kehidupan manusia, diantaranya yaitu:

a. Menerima dengan ikhlas dengan apa yang diberikan Allah.

b. Selalu berdoa kepada Allah dan tetap berusaha.

c. Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah.

d. Selalu Tawakal kepada Allah.

e. Tidak mengutamakan kesenangan dunia.

Dengan sikap qana’ah, seseorang tidak akan silau dengan prestasi yang telah diraihnya tetapi akan selalu bersyukur dengan apa yang telah diraihnya. Sikap qana’ah begitu penting sehingga Rasulullah saw menganggapnya sebagai harta yang tidak akan hilang, seperti sabda Rasulullah,

اْلقَنَاعَةُمَالُ لَايَنْفَدُ وَ كَنْزُ لَايَفْنَى – رواه الطبرانى

“Qana’ah adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”

Kebahagiaan bagi seorang muslim yaitu kebahagiaan yang didapat dari ketakwaan kepada Allah, sedangkan kebahagiaan dan kelezatan sejati adalah bila seseorang dapat mengingat Allah. Dengan megingat Allah hati merasa damai dan tenang, sehingga terciptalah sebuah kebahagiaan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kebahagiaan hidup merupakan kesenangan yang sangat didambakan bagi setiap insan karena kebahagiaan menjadi sebuah cita-cita bagi manusia dalam hidupnya, ketika manusia tersebut mempunyai pandangan hidup yang positif.

Kebahagiaan, kesenangan, kegembiraan, tidak ada pada barang-barang yang kita punya tetapi ia ada dalam diri kita.[7]

Manusia harus mempunyai cara yang tepat untuk mewujudkan sebuah kebahagiaan. Banyak jalan yang dapat dilalui untuk menuju sebuah kebahagiaan. Misalnya melalui jalan dalam bidang sosial dan politik, seperti berlaku adil, berbuat baik kepada sesama, menyayangi yatim piatu, bersahabat dengan fakir miskin, menyingkirkan duri di jalan, menyebar senyuman kepada saudara, amar ma’ruf nahi munkar, selalu bersyukur atas karunia Allah.

Inti dari sebuah kebahagiaan bersumber dari akal dan hati. Peranan hati menyikapi arti sebuah kebahagiaan dan peranan akal yaitu lebih mengacu pada apa yang telah diarahkan dan disikapi oleh hati. Kebahagiaan bagi seorang muslim yaitu kebahagiaan yang didapat dari ketakwaan kepada Allah, sedangkan kebahagiaan dan kelezatan sejati adalah bila seseorang dapat mengingat Allah

DAFTAR PUSTAKA

Al Mansor, S. Ansory. 1997. Jalan Kebahagiaan Yang Diridhai. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Jakarta: Gema Insani.

file:///E:/internet/bhgia.htm 13 May 2011 | 14:30

file:///E:/internet/kata-mutiara-kebahagiaan.html. 13 May 2011. 14:33



[1] S. Ansory Al Mansor, Jalan Kebahagiaan Yang Diridhai, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 120

[2] Ibid, hal. 121

[3] file:///E:/internet/bhgia.htm 13 May 2011 | 14:30

[4] K.H Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 3

[5] Ibid, hal. 10

[6] Ibid, hal. 19

0 komentar:

Posting Komentar

Poll

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto Saya
sadamcenter
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Mengenai Saya

Foto Saya
solo n jogja tok, jateng ae, Indonesia
hidup adalah perjuangan, tiada hari tanpa belajar dan bekarja keras

About

Powered By Blogger